"Pria gila!" maki Arthur lalu pergi dari ruangan Zyan seraya membanting pintu, saat di luar Arthur menyeringai lalu menghampiri Valencia yang sedang fokus menatap layar laptop.
"Hei wanita gila, aku berjanji akan membuatmu tidak betah bekerja di sini," ucap Arthur.
"Aku tidak takut, dasar pria gila," ucap Valencia dengan sengit.
"Kau!" pekik Arthur seraya menunjuk wajah Valencia.
"Hai, Tuan Arthur!" sapa Lucy yang baru saja kembali dari pantry.
Wajah Arthur yang merah karena marah berubah seketika mendengar sapaan Lucy.
"Hai cantik," ucap Arthur.
"Aku merindukanmu!" bisik Lucy dengan manja.
"Cih ... sangat memuakkan, sama-sama murahan." batin Valencia mengumpat yang melihat interaksi keduanya.
"Oke, nanti malam kita akan bersenang-senang, bye Honey," ucap Arthur lalu dia pergi kembali ke ruangannya.
"Kau orang baru di sini, jangan coba-coba untuk merayu Tuan Arthur, dia hanya milikku," ucap Lucy dengan penuh penekanan.
"Jangankan di dunia nyata, dalam mimpi pun aku tidak ingin merayu pria sialan itu," ucap Valencia dengan lirih.
"Apa yang kau katakan?" tanya Lucy.
"Tidak ada," jawab Valencia dengan santai.
"Ingat perkataanku tadi, kau jangan macam-macam di sini, satu lagi, jangan coba-coba untuk merayu Tuan Zyan juga, karena usahamu tidak akan pernah berhasil," ucap Lucy dan kembali ke mejanya.
"Oh my God, kenapa hidupku dikeliling oleh orang-orang yang sangat menyebalkan seperti mereka." batin Vaencia.
Kesan di hari pertama bekerja sangat tidak baik, andaikan ia tau jika CEO di perusahaan ini adalah Zyan, dia tidak akan menerima tawaran ini, tapi sekarang sudah terlambat, Valencia sudah menandatangani kontrak.
"Ya Tuhan, apa lagi yang akan terjadi setelah ini," ucap Valencia.
Jam makan siang pun tiba, sesuai janji Zyan siang ini Zyan akan pergi menemui Felix ke Royal, entah apa yang sedang Felix rencanakan saat ini. Zyan pun tidak bisa menolak kakeknya.
"Kau akan makan siang di mana?" tanya Arthur, dia dan Zyan sudah ada di basement kantor.
"Opa memintaku untuk menemuinya di Royal," jawab Zyan.
"Baiklah," ucap Arthur lalu masuk ke mobilnya begitu juga dengan Zyan dan keduanya pergi berlawanan arah.
Sesampainya di Royal, Zyan langsung menuju ke ruangan Presdir, karena Felix Sudah menunggunya di sana.
"Ada apa, Opa?" tanya Zyan.
"Duduklah dulu," jawab Felix lalu Zyan duduk di hadapan Felix.
"Apa kau mengenal wanita ini?" tanya Felix seraya memberikan sebuah foto kepada Zyan. Mata Zyan memicing saat melihat foto yang diberikan oleh Felix.
"Kau kenal dia?" tanya Felix.
"Sebentar," jawab Zyan dengan tetap mengamati foto itu dengan teliti.
"Haaiish ... menebak dia siapa saja, kau sangat lambat, Zyan," ucap Felix dengan gemas.
"Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Zyan.
"Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Felix.
"Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Zyan, Zyan pun kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat.
"Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir, Zyan," ucap Felix.
"Ada apa, Opa?" tanya Zyan.
"Dia itu adik ibumu," jawab Felix dengan gemas.
"What? Mommy memiliki adik?" tanya Zyan.
"Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Faizah Felix.
"Pantas saja, dia menawan orang yang ingin mencelakai mom," ucap Zyan.
"Maksudmu?" tanya Felix.
Lalu Zyan menceritakan apa yang terjadi kepada Kellie di rumah sakit tempo hari.
"Opa, apa aku memiliki kakak atau adik?" tanya Zyan.
"Tidak Zyan, jika kau memiliki kakak atau adik, aku akan sangat senang, jadi aku tidak hanya memikirkan cucu sepertimu," jawab Felix.
"Opa, aku bertanya serius," ucap Zyan.
"Aku juga serius," ucap Felix.
"Lalu siapa yang mom maksud, tidak mungkin aku, karena aku masih bernafas sampai sekarang," ucap Zyan dengan lirih.
"Ada apa?" tanya Felix.
"Tidak ada Opa, aku harus pergi sekarang," jawab Zyan.
"Setidaknya kau makan siang dulu bersamaku," ucap Felix.
"Next time, Opa," ucap Zyan lalu dia pergi.
"Selanjutnya, biar dia yang mengerjakan," ucap Felix dengan senyuman menyeringai.
Zyan segera memacu mobilnya kembali ke perusahaan, dengan berbagai macam pikiran.
"Anak siapa yang mom maksud," ucap Zyan lirih sambil mengendarai mobilnya. Lalu Zyan mengambil ponselnya.
"Ada apa, bodoh?" maki Arthur yang baru saja menerima telpon Zyan, Zyan menajamkan pendengarannya karena mendengar suara seorang wanita di ujung sana.
"Astaga ... Di jam seperti ini kau malah bermain gila," jawab Zyan.
"Cepat katakan, jangan mengganggu kegiatanku yang sangat nikmat ini," maki Arthur.
"Forget it!" ucap Zyan lalu memutuskan sambungan telponnya, tidak peduli dengan umpatan yang Arthur ucapkan di seberang sana.
"God, kenapa aku memiliki teman pria bastard yang sudah akut seperti dia." maki Zyan, dirinya jadi merinding saat membayangkan apa akibat yang akan Arthur tanggung jika terus melakukan itu.
"Sepertinya aku harus memecat pria gila itu jadi temanku," ucap Zyan lagi.
Walaupun kelakuan Arthur tentang surga dunia sudah di luar batas. Zyan akui, jika hanya Arthur teman yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun, Zyan mengenal Arthur saat mereka masih kecil, bahkan saat Zyan kesulitan mencari pekerjaan Arthur lah yang memberikan pekerjaan untuknya.
Arthur adalah saksi hidup bagaimana perjuangan Zyan sampai dia berada di titik ini, Arthur juga yang mengetahui bagaimana kisahnya dengan Liona.
"Ck ... di saat seperti ini, pria itu tidak bisa diandalkan, selalu saja mudah tergoda oleh wanita," ucap Zyan yang sudah memarkirkan mobilnya di basement kantor, Zyan sampai melupakan kalau dirinya belum makan siang.
Saat akan melangkah menuju lift, Zyan melihat Valencia yang berjalan dengan tergesa-gesa menuju kantin perusahaan.
"Rupanya dia baru ingin makan siang," ucap Zyan, namun dia memutar langkahnya menuju ke kantin mengikuti Valencia.
Kantin perusahaan dibuat heboh oleh kedatangan Zyan yang tiba-tiba untung saja keadaan di kantin sudah tidak terlalu ramai. Jangankan muncul di kantin, bahkan Zyan jarang sekali menunjukkan dirinya di hadapan para karyawan, Zyan tidak pernah masuk ataupun pulang lewat lobby, Zyan selalu menggunakan lift dari basement yang langsung terhubung dengan ruangannya.
"Tu ... Tuan, kenapa Anda repot-repot datang ke kantin?" tanya Jessi kepala kantin.
"Aku sedang ingin makan di sini," jawab Zyan seraya melirik Valencia yang mengambil makanan tanpa menghiraukan kehadirannya.
"Apa Anda ingin dibuatkan sesuatu?" tanya Jessi.
"Tidak, aku akan makan apa saja yang masih tersedia di sini," jawab Zyan.
"Baiklah, biar saya yang melayani Anda," ucap Jessi.
"Hmm!" gumam Zyan, matanya terus melirik kepada Valencia yang sudah duduk manis sendirian, rahangnya mengeras saat melihat beberapa karyawan menghampiri Valencia.
"Astaga Zyan, kenapa kau jadi seperti ini," batin Zyan berucap, dengan pandangan tetap menatap Valencia yang sedang asik bicara dengan para karyawan itu.