"Lebih cepat lebih baik mas. Lagian kalian gamau keluarga ini susah terus kan?" semua terdiam. Memang benar mereka tidak ingin dalam keadaan sulit seperti ini, tapi apakah harus bekerja diluar negeri menjadi solusinya. Jauh dari orang tua jauh dari keluarga.
Ya sudah, mau bagaimana lagi ? mau melarang Ibu Tina juga sudah tidak bisa. Malah ngotot dengan keinginannya sendiri. Ini namanya bukan meminta izin, lebih tepatnya memberi informasi. Jadi di izinkan atau tidak, Ibu Tina akan tetap berangkat.
Pak Yuan menatap Vanda anaknya yang sedang berada di gendongannya. Menatapnya dengan belas asih, betapa tega Ibunya meninggalkan anak bayinya yang masih berumur 6 bulan itu.
Yang kuat ya nakk, Bapak yang akan ngerawat kamu pas Ibuk dah berangkat ke Singapura ya, ucap Pak Yuan dalam hati. Melihat wajah anaknya membuat hatinya teriris.
Kakung yang berada di sebelah Pak Yuan pun sadar jika sekarang Pak Yuan sedang bingung memikirkan nasib anaknya. Menepuk pelan Pundak Pak Yuan, seketika orangnya langsung menoleh ke samping kiri.
Mengangguk memberi semangat menantunya itu. Dari tatapan Kakung Man seolah olah berbicara, "Yang sabar ya Wan, kita rawat Vanda bareng bareng."
"Yauda gapapa, siapin semua barang barangmu. Sekarang uda malem, kasian Vanda pasti ngantuk," alih alih Nenek Khom. Padahal sebenernya Nenek Khom hanya menutupi perasaanya yang saat ini campur aduk.
"Tina Pak," rintihan Nenek Khom dengan nada bergetar. Ia tahu perasaan istrinya saat ini, ini kali pertamanya mereka berpisah dengan Ibu Tina. Jadi akan sangat maklum jika Nenek Khom menangisi kepergian anaknya bekerja ke luar negeri.
"Sssttt, uda gapapa. Biarin Tina berangkat ke luar negeri, doakan terus saja dia," ucap Kakung Karman berusaha menenangkan istrinya.
"Iya gapapa Buk, Tina juga udah gede pasti tau gimana jaga dirinya sendiri. Bagiku sekarang yang penting mengurus Vanda menjadi anak yang baik," mendengar ucapan menantunya itu, Nenek Khom mulai mendongakkan kepalanya.
Melihat bola mata Vanda yang kebingungan melihat kesana kemari karena saking banyaknya orang yang lalu lalang, membuat hati Nenek Khom sedikit terhibur dan melupakan sejenak pikirannya tentang keberangkatan anaknya.
"Sinii biar Ibuk yang gendong Vanda," minta Nenek Khom seraya menghapus bekas air matanya yang masih menggelinang di bawah kelopak matanya. Pak Yuan menyerahkan tubuh Vanda ke dalam pangkuan Nenek Khom. Di situ Vanda tiba tiba tersenyum memperlihatkan giginya yang masih dalam pertumbuhan.
"Ututu cucunya nenek ketawa," disitu Nenek Khom bisa tersenyum kembali melihat cucu satu satunya.
Kakung Karman dan Pak Yuan saling melirik, syukurlah keberadaan Vanda bisa menghibur hati neneknya. Mereka sudah sangat lega melihatnya.
"Saatnya ngopi kembali," dengan santai menyeruput kembali kopinya menikmati pandangan disore hari.
Pak Yuan tahu kejadian sore kemarin karena dia diceritakan oleh Nenek Khom ketika sudah pulang bekerja. Mendengar ceritanya membuat Pak Yuan geleng geleng kepala melihat mertuany ini sangat keras kepala.
Tapi Pak Yuan bersyukur bisa tinggal dengan mertuanya walaupun sederhana seperti ini. Terlebih lagi ada Vanda yang bisa menjadi hiburan keluarga ini. Pak Yuan berjanji akan membesarkan Vanda dengan sangat amat baik dan menyekolahkan Vanda sampai Pendidikan yang tinggi.
Hari berganti menjadi bulan, keluarga Vanda menjalani semua kegiatan seperti biasanya. Kini Vanda sudah berumur 2 tahun setengah. Sudah bisa berjalan dan berbicara meskipun masih terbata bata.
Dulu sewaktu Vanda masih umur jalan 1,5 tahun, dia sudah tidak mau di dudukkan lagi. Ketika di dudukkan selalu berontak menangis ingin berdiri. Padahal kakinya masih belum kuat untuk menopang tubuhnya sendiri.
Akhirnya Kakung Karman membuatkan kayu yang membentuk huruf T lalu di tancapkan di tanah. Itu bisa membantu Vanda agar bisa belajar jalan dengan memegang kayunya dan memutari tancapan kayu tersebut. Tapi tak luput dari pantauan Kakek Neneknya yang selalu berada di dekatnya jika Vanda seperti terlihat oleng agar bisa lebih gesit menangkapnya supaya tidak terjatuh.
"Seneng ya Pak ngeliat Vanda bisa belajar jalan," ucap Nenek Khom yang terus mengawasi Gerakan Vanda.
"Iya Buk, apalagi perkembangannya sangat cepat," jawab Kakung Karman dengan senyum tipis.
"Ya semoga saja anak saya tidak seperti yang Ibu Ibu bicarakan. Yaudah kalo gitu saya pamit dulu ya Buk, kasian Yuan sama Pak Karman kalo mereka udah kelaparan," pamit Nenek Khom buru buru. Sebenarnya itu hanya alibi Nenek Khom saja, padahal dia buru buru pamit karena takut pikirannya semakin khawatir jika terus mendengarkan apa yang Ibu Ibu tadi bicarakan.
Apalagi jika sampai darah tinggi bisa bisa malah merepotkan orang rumah hanya karena omongan orang orang yang belum tentu kebenarannya.
Sampai rumah, Nenek Khom langsung buru buru meletakkan sayuran di atas meja dapur dan langsung mencari dimana letak teko minum. Meminumnya seperti orang abis lari marathon.
"Buk, kenapa Buk?" tanya Yuan yang melihat Nenek Khom seperti aneh dari mulai masuk rumah tadi. Sampai sampai tidak melihatnya menggendong Vanda bersama Kakung Karman duduk di kursi depan.
"Eh, Ibuk gapapa Wan," jawabnya gelagapan, Nenek Khom tidak mau membuat menantunya tahu apa yang Ibu Ibu tadi katakana, takut membuatnya ikut kepikiran sepertinya.
"Oiya Vanda dimana?" sambal celingukan mencari cucunya.
"Lagi di teras sama Bapak," sebenarnya Pak Yuan sedikit tidak percaya dengan jawaban Nenek Khom. Tapia pa boleh buat, dia tidak mau mencampuri urusan orang tua terlebih lagi itu mertuanya.
Matanya perlahan lahan mulai terpejam, dengkuran halus mulai terdengar. Tak selang beberapa lama, ada suara langkah kaki dari luar kamar menuju pintu kamar Ibu Tina. Entah dari mana orang itu tau pin kamarnya Ibu Tina.
Memencet tombolnya satu persatu, dan kini kamar Bu Tina telah terbuka. Terlihat Ibu Tina sudah terlelap dalam mimpinya, Kasur yang menyelimuti tubuhnya sudah acak acakan. Pakaian tipis yang tadi dia kenakan terlihat sedikit naik ke atas perutnya.
Orang yang tadi membuka pintu kamar Ibu Tina, ketika melihat posisi tidur Ibu Tina sekarang itupun menyunggingkan senyum.
Perlahan orang itu mengunci lagi pintunya, menguncinya dari dalam sehingga tidak ada orang yang bisa membukanya dari luar.
"Enghhhh… ," Ibu Tina berganti posisi, kini selimutnya sudah benar benar tidak menutupi tubuhnya lagi. Tubuhnya terekspos lebih jelas, apalagi tidak memakai pakaian dalam, hanya sebuah kain tipis yang menerawang.
Orang itu menoleh ketika mendengar lenguhan dari Ibu Tina, merasa was was takut Ibu Tina terbangun. Ternyata hanya pindah posisi saja, perasaanya lega melihat itu.
"Tanya aja sndiri sama istri Bapak," langsung kembali lagi ke kamarnya tanpa niat membantu Ibunya yang sedang pingsan.
"Ya Allah," akhirnya Kakek Man mengangkat badan Nenek Khom sendirian dan menggendongnya ke arah kasur.
Kejadian itu tidak pernah Nenek Khom lupakan sampai saat ini. Sekarang dia harus kuat demi merawat Vanda, kasian jika di telantarkan oleh Ibu Tina begitu saja. Nenek Khom harus sehat terus, seenggaknya sampai Vanda tamat SMA nanti baru bisa lega.
Beberapa tahun kemudian, usia Vanda kini 4 tahun. Kehidupan Vanda terus berlanjut. Dan dia sekarang sudah sekolah paud di Sunan Pandanaran. Sekolah selalu antar jemput oleh Nenek Khom.
"Vanda mau sekolah dulu ya Nek," pamit Vanda kecil dan menyalimi Nenek Khom dengan tangan mungilnya. Seragam sekolahnya yang kecil membuatnya sangat lucu ketika berjalan. Memakai tas barbie warna pink kesukaannya.
"Iya anak cantikk. Belajar yang pinter ya," mengelus kepala Vanda yang mengenakan kerudung sekolah.
"Nenek tunggu di depan okeyy," tersenyum hangat kepada cucunya yang kini sudah mulai sekolah.
Vanda melambaikan tangnnya dan segera berlari memasuki kelas yang sudah ramai banyak anak lain yang berdatangan. Nenek Khom menegakkan tubuhnya, tersenyum melihat perkembangan Vanda yang cukup bagus.