"Hai Marisa.." sapa Bianca.
"Hai Bi.." Marisa dan Bianca saling berpelukan, melepas rindu yang terjadi karena sudah lama sekali mereka tidak bertemu.
"Lo cantik banget Bi ya ampun," ujar Marisa. Bianca yang berwajah campuran Indo dan Irlandia memang cantik luar biasa. Dengan tubuhnya yang tinggi dan berat badan yang porposional, rambut yang berwarna pirang alami, ditambah dengan riasan tipis namun terkesan mahal membuat siapa saja menoleh.
"Ya lo juga cantik kali," ujar Bianca pada Marisa. Berbeda 180 derajat dengan Bianca, Marisa adalah cantik asli Indonesia. Kulitnya yang sawo matang dengan mata besar dan rahang tajam, perawakan Marisa benar-benar mencerminkan wanita cantik Indonesia.
"Ya gue kan karna udah ngerawat diri aja. kalo lo dari SMA aja udah jadi rebutan semua cowo kali Bi," ujar Marisa.
"Bisa aja lo," ujar Bianca.
"Eh itu Rio ya?" tanya Bianca. Ia menunjuk seorang laki-laki yang sedang berbincang dengan yang lainnya.
"Iya mantan lo kan," ujar Marisa.
"Hahhaa enggak berubah sama sekali ya. Tetep aja begitu, jamet," ujar Bianca ketus.
"Ih lo mah dari dulu mulutnya enggak berubah kalo ngomong. Gue yakin deh udah banyak banget orang yang sakit hati sama lo, apalagi kalo lo tolak. Udah berapa cowo ya yang lo tolak dulu waktu sekolah," ujar Marisa.
"Yaa gue kan Cuma milih Mar, makanya gue tolak. Masa gue terima semua gila aja kali," ujar Bianca.
"Ya lo kalo nolak juga ngomongnya bikin sakit hati orang sih," ujar Marisa.
"Ih udah ah, kenapa jadi ngomongin gue. Yuk kita ambil makan aja," ujar Bianca. Ia mendahului Marisa ke arah kue-kue. Satu restoran hari ini sudah di booking Marisa. Sebuah restoran sederhana yang memiliki menu utama ayam bakar dan kue tradisional.
Sementara itu, di rumahnya, Dave, Illona dan Viona sudah siap berangkat ke tempat reuni yang ternyata tidak jauh dari rumahnya. Hanya berkendara kurang lebih 10 menit, mereka sudah akan sampai. Malam ini, Dave, Ilona dan Viona terlihat kompak menggunakan pakaian berwarna biru donker.
Dave dengan kaus berkerah dan celana jensnya terkesan sporty, santai namun tetap memperlihatkan bentuk tangannya yang berotot dan perutnya yang sixpack. Sedangkan Viona tampil anggun dengan blouse sederhana berwarna senada dengan celana jeans tentunya. Sepatu kets tidak ketinggalan. Sedankan Ilona, hadir dengan gaya anak mudanya menggunakan kaus berwarna putih dan flannel berwarna biru donker, tidak lupa juga celana jeans.
Dave sekali lagi mengecek pesan dari Marisa. Ia memastikan bahwa restoran yang ia tuju sudah tepat restoran tempat reuni teman-teman SMA nya.
"Udah bener di sini," ujar Dave.
"Oke," Viona mengambil tas pundaknya yang kecil, begitu pula dengan Ilona. Sedangkan Dave hanya membawa ponsel dan dompet yang berada di saku belakang celananya.
"Pak, nanti kalo saya hubungin, jemput di sini aja ya," ujar Dave.
"Oke siap den," ujar Pak Abdul.
Dave, Ilona dan Viona masuk ke dalam restoran yang sudah terisi beberapa orang yang wajahnya sama sekali tidak asing bagi Dave. Dave tersenyum, mereka tidak banyak berubah, ia benar-benar merindukan suasana ketika mereka masih bersama.
"Rio! Riski!" panggil Dave. Yang Namanya disebut menoleh seketika. Wajah mereka sumringah melihat kehadiran Dave.
"Dave!" Rio yang pertama bangun dari duduknya dan memeluk Dave erat sekali. Dave, Rio dan Riski dulunya adalah sahabat ketika di SMA. Namun kesibukan membuat ketiganya jadi renggang.
Ilona dan Viona meilipir untuk masuk ke dalam restoran. Menikmati live music dan makanan yang enak selagi Dave sibuk dengan teman-temannya. Untungnya ternyata banyak yang membawa anak dan istri sehingga hanya sebentar saja, Ilona sudah mendapatkan teman sebaya, anak dari Tami, salah satu teman Dave juga. Begitu juga dengan Viona, ia bisa langsung mengakrabkan diri dengan istri dari teman-teman Dave.
"Hai.." Marisa dan Bianca menghampiri Rio, Riski dan Dave yang sedang berbincang dengan akrab.
"Oh hai Mar, Hai Bi.." sapa Riski.
"Dave?" Bianca hampir saja memekik ketika melihat Dave.
"Hai Bi.." sapa Dave ramah.
"Demi Tuhan lo bener-bener berubah banget. Gila. Lo dulu jelek banget Dave, lo dekil, lo bau. Look at you now," Bianca tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap Dave. Dave benar-benar berubah kali ini.
"Nyesel ya lo dulu nolak Dave mentah-mentah?" goda Rio.
"Iyalah, nyesel banget. Mana pacarannya sama elu. Tau gini kan mending gue sama Dave aja dulu," ujar Bianca.
"Eh, Dave kan bawa istrinya, ati-ati omongannya dijaga," tegur Marisa.
"Tenang, istri gue santai kok orangnya," ujar Dave sambil tersenyum.
"Dave, you look gorgeous," Bianca tidak henti-hentinya melemparkan pandangan kagum pada Dave.
"Thanks. You look beautifull too," balas Dave ramah.
"Dave, ambil makan yuk di sana," ujar Bianca. Ia menggamit lengan Dave. Dave dengan halus menyingkirkan tangan Bianca. Ia sama sekali tidak merasa nyaman diperlakukan seperti itu oleh Bianca.
"Kenapa? Takut ketauan istri lo? Kan kita enggak ada apa-apa," ujar Bianca.
"Ya tetep aja enggak enak lah dilihat orang," ujar Dave.
"Enggak apa-apa. Dulu aja lo naksir gue, sekarang lo sok jual mahal banget sih Dave," gerutu Bianca. Tangannya tetap menggamit lengan Dave. Ia seperti tidak mau melepaskan genggaman tangannya pada Dave.
Dari kejauhan, Viona memperhatikan suaminya yang sedang berjalan kearah makanan dengan seorang wanita yang menggamit lengan suaminya dengan sangat mesra. Viona mengernyitkan kening. Berbagai pertanyaan hinggap dalam kepalanya. Siapa wanita itu? Ada hubungan apa dulu dengan Dave? Tapi Viona tahu hampir semua mantan pacarnya Dave, dan ia belum pernah tahu yang satu ini.
Viona berdiri, berjalan kea rah Dave dan Bianca.
"Hai sayang.." sapa Viona.
"Hai sayang. Kenalin, ini Bianca, temen SMA ku. Bianca, ini Viona, istriku," ujar Dave. Bianca mendengar Dave memanggil Viona dengan sayang, bukan nya melonggarkan tangannya, ia malah semakin mempererat tangannya dengan Dave.
"Halo. Gue Viona, istri Dave," ujar Viona. Ia mengulurkan tangannya pada Bianca. Bianca menyambut uluran tangan Viona.
"Gue Bianca, temen Dave. Eh makan yuk," ujar Bianca. Dengan berat hati ia melepaskan tangan Dave karena Dave ingin menggandeng Viona. Viona, Dave dan Bianca berurutan berjalan ke tempat memesan ayam bakar.
Viona yang paling depan, ia memgambil makanan untuk dirinya dan untuk Ilona. Sebenarnya Viona masih ingin berada di situ karena ia memiliki feeling tidak enak dengan Bianca dan Dave. Namun dari kejauhan ia melihat Ilona memanggil-manggilnya.
"Sayang, aku kesana ya," ujar Viona.
"Kemana?" tanya Dave. Ia merasa tidak nyaman jika Viona menjauh, pasalnya Bianca akan langsung menghampirinya jika Viona jauh darinya. Dave sangat mengenal temannya ini.
"Kesitu ke Ilona, kasian dia sendirian," ujar Viona.
"Aku ikut deh," ujar Dave.
"Dave, ini kan malam reuni kita sama temen-temen, lo di sini lah sama kita-kita, masa sama istri anak lo terus. Lagian istri lo juga pasti ngerti, ya kan?" tanya Bianca pada Viona. Tidak ingin menjadi sumber ketikdaknyamanan teman-teman Dave, Viona akhirnya menyetujui.
"Iya bener kata Bianca tuh, masa kamu sama aku terus, kan ini malem reuniannya kamu sama temen-temen SMA kamu. Yaudah aku kesana ya," ujar Viona. Ia tidak ingin merusak malam reuni Dave bersama teman-temannya. Viona tahu betapa Dave membutuhkan sedikit 'jarak' dengan keluarga dan pekerjaannya. Bukan bermaksud apa-apa, hanya agar hidupnya seimbang.
"Oh yaudah deh," ujar Dave.
Viona beranjak ke arah Ilona, meninggalkan Bianca dan Dave yang masih mengantri makanan.
Bianca menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Ia maju beberpa Langkah hingga sampai tangannya bersentuhan dengan Dave. Bianca mengulurkan tangannya ke arah pinggang Dave. Dave tersentak kaget dengan apa yang Bianca lakukan. Bianca menyadari kekagetan Dave, ia berbisik pelan sekali hingga hanya ia, Dave dan Tuhan yang mendengarnya.
"Udah Dave, nikmatin aja.."