"Tuan, silahkan duduk, biarkan saya yang mengantarkan makanan anda," ucap Jessi.
"Tidak perlu." lalu Zyan mengambil nampan yang Jessi bawa dan Zyan segera pergi menuju ke meja tempat Valencia duduk menikmati makanannya.
Para karyawan yang masih berada di sana pun sangat terkejut karena melihat kedatangan Zyan yang tak seperti biasanya.
"Minggir!" perintah Zyan kepada mereka, lalu mereka pun pergi tanpa membantah perintah atasan mereka.
"Kau bisa mencari meja lain, tidak harus duduk di sini," ucap Valencia dengan tatapan kesalnya kepada Zyan.
"Aku ingin makan di sini, memangnya kenapa?" tanya Zyan dengan alis yang terangkat, Zyan pun mulai menikmati makanannya dengan santai.
"Aku risih berada di dekatmu, apalagi sekarang mereka memperhatikan kita," jawab Valencia dengan kesal.
"Anggap saja mereka tidak memiliki mata," ucap Zyan dengan santai.
"Sangat menyebalkan." maki Valencia.
"Bilang saja jika kau memang suka berduaan denganku," ucap Zyan dengan tatapan jahilnya.
"Cih ... kau terlalu percaya diri," ucap Valencia mengejek, walaupun tidak bisa dipungkiri jika apa yang dikatakan oleh Zyan memang benar, tapi Valencia tidak ingin terlalu berharap karena Zyan sudah memiliki istri.
Setelah mereka selesai makan, tanpa sadar Zyan menarik lengan Valencia agar wanita itu pergi bersamanya, tentu saja mereka menjadi pusat perhatian, bahkan ada karyawati yang mengumpat Valencia karena dia pergi bersama Zyan.
"Sial! Malah pegawai baru itu yang berhasil memikat, Tuan Zyan." umpatnya.
Valencia terus mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Zyan, tapi tidak bisa karena pria itu menggenggam tangan Valencia dengan sangat kencang, bahkan dia juga kesulitan mengimbangi langkah lebar Zyan, apalagi Valencia menggunakan high heels.
"Zyan lepaskan aku, aku kesulitan untuk berjalan," ucap Valencia.
"Diam!" ucap Zyan, namun tiba-tiba Zyan membopong Valencia seperti karung beras di pundaknya, tentu saja hal itu membuat Valencia teriak sambil meronta-ronta.
"ZYAN KAU SUDAH GILA, TURUNKAN AKU!" pekik Valencia, kini mereka sudah ada di dalam lift.
"Diam lah jika kau tidak ingin jatuh," ucap Zyan.
"Pria sialan, kurang ajar kau, cepat turunkan aku," pekik Valencia lagi.
Ting
Pintu lift pun terbuka tepat di dalam ruangan Zyan, dengan cepat Zyan membaringkan Valencia di atas sofa.
"Ka ... kau, mau apa?" tanya Valencia dengan gugup.
Zyan memandang wajah Valencia dengan lekat, hal itu membuat jantungnya kembali berdetak dengan cepat lalu Zyan memajukan wajahnya perlahan dan mulai mengecup bibir ranum Valencia. Namun mata Zyan membulat sempurna saat merasakan jantungnya yang semakin meronta-ronta.
PLAAK
"BODOH, SIALAN, PRIA KURANG AJAR!" maki Valencia seraya mendorong lalu menampar Zyan.
"Astaga, apa yang terjadi dengan jantungku." batin Zyan berucap sekarang dia sudah seperti orang bodoh.
"Cih ... Kau sama saja dengan pria sialan itu," maki Valencia seraya bangun dari sofa.
"Hei Nona, apa kau lupa jika waktu itu kau yang lebih dulu mencuri bibirku?" tanya Zyan sambil merapikan jasnya yang terlihat berantakan.
"Haiish ... Kenapa dia masih mengingat kejadian itu." batin Valencia berucap.
"Kenapa? Apa tiba-tiba kau hilang ingatan?" tanya Zyan dengan alis yang terangkat.
"Tidak!" jawab Valencia lalu dia beranjak dari tempatnya, tapi Zyan malah menarik lengan Valencia hingga membuat gadis itu terduduk di pangkuan Zyan, untuk sesaat pandangan mereka saling terkunci dan ....
"Zyan!" pekik Arthur yang tiba-tiba, matanya membulat sempurna saat melihat Valencia yang sedang duduk di pangkuan Zyan.
"Cih ... kalian berdua sama-sama jual mahal, di belakangku ternyata kalian juga bermain gila," ucapan Arthur membuat Valencia beranjak dari pangkuan Zyan.
"Ada apa?" tanya Zyan dengan wajah datar.
"Katakan dulu, habis berapa ronde kalian?" tanya Arthur dengan seringainya.
"What?" pekik Valencia.
"Pura-pura bodoh, jika kau sudah selesai dengan dia, boleh aku tidur denganmu malam ini?" tanya Arthur. Namun Valencia langsung mengambil jus yang ada di atas meja lalu menyiramkan kepada Arthur.
"Nikmatilah jus ini, pria sialan!" maki Valencia.
"Kau!" pekik Arthur.
"APA?" tanya Valencia dengan sengit lalu pergi dari ruangan Zyan.
"ZYAN, PECAT WANITA GILA ITU SEKARANG JUGA!" umpat Arthur.
"Kau yang gila, setiap wanita yang kau temui, pasti kau ajak ONS," ucap Zyan yang sudah duduk di kursinya.
"Jika dia laki-laki, aku akan melenyapkannya," ucap Arthur yang semakin geram.
"Aku tidak menyangka jika kau juga mengajak main seorang pria," ucap Zyan dengan senyuman mengejek.
"ZYAN STUPID!" maki Arthur lalu masuk ke kamar rahasia yang ada di ruangan Zyan karena Arthur harus mandi dan berganti pakaian.
Zyan menyandarkan kepalanya di kursi, memikirkan apa yang baru saja terjadi, dia merasakan perbedaan saat dirinya bersama Valencia dan Cristie.
"Kenapa saat bersama Cristie aku tidak merasakan apa-apa, tapi saat bersama Valencia jantungku selalu over dosis," ucap Zyan lirih lalu memejamkan matanya.
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Damian!"
"Astaga!" Zyan memekik karena dia terkejut dan merasa mendengar suara serupa bisikan tepat di telinganya.
"Lio," ucap Zyan dengan lirih.
"Liona sudah tidak ada, Zyan," ucap Arthur yang mendengar gumaman Zyan setelah dia keluar dari kamar Zyan.
"Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Zyan tak ingin mempedulikan apa yang Zyan ucapkan. Arthur hanya bisa menghela nafasnya dengan panjang mendengar ucapan Zyan yang belum bisa lepas dari bayang-bayang Liona.
"Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Arthur setelah dia duduk di hadapan Zyan.
"Grace itu adik kandung ibuku," jawab Zyan dengan menatap serius kepada sahabatnya.
"Sudahku duga hal itu sejak lama, namun kau tidak menyadarinya juga," ucap Arthur.
"Kau cari tau tentang dia," ucap Zyan.
"Sudah aku lakukan," ucap Arthur sambil memainkan pulpen yang dia ambil dari atas meja.
"Sejak kapan?" tanya Zyan dengan alis yang terangkat.
"Sejak aku menduga hal itu," jawab Arthur dengan bangganya.
"Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...."
"Wanita!" sela Arthur. Zyan pun hanya mengangkat bahunya dengan senyuman mengejek.
"Hanya wanita yang membuatku selalu cerdas," ucap Arthur dengan senyuman yang mengembang, namun hal itu membuat Zyan merinding.
"Astaga, sekarang kewarasannya sudah hilang lagi," ucap Zyan.
"Kemarin siapa yang kau maksud?" tanya Arthur.
"Apa?" tanya Zyan.
"Siapa yang ingin kau laporkan ke polisi, bodoh?" tanya Arthur dengan sangat gemas.
"Nanti akan aku ceritakan kepadamu, sekarang lebih baik kau kembali bekerja," jawab Zyan dann kembali fokus menatap layar laptopnya.
"Oke, kau berhutang penjelasan padaku. By the way, bagaimana rasanya bermain dengan wanita gila itu?" tanya Arthur dengan senyuman jahilnya.
"Stupid, get out!" maki Zyan.
"Akui saja kau sangat menikmatinya," ucap Arthur lalu tertawa, dia pergi dari ruangan Zyan karena Zyan sudah bersiap melemparnya dengan berkas.
"Sialan." umpat Zyan.