Dave duduk terdiam di kursi belakang mobilnya. Pikirannya menerawang pada kejadian yang barusan ia alami. Ia merasa semua terjadi begitu cepat. Bianca tiba-tiba saja menciumnya. Melumat bibirnya dengan sangat lembut dan keras dalam waktu yang bersamaan.
Dave menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia membenci dirinya sendiri yang tidak memberi reflek menolak ketika hal itu terjadi. Yang terjadi malah ia merespon apa yang Bianca lakukan padanya. Remasan di pinggangnya semakin menambahkan rasa yang tidak pernah bisa Dave jelaskan.
Dave terhanyut, Dave tidak bisa menolak. Dave merasa menginginkan ini. Bianca melepaskan kecupan dan dekapannya. Ia memandang Dave dan tersenyum. Bianca pergi begitu saja meninggalkan Dave yang terbengong-bengong sambil mengelus bibirnya lembut sampai suara klakson dari Pak Abdul menyadarkannya.
"Kenapa pak?" Pak Abdul bertanya dari depan, ia heran melihat atasannya yang sedari tadi tidak berhenti menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi kesal.
"Eh enggak kok pak, enggak apa-apa," jawab Dave, lagi-lagi Pak Abdul yang menyadarkannya dari lamunan tentang Bianca.
Dave kembali bersikap biasa saja, ia tidak ingin kejadian ini sampai diketahui oleh Viona. Tidak sampai berapa lama, mobilnya sudah masuk ke pekarangan rumahnya. Dave turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya.
"Hai sayang," sapa Viona.
"Hai sayang.." jawab Dave. Ia mencium kening Viona dan merangkul pinggangnya.
"How was there?" tanya Viona. Rasa bersalah langsung menghantui Dave. Dave terdiam untuk beberapa saat, ia bingung harus menjawab seperti apa pertanyaan Viona.
"Hun?" tanya Viona.
"Eh iya sayang. That was fun. Rame, semuanya seru," Dave dan Viona bicara sambil berjalan menuju ke arah kamar mereka. Dave merasakan tubuhnya lemas, ia seperti kehabisan energi.
"Kamu capek?" tanya Viona.
"Iya nih, kayaknya udah umur ya. Udah lama enggak pernah ngumpul-ngumpul gitu sekalinya ngumpul aku capek banget hahaha."
"Yaudah kamu mandi, trus istirahat ya. Aku siapin bajunya di atas tempat tidur," ujar Viona. Dave mengangguk. Ia memasuki kamar mandi, membasuh tubuhnya yang lelah setelah bertemu dengan teman-temannya.
Pikiran Dave kembali melayang pada kejadian antara dirinya dan Bianca. Dave benar-benar tidak bisa bersikap biasa saja dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Pikirannya tidak pernah bisa lepas dari kejadian itu.
Dave keluar dari kamar mandi, ia melihat sebuah kaus hitam dan celana pendek sudah ada di atas tempat tidur. Viona selalu melayaninya seperti raja. Dari mereka sulit sampai mereka seperti sekarang, sikap Viona sebagai istri tidak pernah berubah.
Dave memakai baju dan celana yang sudah disiapkan Viona. Ia menyusul Viona yang sudah berada di tempat tidur terlebih dahulu.
"Makasih ya Vi, kamu bener-bener selalu ngelayanin kebutuhan aku. Enggak Cuma sekarang ketika kita udah ada uang, dulu ketika aku belum punya apa-apa, kamu juga baik," ujar Dave. Ia mengelus dengan lembut rambut wanita yang sudah menemaninya sejak dulu itu.
"Kamu udah ngomong makasih jutaan mungkin triliyunan kali," jawab Viona.
"Karena terimakasih sebanyak apapun enggak akan cukup untuk bayar apa yang udah kamu lakuin ke aku. Kamu baik banget. Kamu istri yang terima apapun keadaan aku, kamu orang yang selalu ada kapanpun aku butuh," ujar Dave.
"Aku juga makasih ya sama kamu Dave. Jujur, enggak banyak laki-laki yang menghargai apa yang istrinya lakukan kayak kamu hargai sekecil apapun yang aku lakuin. Mereka selalu beranggapan kalo apa yang istrinya lakukan ya memang udah tugasnya. Dengan kamu ucapin terimakasih terus aja, aku bahagia banget Dave," ujar Viona tulus.
Dave memandang wajah istrinya dengan tatapan penuh rasa sayang.
"I'm the luckiest man in the world cause I have you in my entire life," ujar Dave. Ia mencium kening Viona dengan lembut.
Dave memejamkan matanya, ia telah mengambil keputusan bahwa apa yang terjadi diantara dirinya dan Bianca akan menjadi rahasianya dan Bianca saja. Ia tidak akan memberi tahu Viona, demi terus melihat wajah bahagia di wajah Viona.
Viona ikut memejamkan matanya di dada bidang suaminya, laki-laki yang paling ia cintai, laki-laki yang ia rela melakukan apapun demi kebahagiaannya, laki-laki yang akan terus ada di sampingnya sampai kapanpun ia mau. Laki-laki yang ia percaya dapat merajut mimpi-mimpi besarnya bersama-sama.
Suaminya. Suaminya seorang.
Pagi ini Viona bangun lebih dulu daripada Dave. Hari ini tidak seperti hari-hari biasa yang crowded. Hari minggu adalah hari dimana rumah tenang, tidak buru-buru. Hari minggu adalah hari dimana Dave, Viona dan Ilona akan bangun siang dan menikmati hari bermalas-malasan.
Viona pun jarang menerima orderan di hari minggu. Ia biasanya mendedikasikan hari minggunya untuk membuatkan keluarganya kue, pudding atau cemilan-cemilan lain.
"Mau bikin apa hari ini bu?" tanya Intan.
"Aku mau bikin dimsum aja deh Tan, kamu tolong beli bahan yang enggak ada ya. Aku semalem lihat di kulkas masih ada ayam, jadi kamu beli aja bahan lainnya ya," ujar Viona.
"Ayamnya emang masih cukup bu? Sisanya Cuma sedikit kemarin. Aku beli lagi aja ya," ujar Intan.
"Oh yaudah boleh," jawab Viona. Ia mengeluarkan 2 lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya pada Intan.
"Beli ayamnya berapa kek agak banyakan ya sekalian buat masak juga. Sama bumbu-bumbu biasa," ujar Viona. Intan mengangguk. Ia berjalan ke luar untuk membeli bahan yang dimaksud oleh Viona.
Sambil menunggu Intan membeli bahan, Viona membuka kulkas dan menemukan mereka masih memiliki susu UHT cair 1 liter utuh dan keju.
"Bikin dessert box enak kali ya," ujar Viona. Ia mencari beberapa bahan lain dan untungnya lengkap. Viona tersenyum lebar. Ia mulai memasak dessert box. Viona mulai dari merebus susu UHT, memasukkan susu kental manis, dan keju.
Viona menegecilkan apinya. Ia beranjak ke atas mea. Viona mengetik sesuatu pada ponselnya dan keluarlah suara Michael Buble, lagu kesukannya yang berjudul "Its beginning to Look a lot like chrismast".
Its beginning to Look a lot like chrismast
Everywhere you go
Take a look at the five and ten
Semangat Viona langsung menggebu. Ia mengaduk dessert box yang sedang ia buat sambil sedikit menggerakan tubuhnya mengikuti irama lagu. Irama lagu yang selalu membawa aura positif bagi Viona. Lagu yang menurut Viona selalu bisa membawa keceriaan natal baginya dan keluarganya.
Tak terasa, sudah pukul 12 siang, Ilona dan Dave sudah bangun dari tidurnya.
"Morning sayang," sapa Dave.
"Morning dari mana hahaha," ujar Viona.
"Hehehe," dengan wajah bantal, Dave duduk di meja makan. Dirinya terbangun karena mencium aroma yang membuat air liurnya mengalir. Ada aroma manis, ada aroma sedap yang ia hirup.
"Bikin apa mah?" tanya Ilona.
"Mama bikin dimsum sama dessert box. Tapi dessert box nya belum dingin, makan dimsumnya dulu aja ya," ujar Viona. Ilona dan Dave mengangguk bersamaan. Salah satu yang paling mereka sukai dari hari minggu selain bisa bangun siang adalah karena mereka bisa makan cemilan buatan Viona.
Dave menyuapkan sebuah dimsum ke dalam mulutnya.
"Ya ampun enak banget," ujar Dave.
"Bener?" tanya Viona.
"Bener mah, enak banget," ujar Ilona.
Ilona dan Dave langsung melahap dimsum yang telah diberikan oleh Viona.
"Enak banget mah beneran. Mama bikin lagi ya besok plis, aku mau pamer sama temen-temen aku di sekolah," pinta Ilona.
"Hahaha iyaa iyaa okee," ujar Viona. Tiba-tiba terdengar suara bel dari pintu depan.
"Siapa tuh?" tanya Viona. Dave dan Ilona mengangkat bahunya bersamaan.
"Intan, tolong kamu ke depan ya, tolong bukain pintunya," ujar Viona. Intan mengangguk. Ia ke depan dan membukakan pintu. Tidak lama kemudian, Intan masuk lagi ke dalam ruang makan.
"Permisi pak, dari temen bapak mau ketemu katanya ada perlu," ujar Intan.
"Temen saya? Siapa Tan?" tanya Dave.
"Katanya Namanya Bianca pak."