Chereads / (UN)BREAKABLE TRUST / Chapter 13 - (calon) pelakor

Chapter 13 - (calon) pelakor

"Kamu hari ini mau kemana Bi?" tanya Riska. Ia sedang merapihkan barang bawaannya. Riska bekerja di sebuah perusahaan swasta yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Biasa photoshoot tapi masih ntar sore. Aku mau di sini dulu sampe ntar siangan boleh enggak mbak? Aku mau bikin kue," pinta Bianca.

"Boleh lah. Kunci nanti taro di tempat biasa aja ya," ujar Riska.

"Sip mbak," jawab Bianca sambil mengacungkan jempol. Riska menguncir rambutnya yang tebal sebagai sentuhan terakhir. Ia berangkat menggunakan sepeda motor kesayangannya menuju ke tempatnya bekerja.

"Bi aku berangkat dulu, nanti kamu hati-hati ya!" teriak Riska dari luar rumah.

"Iya mbak!" balas Bianca.

Bianca masih duduk di meja makan sambil membuka ponselnya, mencari kira-kira kue apa yang bisa ia buat dengan bahan yang tidak sulit dicari dan pembuatannya tidak terlalu sulit. Setelah 5 menit scroll resep, Bianca tidak juga menemukan yang dirasa cocok untuk ia buat.

"Kira-kira Dave Sukanya savory atau sweet ya, kasih yang seger aja apa ya.." gumam Bianca.

"Hm kayaknya gue tau deh apa yang oke. Yaudah oke itu aja deh," ujar Bianca pada dirinya sendiri.

Alih-alih kembali mencari bahan kue pada ponselnya, ia malah membuka aplikasi chating. Nama Dave kembali ia cari. Pesannya semalam tidak ada respon, hanya dibaca saja. Tapi Bianca tidak menyerah.

"Morning. Jangan lupa sarapan. Kirim alamat kantor, mau ngirim sesuatu."

Sent.

Tanpa menunggu balasan, Bianca pergi menggunakan mobilnya. Ia pergi ke supermarket yang ada di depan komplek perumahan Riska. Bianca masuk dan membeli beberapa bahan pokok seperti beras, telur, minyak, dan masih banyak lagi.

Ini adalah kebiasaan Bianca setiap kali menginap di rumah Riska. Ia akan berbelanja dan membuatkan Riska makanan jika ia memiliki waktu luang seperti Sekarang. Riska tinggal sendirian, seringkali Riska harus membeli jika ingin makan, dan menurut Bianca itu adlaah salah satu kebiasaan yang kurang sehat.

Dulu, Bianca bahkan pernah tinggal bersama Riska dalam jangka waktu yang agak lama ketika dirinya tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki tempat tinggal. Orangtua Bianca tidak suka pada pekerjaan yang Bianca jalani, jadi ia kabur dari rumah. Sedangkan waktu itu penghasilan Bianca belum cukup untuk kontrak rumah.

Bianca terus berjalan ke arah rak-rak lain. Ia berhenti di rak Jelly. Ia mengambil beberapa Jelly. Sekitar 30 menit Bianca berbelanja. Ketika ia merasa sudah ia ambil semua yang ia butuhkan, Bianca berjalan ke kasir dan membayar belanjaannya.

Ting..

Bianca baru saja menaiki mobilnya setelah meletakkan barang-barangnya di bagasi mobil. Ia membuka ponselnya, dan sebuah nama muncul di layar notifikasi.

Dave. Bibir Bianca menyunggingkan senyum. Dave mengirimkan lokasi, hanya itu.

"Sok jual mahal padahal mau juga," ujar Bianca pada dirinya sendiri. Ia memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan kembali ke rumah Riska. Sampai rumah Riska, Bianca langsung membuat makanan yang ingin ia berikan untuk Dave. Bianca akhirnya hanya akan memberikan Jelly dingin, pasti cocok dinikmati di tengah sibuknya pekerjaan Dave.

Di tempat lain, Viona juga sedang sibuk menyiapkan berbagai kudapan untuk makan siang Dave, seperti yang biasa ia lakukan. Namun, semenjak tadi pagi, perasaannya mengatakan bahwa ia ingin mengantarkannya sendiri hari ini ke kantor Dave. Viona sampai menutup sementara toko kue onlinenya demi bisa pergi ke kantor Dave.

Viona tersenyum, ia memandang masakan yang ia sudah bawa untuk Dave. Hari ini Viona menyiapkan nasi lengkap dengan ayam kecap. Ada somay goreng plus buah naga. Nutrisi lengkap untuk Dave. Viona melihat jam, sudah pukul 11 siang. Meskipun mungkin Dave tidak makan langsung pada saat jam 12, tapi jika Viona yang datang langsung, mungkin ceritanya akan berbeda.

Viona mandi. Ia menyalakan shower mandinya. Air dingin segar membasuh kepala sampai kakinya. Pikiran Viona melayang ke kejadian tadi pagi, dimana ia melihat Dave tersenyum kecil saat melihat pesan yang ada di ponselnya.

Dari siapakah pesan itu? Apa mungkin urusan pekerjaan? Apa pernah urusan pekerjaan membuat Dave tersenyum kecil? Sepertinya tidak mungkin.

Viona mempercepat mandinya, ia harus memastikan sendiri bahwa Dave tidak macam-macam dan ini hanya perasannya saja. Setelah merasa cukup menyiapkan semuanya, Viona memanggil Pak Abdul untuk mengantarkannya ke kantor Dave.

"Pak Abdul, yuk," ujar Viona.

"Sini bu biar saya bawa," ujar Pak Abdul.

"Hari ini saya juga ikut pak ke kantor bapak," ujar Viona sambil tersenyum.

"Oh gitu baik bu, mari.."

Sementara, Bianca memandang puas jelly buatannya. Berwarna coklat, bertekstur kenyal dan berasa manis. Bianca sangat puas dengan jellynya kali ini. Ia memasukkannya ke kulkas sambil ia sendiri mandi. itu akan membuat Jelly nya semakin kenyal.

Bianca sengaja memakai sabun beraroma manis kali ini. Ia sempat membeli sabun, shampoo dan parfume kesukannya tadi di supermarket ketika berbelanja. Aroma coklat. Bianca yakin, Dave akan menyukai aromanya siang ini.

"Hm.. Dave, liat aja ya. Gue buktiin gue bisa lebih perhatian daripada istri lo," gumam Bianca sambil menyunggingkan senyum sinisnya. Bianca mempercepat mandinya, ia ingin datang ke kantor Dave tepat pada saat jam makan siang.

Setelah mandi, Bianca berdiri di depan lemari pakaiannya. Ia memilih kira-kira pakaian apa yang akan ia gunakan hari ini. Pilihannya jatuh kepada sebuah tangtop ketat berwarna hitam dengan outer berlengan pendek berwarna pink.

Bianca menggunakan makeup tipis untuk wajahnya, tidak perlu tebal-tebal karena ia tahu siang ini begitu panas. Bianca memastikan sudah membawa semua yang ia buat untuk Dave, memasukannya ke tasnya dan bersiap berangkat.

Bianca sampai di depan sebuah Gedung yang ia Yakini ini adalah Gedung kantornya Dave. Setelah mengecek maps dan memastikan bahwa ia sudah berada di alamat yang tepat, Bianca mencari parkiran

Bianca megecek jam tangannya. Waktu sudah menunjukan jam 12 kurang 5 menit, hanya 5 menit sebelum jam istirahat Dave. Bianca masuk ke dalam gedung perknatoran Dave. Ia berjalan ke arah resepsionis.

"Permisi mbak, saya mau ketemu sama Pak Devano nya ada?" tanya Bianca.

"Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya si resepsionis.

"Sudah mbak," jawab Bianca.

"Oke mbak, dengan mbak siapa namanya?" tanya si resepsionis lagi.

"Bianca," jawab Bianca santai.

"Baik mbak sebentar," ujar si resepsionis.

Si resepsionis menelpon seseorang, yang Bianca yakin itu adalah Dave.

"Iya pak, dia bilang udah ada janji, namanya Bianca. Oh oke pak kalo gitu, baik pak," si resepsionis menutup telponnya dan kembali memandang Bianca.

"Silahkan mbak, ruangan pak Dave yang paling besar ada di tengah lorong ya mbak," ujar si resepsionis sambil tangannya menunjukan jalan ke arah ruangan Dave.

"Makasih banyak ya mbak," ujar Bianca senang. Ia berjalan di lorong yang tadi ditunjukan oleh si resepsionis. Berjalan mencari sebuah ruangan yang katanya paling besar. Bianca berdiri di depan sebuah ruangan, ia melihat nama yang terpampang di depan pintu kacanya : DEVANO, OWNER.

Bianca tersenyum, ia mengetuk pintu kaca itu. Bersamaan dengan Viona yang baru saja turun dari mobil.