Chereads / (UN)BREAKABLE TRUST / Chapter 1 - SI FAMILY MAN

(UN)BREAKABLE TRUST

sukanulisajaa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - SI FAMILY MAN

"Halo Dave!" sapa Marisa, teman sekolahnya di seberang telpon.

"Hai Marisa! Apa kabar?" balas Dave.

"Baik gue baik. Lo gimana?" tanya Marisa.

"Luar biasa!" seru Dave sambil memutar kursi nya. Ia berdiri menghadap keluar jendela di ruang kerjanya yang rapih dan serba tertata dengan baik.

"Lo masih selalu ramah ya Dave hahaha, gue mau ngajakin lo ikut nih ke acara reuian temen-temen SMA kita," ajak Marisa.

"Wah boleh tuh, sejak lulus kan kita semua belum ada yang pernah ngumpul lagi. Ayuk kapan nih?" tanya Dave bersemangat.

"Rencananya sih weekend ini Dave, ada biayanya enggak apa-apa kan? Soalnya kita enggak ada sponsor jadi ya acaranya kita sendiri yang biayain," jelas Marisa.

"Bolehhh enggak apa-apa Mar," jawab Dave ramah.

"Okeee, untuk satu orang seratus ribu ya Dave. Kalo lo bawa istri sama anak jadinya tiga ratus ribu. Kalo mau sendiri ya seratus ribu hehee," ujar Marisa.

"Oke kirim nomer rekening nya ya, langsung gue transfer," jawab Dave.

"Oke tengkyu Dave," Marisa memtus sambungan telponnya dengan Dave.

Ting..

Suara pesan masuk di ponsel Dave. Marisa mengiriminya sederet nomor rekening. Dave langsung membuka mobile banking dan mengetikkan nominal. Setelah berhasil mentransfer sejumlah dana, Dave mengirimkan bukti transfer kepada Marisa.

Ting..

Tidak sampai 1 menit setelah menerima bukti transfer, Marisa sudah membalas pesan dari Dave.

'DAVE GILA LO INI BANYAK BANGET. GUE BILANG SERATUS RIBU SATU ORANG KENAPA LO TRANSFER 5JUTA?'

Dave tertawa kecil melihat isi pesan Marisa. Marisa tidak berubah, tetap temannya yang ekspresif dan suka ceplas ceplos.

'Buat rame-rame. Bikin yang seru ya acanya'

Sent.

Dave meletakkan ponselnya secara acak di meja kerjanya. Ia kembali focus pada laptopnya, hari ini banyak sekali barang yang ia janjikan pada klien yang harus dikirim.

Kring..

"Halo.." Dave menjawab telpon yang ada di samping nya dalam sekali dering.

"Ya? Oh oke bawa sini semua berkasnya. Ranti, jangan lupa kamu suruh Yanto untuk cek semua barang yang harus dikirim hari ini ya. Karena saya sudah janji hari ini dikirim jadi jangan sampai telat," ujar Dave. Setelah menerima jawaban Ranti, sekertarisnya, Dave meletakkan kembali gagang telponnya.

Ranti masuk membawa berbagai berkas yang harus ditandatangi oleh Dave.

"Duduk Ranti," ujar Dave. Ranti duduk di hadapan Dave. Ia meletakkan berkas di hadapannya. Ranti menggeser tumpukan berkas itu sedikit ke samping hingga di hadapannya ada space. Ia mengambil map pertama.

"Ini dari Pak Burhan pak, beliau minta dibuatkan agenda perusahaan sebanyak 500 eksemplar. Untuk harga produksi sudah dihitung oleh bagian produksi, dan sudah dinaikkan 50% oleh marketing," jelas Ranti.

"Turunin jadi 40%," jawab Dave sambil tetap focus pada laptopnya.

"Oke baik," Ranti mencoret-coret kertas yang ada dihadapannya. Ia meletakkan map yang barusan di sebelah kiri dan mengambil lagi map yang ada di sebelah kanan. Ia terus menjelaskan satu persatu pekerjaan yang akan masuk, Dave akan memberi koreksi jika diperlukan.

"Oke pak itu 10 klien yang hari ini masuk," ujar Ranti sambil menutup map terakhir yang ia jelaskan pada Dave.

"Oke Ranti, you did a great job," ujar Dave sambil tersenyum lebar.

"Terimakasih pak. Pak, boleh saya tanya?" tanya Ranti.

"Sure, mau tanya apa?" jawab Dave sambil menampilkan senyum ramahnya. Wajahnya yang hangat dan ramah, matanya yang selalu menatap lawan bicaranya dengan intens, membuat siapa saja akan tersihir jika berbicara dengannya.

"Kenapa sih kita enggak ambil untung lebih gede pak? Klien bapak setiap hari bertambah dan klien lama pun selalu repeat order. Mereka enggak pernah nawar sama sekali kalo kita kasih penawaran. Saya yakin mereka tetep akan order kalo harga kita samain sama competitor kita pak. Competitor kita hargaya tinggi loh pak, jadi margin nya lebih gede juga," ujar Ranti.

Dave tersenyum, ia menjawab dengan pasti.

"Rani, apa yang kamu tanyakan itu udah ada jawabannya dari pertanyaan kamu. Kenapa saya enggak naikin harga tinggi ya karena saya mau klien saya repeat order. Kita enggak tahu selama ini mereka repeat order karna kita baik, atau karna harga murah. Lagipula, saya bangun bisnis kayak gini bukan hanya cari uang, tapi juga membangun koneksi, kalo punya banyak koneksi, itu akan sangat menguntungkan untuk bisnis dalam jangka panjang," jelas Dave.

"Ohh gitu ya pak. Tapi pak.."

Suara ringtone dari ponsel Dave menghentikan pertanyaan yang akan Rani lontarkan.

"Istri saya telpon, kalo masih ada yang mau kamu bicarakan, kita bicarakan nanti ya," ujar Dave.

"Oh iya saya sudah selesai kok pak," ujar Rani. Ia undur diri untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, Dave tersenyum dan mengangguk.

"Halo sayang," ujar Dave menjawab telpon dari istrinya, Viona.

"Halo sayang, aku tadi udah suruh Pak Timan bawain makan siang ya," ujar Viona.

"Kamu selalu aja repot-repot. Emangnya ngurus Ilona sama bisnis kamu di rumah masih kurang repot apa sampe kamu selalu bawain aku makan siang?" tanya Dave.

"Aku harus pastiin kalo kamu enggak lupa makan aja. Soalnya kamu kalo kerja suka lupa makan," ujar Viona.

"Hehehehe makasih ya sayang," ujar Dave tulus.

"Sama-sama sayang. Yaudah ya aku masih urus pesenan dulu nih. Bye sayang, have a nice day," ujar Viona.

"Have a nice day too," Dave mematikan sambungan telponnya. Ia memandang ke arah ujung mejanya dimana terdapat fotonya bersama istri dan anaknya.

"Kalian itu yang bikin aku semangat, kalo enggak ada kalian udah pasti aku hancur sekarang. Terimakasih Viona, terimakasih Illona," sudah bukan hal baru bagi Dave untuk memandangi foto keluarga kecilnya dengan penuh rasa syukur. Ia tidak pernah membayangkan bagaimana hidupnya jika saat itu ia tidak bertemu dan menikah dengan Viona.

Ting..

Suara dentingan ponsel menyadarkannya. Dave memandang ke arah jam dinding, sudah pukul 5 sore ternyata. Makanan yang tadi Viona bilang sudah bertengger di mejanya sejak jam 1 siang tadi. Dave menarik nafas, Viona benar, jika saja ia tidak rajin mengiriminya makan siang, sudah pasti ia lupa untuk makan bisa sampai malam.

Dave membuka kotak makan yang diberikan oleh Viona. Ada secarik kertas di dekatnya.

'Suamiku Devano tercinta, jangan lupa makan. Aku tau kamu pasti makan ini tetep aja sore atau malam walaupun aku udah bawainnya siang. Yang penting jangan lupa makan oke. Love you laki-laki baik'

Dave tersenyum melihat surat yang ditulis sendiri oleh Viona dengan tulisan tangan tersebut. Dave menikmati makanan dengan lahap. Ia menikmati setiap rasa cinta yang diberikan oleh Viona ketika membuat makanan ini. Dave bisa membayangkan dengan pekerjaan Viona mengurus pesanan kue di rumah, belum lagi harus mengurus anaknya yang berusia 10 tahun, Viona tetap menyempatkan dirinya untuk sekedar membuatkan bekal untuknya.

Dave selesai menyantap makanannya, ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi sebuah nomor.

"Halo.. Pak, iya maaf mengganggu ya pak. Saya minta tolong.. Iya.. Bener banget. Oke makasih ya pak.."