"Surprise!!"
Viona kaget bukan main ketika ia membuka pintu depan rumahnya. Suaminya masuk dengan sebuah buket bunga yang besar. Kumpulan bunga lily berwarna putih kesukannya diikat dengan begitu cantik. Senyum Viona melebar.
"Hari apa ini?" tanya Viona. Wajah Dave muncul dari balik buket bunga yang bahkan belum diambil oleh Viona.
"Hari kamis, kok buketnya enggak diambil?" tanya Dave. Dengan wajah malu-malu, wanita berwajah teduh itu mengambil uluran buket bunga yang diberikan Dave.
"Makasih ya sayang, tapi hari ini hari apa? Kok bawa bunga? Kayaknya annive masih lama, aku ulangtahun juga enggak," Viona dan Dave masuk ke dalam rumah, Dave merangkul pinggang istri yang sangat ia cintai.
"Hehe hari ini special karna aku mau bilang terimakasih banyak istriku," Dave memadang wajah istrinya, matanya yang selalu memancarkan rasa sayang dan bibir yang kecil membuat Dave jatuh cinta lagi dan lagi pada wanita ini. Viona membuka bibirnya kecil, ia membuat ekspresi bingung, hal itu membuat Dave tiba-tiba 'turn on'.
"Terimakasih untuk?" tanya Viona. Mereka sudah masuk ke dalam kamar mereka. Dave menutup pintu yang ada di belakangnya dan menguncinya. Memastikan tidak ada yang mengganggu kegiatannya malam ini dengan istrinya tercinta.
"Terimakasih untuk segala yang udah kamu lakukan buat aku. Terimakasih karena kamu udah buat hidup aku lengkap. Terimakasih karna kamu udah bikin hidup aku enggak berasa capek walaupun hampir setiap malem pulang diatas tengah malem. Dan terimakasih karena kamu udah temenin aku dalam keadaan susah maupun seneng," ujar Dave sambil tersenyum lebar.
"Aku bener-bener enggak tahu gimana jadinya kalo aku enggak ketemu kamu di hidup aku. Mungkin sekarang aku Cuma jadi laki-laki yang enggak punya arah. Enggak punya tujuan hidup. Aku bener-bener bersyukur karna Tuhan mempertemukan kita," ujar Dave. Viona tersenyum mendengar ucapan Dave.
Meski sudah ribuan kali Viona mendengar kata-kata itu, tetap saja ia tahu bahwa Dave mengucapkannya dengan tulus.
Dave mengambil buket bunga yang dipegang Viona, meletakkannya di atas meja rias. Dave mendekatkan diri kepada Viona, mendaratkan bibirnya diatas bibir Viona. Semua rasa terimakasih Dave ia tumpahkan dalam kecupannya. Seakan menerima semua pesan yang Dave sampaikan, Viona tidak melawan sama sekali.
Ia hanya mengikuti permainan apa yang akan Dave mainkan malam ini. Viona sudah siap menjadi apapun yang Dave inginkan malam ini. Suaminya. Suaminya seorang. Devano Surendra. Hanya miliknya seorang.
"Sayang, bangun.." suara Dave menyadarkan Viona. Tubuhnya terasa begitu sakit, ia merasa lelah bukan main. Viona membuka matanya dan melihat suaminya yang baru selesai mandi. Terlihat dari rambut yang masih basah dan harum shampoo, juga handuk yang melilit pinggangnya. Viona menyunggingkan senyum nakal melihat ke arah bawah pinggang Dave.
"Heh liatin apa kamuuu," seloroh Dave. Bukan menjawab, Viona tetap senyum-senyum.
"Sayang plis aku mau kerja, jangan kamu bikin aku harus mandi 2 kali," ujar Dave.
"Hahahahhaha," Viona terbahak-bahak melihat wajah polos suaminya. Viona mengakui bahwa Dave benar-benar laki-laki baik. Ia tidak pernah ada niat untuk mempermainkan wanita atau merendahkan wanita. Dan hal itu benar-benar terbukti dari cara Dave memperlakukan Viona.
"Kok kamu ketawa, yaudah aku berangkat kerja dulu ya. Kamu baik-baik di rumah ya, jangan terlalu capek nanti kalo kamu sakit, aku jadi sedih," ujar Dave sambil memakai pakaian kerjanya. Ia mengancingkan kemeja hitam panjangnya yang ia gulung sampai ke siku. Dave jarang sekali memakai pakaian warna terang karena kadang ia harus mengecek bagian produksi yang penuh dengan debu dan tinta print, jadi aman memakai pakaian warna gelap.
"Kenapa sih kamu lebay banget," ujar Viona. Ia membantu suaminya mengancingkan kemejanya. Dave tidak memakai dasi seperti kebanyakan laki-laki sukses di novel yang Viona baca. Suatu hari ia pernah bertanya kepada Dave.
"Kamu kok enggak pake dasi sih?"
Dan Dave malah menjawab, "Ya ampun emangnya aku boss besar apa, hahaha," padahal memang perusahaan yang sekarang sedang ia jalani adalah perusahaan yang ia bangun sendiri.
"Hahaha, oh iya weekend ini temen-temen SMA ku ngadain reunian, kamu ikut ya," ujar Dave membuyarkan lamunan Viona dari perkara dasi.
"Emang yang lain pada bawa istrinya? Kalo pada enggak bawa istrinya, kamu sendiri aja lah. Enggak usah sama aku. Kan enggak enak," ujar Viona.
"Enggak, aku mau kamu sama Ilona ikut. Oke?"
"Kenapa?" tanya Viona.
"Ya karena aku mau kasih lihat ke seluruh dunia kalo aku punya istri yang cantik, anggun, pinter dan hebat. Juga anak yang enggak kalah cantik, pinter dan baik," ujar Dave.
"Emang paling bisa kamu mah," ujar Viona.
"Yaudah ayuk turun, Ilona pasti udah ada di bawah," ujar Viona. Dave mengangguk. Mereka berdua keluar dari kamar dan turun menuju ke meja makan. Benar dugaan Viona, Ilona sudah menunggu dengan sepiring nasi goreng buatan Intan, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Viona.
"Morning sayang," sapa Dave.
"Morning Pa.. Morning Ma.." jawab Ilona.
"Jadi, apa jadwal kamu hari ini?" tanya Dave.
"Sekolah, pulangnya aku harus les gitar, abis les gitar aku les English. Sampe rumah kira-kira jam 8 karena setelah les English aku mau makan dulu sama temen-temen," jawab Ilona.
"Kamu jangan sampe kecapean ya, kalo emang capak pulang aja," ujar Dave pada
"Tenang aja Pah, energi aku itu banyak banget. Aku bahkan masih punya energi full setelah seharian ngerjain ini itu," ujar Ilona. Dave mencubit hidung Ilona.
"Yeee jangan anggap remeh ah. Pokoknya kalo kamu capek, kamu harus istirahat, enggak boleh dipaksa. Ngerti?" tanya Dave.
"Iyaaa Papaaahh. Yaudah ah aku mau berangkat dulu ya. See you Pah.. Mah.." Ilona melambaikan tangan kepada Dave dan Viona.
"Bye cantik," ujar Viona.
"Bye princess.." ujar Dave.
Ilona pergi bersama Pak Abdul, supir yang khusus dipekerjakan untuk mengantarkan Ilona kemana-mana. Sedangkan Dave biasa dengan Pak Supri, driver mereka yang satunya lagi.
Kring..
Suara ponsel Dave mengalihkan suasana sarapan yang sedang berlangsung pagi ini di rumah Dave. Nama Marisa terpampang di sana.
"Hei Mar.." sapa Dave. Ilona melirik kea rah Dave, menerima telpon diluar jam kerja sudah bukan merupakan hal baru bagi Dave, pekerjaan Dave yang sering menuntut Dave untuk selalu ready.
"Sorry ganggu pagi-pagi ya Dave. Mau ngabarin aja kalo reunian nya jadi sabtu ini ya," ujar Marisa.
"Oh oke Mar," ujar Dave.
"Oh iya salam dari anak-anak katanya terimakasih. Gue udah bilang sponsor nya dari lo," ujar Marisa.
"Hahaha oke Mar. Gue ajak istri sama anak gue ya," ujar Dave.
"Oh lo udah punya istri sama anak? Wah kayaknya banyak yang bakalan patah hati nih kalo lo bawa istri sama anak kesana," goda Marisa.
"Maksudnya?" tanya Dave.