Chereads / Istri Kedua Tuan Ayhner / Chapter 9 - Hampir Ternoda

Chapter 9 - Hampir Ternoda

Hentakan musik yang kencang seolah mengisyaratkan jika hari memang sudah sangat larut. Para pengunjung klub berdatangan dan mulai meliukkan tubuhnya sesuai alunan musik.

Dari tempatnya berdiri, Valeri mengamati beberapa wanita yang tampak tengah menggoda pria. Valeri memperhatikan itu semua dengan mengangguk mulai mengerti.

Ah sial…Valeri seolah sedang belajar bagaimana caranya menjadi wanita nakal. Ini sangar memalukan.

"Apa yang kau lihat?" tanya Thomas heran melihat sahabatnya memperhatikan salah seorang pengunjung wanita dengan seksama.

"Aku sedang belajar." Jawaban Valeri membuat Thomas menautkan alisnya.

"Apa yang sedang kau pelajari?" tanya Thomas bingung.

"Menggoda pria."

"Apa?! Kau sudah gila?" sentak Thomas terkejut sekaligus tak percaya. Valeri yang lembut, manis dan periang. Kini semakin hari semakin lepas kendali. Tak ada lagi Valeri yang lembut dan pemalu. Yang ada hanyalah Valeri yang sedikit liar.

"Seseorang menantangku. Dia bilang, tanpanya aku tidak akan bisa hidup. Dan hanya padanyalah aku bisa bergantung. Sekarang aku akan menunjukkan padanya. Aku bisa mendapatkan uang tanpa harus menunggu belas kasihnya."

"Apa dia Tuan Ayhner? Kau sombong sekali, Vale. Kau tidak menunggu belas kasihnya, tapi ini klub miliknya, kau tahu?" Thomas tertawa mengejek sahabatnya.

"Diamlah, aku tahu itu. Makanya aku kesal. Kenapa setengah perjalanan hidupku harus bergantung padanya," gerutu Valeri kesal.

"Aku harus bagaimana sekarang?" Valeri mencebik.

"Jika akan menggoda pria, jangan disini. Kau adalah pegawai disini. Tuan Ayhner bisa marah besar, kau tahu itu."

"Dia tidak mentoleransi segala bentuk sikap kurangajar pegawai kepada pengunjung. Kecuali jika sama-sama pengunjung, itu tak masalah. Atau kau bisa meninggalkan nomor teleponmu dan kau bisa mendapatkan uang di tempat lain. Buatlah janji temu dengan incaranmu." Mendengar penjelasan Thomas yang panjang lebar membuat Valeri terpaku dengan mulut menganga.

"Apa aku seburuk itu." Valeri kembali mencebik.

"Hey…aku hanya memberitahu cara yang benar untuk mendapatkan mangsa. Seharusnya kau berterima kasih padaku," ucap Thomas membanggakan diri.

"Ya, kau benar. Tapi, dari mana kau tahu? Apa kau juga sering meninggalkan nomor teleponmu pada pengunjung disini?" tanya Valeri sambil menahan tawa.

"Itu berbeda, wanita itu yang meninggalkan nomornya di mejaku. Aku hanya mengikuti permainan mereka." Thomas berusaha membela diri.

"Soal itu, aku melihatnya dari beberapa temanku yang bekerja di sini. Mereka meninggalkan nomor telepon mereka saat mengantar minuman. Ada yang berhasil ada yang tidak."

"Ada yang berakhir manis, dan ada yang berakhir mengenaskan karena dilecehkan di depan umum."

Penjelasan Thomas membuat Valeri bergidik ngeri. Ternyata menjadi wanita pengguna tidaklah mudah. Valeri harus menebalkan muka jika ingin melakukan itu.

"Astaga, ternyata sangar mengerikan," ucap Valeri sedikit ragu.

"Kau benar, terlebih untuk perempuan sepertimu." Valeri mendelik kesal.

"Memangnya aku seperti apa?" Seketika mata Valeri yang bulat semakin membulat.

"Hey…santailah. Maksudku, kau tidak pernah punya kekasih. Apa kau pernah punya kekasih tapi aku dan Emi tidak tahu?" Valeri menggeleng.

"Apa kau pernah berciuman?" Valeri semakin menatap horor ke arah Thomas. Membuat pria itu tergelak puas.

"Lihatlah, kau tidak punya pengalaman untuk menggoda pria. Jadi, lupakan rencana konyolmu itu. Dasar tidak waras." Thomas menyentil dahi Valeri. Kemudian meninggalkan wanita itu yang tengah menggerutu kesal.

"Thomas, sialan!" gerutu Valeri kesal.

"Lupakan. Kau hanya harus bekerja untuk bertahan hidup Valeri," gumamnya menyemangati dirinya sendiri.

Valeri akhirnya kembali bekerja untuk mengantar minuman ke ruang VIP. Ini adalah tempat yang membuat Valeri malas. Entahlah, tempat semacam itu justru membuat Valeri tidak nyaman.

Dengan malas Valeri mengetuk pintu dan mulai masuk ruangan VIP nomor 5 tersebut.

Bekerja seperti biasa. Sopan dan tersenyum meskipun pikirannya entah kemana.

"Silahkan." Valeri meletakkan beberapa minuman di meja tanpa memperhatikan pengunjung yang datang.

"Kau Valeri, bukan? Valeri Halburt?"

Valeri mendongak untuk mencari tahu pemilik suara itu.

Ah, sial!

Ternyata itu adalah Alice. Sahabatnya saat masih di universitas. Oh, bukan. Tepatnya bukan sahabat. Sebab Alice selalu membuat hidup Valeri seperti di neraka.

"Kau bekerja di sini?" tanya Alice dengan tatapan mengejek. Valeri hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Wah, luar biasa. Apa ayahmu sudah di hukum mati? Aku dengar dia mencuri uang atasannya, ya? Kasihan sekali kau. Kau jadi hidup sengsara, kan."

Valeri memgepalkan tangannya. Tidak masalah dirinya di hina. Tapi jangan orangtuanya. Bagaimana pun, ayah tetaplah ayah. Seburuk apapun dia, Sebastian tetaplah ayahnya yang terbaik. Salah satu orang yang mencintainya dengan tulus. Selama ini, tak pernah sekalipun Sebastian membuat Valeri bersedih. Terkecuali kasusnya dengan keluarga Hamilton. Selebihnya, Sebastian tetaplah ayah yang luar biasa.

"Aku dengar akhir-akhir ini kau sedang kesulitan keuangan? Bagaimana jika aku bantu kau cari uang?" Seringai licik muncul dibibir merah Alice.

"Apa ada lagi yang Anda pesan, Nona? Jika tidak, aku akan pergi." Valeri mencoba bersikap seprofesional mungkin. Mengingat hanya di sinilah, Valeri bisa mencari uang. Jika dia sampai bersikap buruk, maka Tuan Ayhner yang terhormat akan memecatnya.

"Hey, jangan terburu-buru. Aku tak keberatan jika kau bergabung bersama kami. Aku bisa bicarakan hal ini dengan managermu," ucap pria dengan tato dilengannya itu. Tatapannya sangat aneh. Membuat Valeri sedikit bergidik ngeri.

"Tidak, terimakasih." Valeri hendak berbalik, tapi sebuah tangan besar menariknya hingga tubuhnya membentur dada bidang pria itu.

"Kenapa, kau takut?" tanya pria itu tepat di depan wajah Valeri.

"Ti…tidak. Maksudku, ini tidak diperbolehkan. Jika Tuan Daniel tahu, aku bisa dipecat," ucap Valeri gugup. Membuat keempat orang yang berada di ruangan itu tertawa senang.

"Ayolah, Valeri, Nick ini uangnya banyak. Dia anak orang penting di kota ini. Jika kau menghabiskan satu malam dengannya, maka itu akan sedikit membantu keuanganmu," ucap Alice tertawa senang.

"Diam…! Aku bukan pelac*r sepertimu. Aku tidak bisa tidur dengan sembarang pria sepertimu. Kau tahu?!" teriak Valeri ke arah Alice.

"Kau berani berteriak ke arahku?" Alice berdiri dari tempat duduknya. "Pegang dia Nick. Akan aku beri dia pelajaran!"

"Dengan senang hati, Alice," ucap pria bernama Nick itu senang.

"Mau apa kalian?""Valeri mulai panik saat melihat Nick mengunci tangannya ke belakang tubuhnya. Sedangkan Alice berada tepat di depannya.

"Bagaimana jika aku membuka bajumu ini, dan aku ambil gambarmu, kemudian aku sebar? Tentu ini menyenangkan sekali, kan?"

"Jangan macam-macam!" Valeri mengumpat dalam hati karena kecerobohannya. Seharusnya Valeri tak berlama-lama ditempat ini.

Alice mulai membuka kancing baju Valeri satu persatu. Sedangkan Nick mulai bergerak menjijikan. Sedangkan dua orang teman Valeri hanya menatap tanpa minat.

"Aku mohon lepaskan aku. Aku tidak pernah sekalipun mengganggumu. Tapi kenapa kau selalu membenciku?" ucap Valeri memelas.

"Karena kau selalu mengungguliku dalam hal apapun," geram Alice tetap di depan wajah Valeri.

"Tubuhmu sangar bagus Valeri. Kau bisa punya uang banyak kau tau?" racau Nick yang mulai menciumi rambut serta sisi wajah Valeri, membuat Valeri berontak.

"Lihatlah Nick, ukurannya boleh juga," ucap Alice tergelak merujuk pada dada Valeri.

"Kurang ajar! Lepaskan aku!" teriak Valeri terus memberontak.

"Aku akan membebaskanmu, tapi setelah Nick melakukan satu hal untukmu."

"Terimakasih, Alice. Ini luar biasa kau tau." Nick membalik tubuh Valeri hingga berhadapan. Airmata Valeri berderai dengan bibir bergetar memohon untuk dilepaskan. Keadaan Valeri yang kacau justru membuat Nick semakin terpacu. Dengan kasar Nick mencium bibir, dan leher Valeri bergantian. Sementara Alice sibuk merekam kejadian itu. Nick semakin menggila saat melihat bra berwarna hitam gelap itu sedikit terlepas talinya. Dengan cepat Nick menarik kasar bra itu. Membuat Valeri berteriak meminta tolong. Bertepatan dengan itu, pintu ruangan itu terbuka.

"Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan?"

IG : meipratiwi912