Tubuh Dave mematung.
"Ngapain Bianca kesini?" pikir Dave.
"Bianca siapa sayang?" tanya Vioa.
"Temen SMA ku," jawab Dave.
"Jangan-jangan Bianca mau ngaduin ke Viona masalah kemarin," pikir Dave.
"Yang kemarin reuni?" tanya Viona lagii.
"Iya sayang," jawab Dave.
"Yaudah kamu temuin dulu gih," ujar Viona. Dave mengangguk, ia beranjak dari tempatnya ke tempat Bianca menunggu.
"Hai Dave," sapa Bianca. Dave terlihat sangat seksi di mata Bianca kali ini.Dengan kaus hitam, celana pendek dipadu dengan wajah yang masih sembab karena bangun tidur belum sempat cuci muka membuat perasaan Bianca pada Dave semakin menjadi.
"Kenapa Bi?" tanya Dave.
"Ini tadi pagi gue bikin kue, buat lo nih," ujar Bianca.
"Lo tau dari mana rumah gue?" tanya Dave.
"Dari Marisa, dia tau rumah lo kok," jawab Bianca. Marisa memang mendata semua yang ikut reuni kemarin, katanya jika ada apa-apa dan hendak mengadakan reuni lagi, ia jadi mudah menghubunginya.
Viona yang mendengar percakapan sayup-sayup antara Dave dengan Bianca keluar dari ruang keluarga.
"Hai, Bianca?" tanya Viona.
"Hai, iya gue Bianca, temen SMA nya Dave," ujar Bianca sambil mengulurkan tangannya.
"Hai gue Viona, istrinya Dave. Kayaknya gue liat lo kok kemarin di acara reuni, lo paling cantk sih jadi gampang ketauan," ujar Viona sambil melemparkan senyum pada Bianca.
"Ah bisa aja," ujar Bianca malu-malu.
"Eh ada apa Bi?" tanya Viona.
"Oh in gue bikin kue. Kemarin gue dikasih tau sama Marisa katanya Dave kasih sponsor lumayan gede buat acara reuni kita, gue enggak bisa kasih apa-apa sebagai ucapan terimakasih, jadi gue bawain kue aja," ujar Bianca.
"Ih baik banget sih lo. Sini-sini kuenya gue potong kita makan sama-sama ya. Kebetulan gue bikin dimsum juga, yuk makan sama-sama," Bianca menyerahkan kue buatannya kepada Viona. Ia mengikuti Viona masuk ke dalam rumah.
Bianca dipersilahkan duduk di samping Ilona. Sementara Viona menyiapkan makanan, ia tahu mata Dave tidak pernah lepas memandangnya. Bianca tidak terlalu mempedulikan tatapan tajam yang sedari tadi Dave berikan padanya. Toh, ia tidak melakukan kesalahan apapun.
"Kesini sama siapa Bi?" tanya Viona sambil memberikan Bianca sepiring dimsum dan meletakkan sepiring kue yang Bianca berikan di atas meja.
"Sendiri Vi, naik ojek," jawab Bianca.
"Ya ampun keren banget kesini sendiri Cuma buat kasih kue doang. Emang rumah lo dimana Bi?" tanya Viona. Ia duduk di sisi lain Ilona.
"Ya lumayan lah jauh, setengah jam dari sini," jawab Bianca.
"Lumayan banget ya," ujar Viona. Bianca mengangguk maklum.
"Ilona. Kamu suka enggak kuenya?" tanya Bianca. Ia melihat Ilona baru saja mengambil kue buatannya. Brownies coklat, kue yang disukai hampir semua orang.
"Suka tante, enak banget. Ini bikin sendiri?" tanya Ilona.
"Iya bikin sendiri," ujar Bianca sambil tersenyum.
"Enak banget," ujar Ilona.
"Kamu mau tante ajarin bikinnya enggak?" tanya Bianca.
"Boleh?" tanya Ilona bersemangat.
"Boleh dong, kapan kamu mau? Nanti kerumah tante, tante ajarin bikinnya," ujar Bianca.
"Oke tante Bi," jawab Ilona.
Ilona masih berbincang dengan Bianca. Dave memandang Bianca dengan tatapan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya diinginkan Bianca? Viona sama sekali tidak menyadari tatapan Dave pada Bianca saat itu.
"Vi, enak banget dimsumnya. Makasih ya," ucap Bianca.
"Sama-sama." Jawab Viona.
"Vi, gue pulang dulu ya," ujar Bianca.
"Biar dianter sama Dave ya," ujar Viona.
"No, its oke gue sendiri aja," jawab Bianca.
"Enggak lah enggak enak. Udah Dave sana anterin," pinta Viona.
"Yuk Bi gue anterin, enggak apa-apa kok," tawar Dave.
"Yaudah kalo gitu, maaf ya jadi ngerepotin," ujar Bianca.
"Ah enggak kok, biasa aja. Yaudah gue ganti baju dulu," ujar Dave. Ia masuk ke dalam kamarnya. Perasaan Dave belum begitu tenang, ia masih menimbang-nimbang dan berfikir apa yang sebenarnya Bianca mau dengan datang kerumahnya setelah kejadian ciuman kemarin.
Dave mengganti baju dan menyikat gigi dengan cepat. Ia keluar dari kamarnya dan mendapati Bianca sedang berbincang akrab dengan Ilona. Ia tidak melihat kehadiran Viona di situ.
"Viona mana Bi?" tanya Dave.
"Tadi masuk dulu ke dalem katanya," jawab Bianca.
"Aku di sini sayang, nih aku bawain Bianca dimsum, kata dia enak, jadi aku bawain," ujar Viona. Ia memberikan sebungkus dimsum kepada Bianca.
"Ya ampun beneran deh gue jadi enggak enak Vi," ujar Bianca.
"Enggak apa-apa kok, santai," ujar Viona. Ia tersenyum kepada Bianca.
"Viona emang suka gitu, ngasih-ngasih orang mulu," ujar Dave.
"Ya sama kayak lo," jawab Bianca.
"Hahaha iya. Yaudah yuk."
Bianca dan Dave beriringan berjalan menuju ke depan rumah.
"Makasih ya Vi, gue jadi ngerepotin lo sama Dave nih," ujar Bianca.
"Sama-sama, gue kali yang ngerepotin lo, pake bawain kue segala," balas Viona.
"Enggak kok, yaudah gue duluan ya," ujar Bianca.
Bianca dan Dave berjalan ke arah mobil yang terparkir di depan rumah. Dave menempati posisi setir dan Bianca duduk di sebelahnya. Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara baik Bianca maupun Dave di dalam mobil. Hanya suara radio dari dalam mobil yang terdengar.
Dave harus berusaha mati-matian untuk menahan debaran jantungnya yang sedari tadi seperti bermain musik rock di dalam dadanya. Dave benar-benar membenci situasi ini. Ia mencintai istrinya, sangat. Tapi kenapa di samping Bianca ia merasakan debaran?
"Kenapa sih lo?" tanya Bianca. Ia seperti menangkap sinyal tidak nyaman yang diberikan oleh Dave.
"Kenapa apa?" tanya Dave.
"Lo gelisah banget duduknya?" tanya Bianca.
"Bi, lo ngapain kerumah gue tadi?" tanya Dave. Dave sedikit merutuki dirinya. Ia bukanlah orang yang bicara asal. Dave biasanya selalu berfikir berulang kali baru bicara, tapi kali ini ia tidak bisa mengontrol dirinya.
"Ya kayak yang lo liat kan, gue nganterin kue doang, trus makan sama istri lo. Kenapa emangnya?" Bianca menoleh ke arah Dave.
"Enggak apa-apa," balas Dave.
"Dave..Dave.. Lo boleh ganteng sekarang, lo boleh punya bisnis sekarang, lo boleh sukses sekarang. Tapi di hadapan perempuan tingkah lo tetep aja kayak gitu," ujar Bianca dengan nada meremehkan. Dave memandang Bianca dengan tatapan tidak suka.
"Maksud lo apa?" tanya Dave.
"Belok situ Dave, sedikit lagi sampe. Rumah gue enggak jauh kok dari rumah lo, enggak sejauh yang tadi gue bilang ke Viona," alih-alih menjawab pertanyaan Dave, Bianca malah mengalihkan pembicaraan ke arah lain.
Dave tidak membahas lagi, ia berbelok ke arah rumah yang Bianca tunjuk.
"Nah berenti, gue sekarang sewa di apartemen ini," ujarnya. Dave hanya mengangguk sebagai jawaban dari perkataan Bianca.
"Bi.." panggil Dave. Bianca yang hendak keluar dari mobilnya menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Dave.
"Ya?"
"Apa yang kita lakukan kemaren, is it a thing for you? Or just.. nothing?" tanya Dave. Wajahnya tidak memandang Bianca, ia hanya memandang lurus ke depan jalan.
"Why? Is it a thing for you?" tanya Bianca.
"Gue Cuma mau bilang kalo, gue khilaf kemaren Bi. It's just nothing. Gue punya Viona, gue punya keluarga, dan gue enggak akan hianatin mereka. Tadinya gue enggak mau bahas lagi, tapi gue harus ngomong," ujar Dave.
"Iya gue ngerti. Istri lo cantik luar dalam Dave. Dia baik banget, sama kayak lo. Anak lo juga cantik, baik, pinter lagi. Mana mungkin lah gue ngerusak keluarga yang bahagia kayak gitu," ujar Bianca. Bibir kecilnya tersenyum.
"So, no hard feeling kan," lanjut Bianca. Dave tersenyum, ia memandang Bianca.
"Its our secret ya. Our dirty little secret," ujar Dave.
"Deal," jawab Bianca. Ia keluar dari mobil Dave dengan senyum sinis pada bibirnya.