"Tidak Zyan, aku hanya ingin ke dapur untuk mengambil air minum, tapi aku tidak enak karena melihat kalian sedang bicara serius," ucap Merlin tetap dengan santai.
"Kau pikir aku bodoh? Come on, di kamarmu ada fasilitas yang lengkap, kau tidak perlu repot-repot menuju dapur hanya sekedar untuk mengambil air minum, ternyata kau tidak cukup pintar mencari alasan." ucap Zyan dan berlalu lagi menuju lift.
"Kurang ajar!" maki Merlin, "Bocah ingusan itu, kenapa dulu aku tidak lenyapkan saja."
***
Setelah kembali ke rumah Valencia termenung di kamarnya dia terus memikirkan Zyan dan Cristie, di satu sisi Valencia merasa bersalah karena membuat mereka bertengkar. Tapi di sisi lain, Valencia merasa cemburu dengan kebersamaan mereka.
Braak
Valencia terkejut karena tiba-tiba Alfred datang dan langsung mendobrak pintu kamar Valencia.
"Dari mana saja kau, Valen?" tanya Alfred yang merasa sangat khawatir.
"Aku hanya pergi sebentar, Kak, jangan berlebihan seperti itu, aku bukan anak kecil yang harus selalu dikawal," jawab Valencia dengan malas lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang.
"Kau adikku satu-satunya, jadi aku harus menjagamu dengan baik, orang tua kita menitipkan kau kepadaku," ucap Alfred.
"Cih ... Orang tua," Valencia berdecak kesal, "sejak kapan mereka peduli kepadaku, bukankah mereka hanya mementingkan bisnis dan urusan mereka?" tanya Valencia dengan sinis.
"Tapi aku peduli kepadamu, kau adikku satu-satunya, aku sangat menyayangimu," ucap Alfred.
"Ya, aku tau, Kakak pergi aku ingin istirahat," ucap Valencia.
"Kau makan dulu, atau kita pergi makan malam di luar?" tanya Alfred.
"Tidak Kak, aku tidak lapar, hari ini aku sangat lelah," jawab Valencia.
"Apa kau masih memikirkan lelaki tidak berguna itu?" tanya Alfred, Valencia pun hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.
"Lalu?" tanya Alfred lagi dengan alis yang terangkat.
"Sudahlah, lebih baik Kakak keluar, aku lelah," jawab Valencia seraya mendorong tubuh kekar Alfred agar keluar dari kamarnya.
"Aku akan meminta pelayan mengantarkan makanan untukmu," ucap Alfred, lalu dia pergi untuk menemui temannya yang sudah menunggu di markas mereka.
"Cari mantan kekasih adikku, bawa dia ke hadapanku," ucap Alfred dengan tatapan dingin kepada salah satu orang kepercayaannya.
"Baik, Tuan," ucapnya, Alfred pun menyeringai jahat, dia bersumpah tidak akan mengampuni orang yang sudah menyakiti adiknya.
***
Mata Cristie terbelalak dengan sempurna saat pelayan mengantarkan dia ke kamarnya yang berada di lantai tiga, kamar yang sangat luas, bahkan menurutnya lebih luas kamar ini dibandingkan dengan rumah miliknya.
"Apa Anda tidak salah kamar?" tanya Cristie kepada pelayan.
"Tidak Nona, Nyonya besar memang meminta anda tidur di kamar ini, dan di sebelah sana kamar Tuan Muda," jawab pelayan.
"Ka ... Kamar Zyan?" tanya Cristie sambil menunjuk kamar dengan pintu berwarna coklat, yang bersebelahan dengan kamarnya.
"Iya Nona, mari saya bantu anda berkemas," jawab pelayan.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri, kau istirahat saja, terima kasih," ucap Cristie lalu masuk ke kamarnya, dan pelayan itu pun pergi.
Cristie mengamati setiap sudut ruangan, bahkan di sini ada sebuah lemari es mini, interior yang sangat mewah dengan barang-barang mewah juga.
"Astaga, aku benar-benar tidak pantas berada di tengah-tengah keluarga ini, mereka sangat terpandang dengan aset yang mereka miliki, belum lagi mereka sangat baik," ucap Cristie seraya merapikan pakaiannya ke dalam lemari, ternyata di sana juga sudah ada beberapa pakaian untuknya.
"Apa yang harus aku lakukan kepada Zyan, dia sudah membantuku untuk lepas dari daddy," ucap Cristie lalu dia.duduk di tepi ranjang, rasa kantuk belum datang menghampiri akhirnya dia memutuskan untuk menikmati semilir angin malam di balkon.
Mata Cristie menatap lurus ke langit yang bertabur bintang, setitik kristal kembali jatuh dari sudut matanya, dia lelah dengan semua keadaan sulit ini, belum lagi dia masih memikirkan apa yang akan Zyan lakukan setelah kejadian tadi, Cristie tidak pernah membayangkan akan melemparkan diri kepada sorang pria hanya demi mendapatkan uang.
"Mom, apa yang harus aku lakukan, haruskah aku merendahkan diri kepada pria itu demi membayar apa yang sudah dia berikan kepada, Dad?" tanya Cristie dengan mata tetap menatap ke langit, berharap mendiang ibunya bisa mendengarkan apa yang dia ucapkan dan bisa merasakan penderitaan yang dia alami saat ini.
"Kalau begitu, kau layani aku sekarang!"
***
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melenyapkan dia saat ini juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Zyan dengan kesal seraya melepas dasi dan jas yang dia gunakan.
Setelah itu Zyan masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang dia alami hari ini. Bertemu dengan Cristie gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Zyan segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Zyan duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liona yang terpajang di atas nakas.
"Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah, tidak sepertimu yang berani," ucap Zyan seraya membelai foto Liona.
"Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku akan buktikan jika aku bisa mendapatkan keadilan untukmu," ucap Zyan lagi, lalu berjalan menuju balkon, di sini tempat ternyaman untuknya.
Menatap gelapnya langit malam, mencari satu bintang yang terlihat sangat terang, "kau sedang apa di sana?" tanya Zyan lirih dengan pandangan tetap lurus ke atas, dan kedua telapak tangan yang ia sembunyikan di dalam saku celana jeansnya.
Tiba-tiba pikiran Zyan teringat lagi dengan kejadian kemarin malam, saat dirinya sedang bersama Valencia. Bukan, lebih tepatnya Zyan mengingat saat Valencia mengecup bibirnya dan membuat Zyan merasakan lagi apa yang pernah dia rasakan saat pertama kali bertemu dengan Liona dulu.
"Astaga, kenapa aku jadi teringat wanita bodoh dan menyebalkan itu," ucap Zyan seraya mengusap wajahnya kasar, tanpa Zyan sadari bibirnya menyunggingkan senyuman tipis mengingat wajah kesal Vallery saat sedang memaki dirinya, "Gadis menyebalkan dan aneh," ucap Zyan lirih dan kembali menatap langit.
Sedang asik dengan pandangan dan pikirannya, Zyan mendengar seorang wanita berbicara tak jauh darinya, ternyata Cristie ada di balkon sebelah kamarnya.
Zyan sedikit mendekat ke tepi balkon agar dia bisa mendengar apa yang Cristie katakan, gadis itu masih tidak menyadari jika Zyan sedang memperhatikannya.
"Mom, apa yang harus aku lakukan, haruskah aku merendahkan diri kepada pria itu demi membayar apa yang sudah dia berikan kepada Dad?" tanya Cristie dengan pandangan mata menatap ke langit.