Sudah larut malam, tetapi Ibu Tina tak kunjung pulang juga. Di dalam rumah, Pak Yuan sedang bermain dengan Vanda.
"Baaaa!!" Vanda cekikikan melihat wajah Bapaknya tersebut. Mereka berdua hanya bisa bermain dan bercandaan seperti ini malam hari saja. Karena Pak Yuan harus bekerja demi Vanda bisa meminum susu untuk gizinya.
Tiba tiba saja Ibu Tina masuk rumah tanpa salam tanpa omongan.
"Loh Tin, kamu dari mana kok seharian ga pulang?" tanya Nenek Khom yang langsung berdiri melihat anaknya pulang. Tetapi Ibu Tina tidak langsung masuk kamar dan menjawab, "Bukan urusanmu."
Nenek Khom tidak menyerah, dia menyusul anaknya ke kamar. "Jawab Ibuk dulu kammu dari mana Tina!".
"Aku kan dah bilang itu bukan urusan Ibuk! awass!"
Lagi lagi dan lagi Nenek Khom di jorokin ke belakang. Pak Yuan yang melihatnya langsung berdiri dan berlari ke arah Nenek Khom untuk membantunya berdiri.
"Uda Buk biarin aja, ada yang sakit ga Buk?"
"Punggung Ibuk sakit," keluhnya dengan meringis merasakan punggungnya sakit lagi.
"Nenek tunggu di depan okeyy," tersenyum hangat kepada cucunya yang kini sudah mulai sekolah.
Vanda melambaikan tangnnya dan segera berlari memasuki kelas yang sudah ramai banyak anak lain yang berdatangan. Nenek Khom menegakkan tubuhnya, tersenyum melihat perkembangan Vanda yang cukup bagus.
"Semoga kamu bisa menghargai orang lain ya Nda," Nenek Khom berbisik lirih pada dirinya sendiri.
Kalau kalian bertanya tanya dimana Ibu Tina, dia ada di luar negeri. Iya, Ibu Tina sekarang sudah berada di Singapura. Mungkin sudah beberapa minggu lalu keberangkatannya. Dia ijin ke luar negeri dengan alasan ingin bekerja mencukupi kebutuhan Vanda.
"Buk Pak, sekarang kan Vanda dah mulai gede. Kebutuhannya juga pasti tambah banyak banget. Aku takut Mas Yuan kewalahan kerja sendirian nyari uang buat nyukupin kebutuhan Vanda," kini mereka semua sedang kumpul di ruang keluarga. Mereka sedang mendengarkan apa yang Ibu Tina ucapkan.
"Maka dari itu Tina pengen kerja di Singapura biar ngebantu Mas Yuan ngeringanin bebannya, kira kira boleh kan?" Nenek Khom dan Kakek Man saling melirik. Mereka bingung kenapa tiba tiba anaknya ingin bekerja, padahal dulu tidak sudi sama sekali untuk bekerja.
"Kamu gamau pikir pikir lagi sama keputusanmu?" akhirnya Pak Yuan bertanya memastikan lagi benar atau tidaknya.
"Apanya yang dipikir? orang udah fix tinggal berangkat doang," jawaban Ibu Tina sudah sangat jelas jika dia tidak ingin merubah keputusannya.
"Meskipun mas larang juga aku bakal tetep berangkat," Pak Yuan tidak melanjutkan lagi obrolannya, karena pikirannya sudah membuatnya pusing.
Di kamarnya, Nenek Khom dan Kakung Man juga masih belum bisa tertidur juga setelah obrolan tadi.
"Ikhlas ga Kung kamu Tina ijin tadi?" tanya Nenek Khom lirih, takut mengganggu tidur Vanda.
"Mau ikhlas atau engga apa bisa ngerubah keputusan Tina?"
"Kamu kan tau sendiri Tina gimana, kalau dia sudah ngambil keputusan tidak akan bisa di ganggu gugat," Kakung Man sudah hafal betul bagaimana sifat anaknya.
"Yang penting kita fokus ke Vanda aja."
Nenek Khom juga setuju dengan omongan Kakung Man barusan. Tapi pikirannya terus menerus membayangkan yang tidak tidak buat kedepannya nanti.
Melihat bola mata Vanda yang kebingungan melihat kesana kemari karena saking banyaknya orang yang lalu lalang, membuat hati Nenek Khom sedikit terhibur dan melupakan sejenak pikirannya tentang keberangkatan anaknya.
"Sinii biar Ibuk yang gendong Vanda," minta Nenek Khom seraya menghapus bekas air matanya yang masih menggelinang di bawah kelopak matanya. Pak Yuan menyerahkan tubuh Vanda ke dalam pangkuan Nenek Khom. Di situ Vanda tiba tiba tersenyum memperlihatkan giginya yang masih dalam pertumbuhan.
"Ututu cucunya nenek ketawa," disitu Nenek Khom bisa tersenyum kembali melihat cucu satu satunya.
Kakung Karman dan Pak Yuan saling melirik, syukurlah keberadaan Vanda bisa menghibur hati neneknya. Mereka sudah sangat lega melihatnya.
"Buk, ayo pulang sekarang. Udah mulai mendung gelap banget, takutnya nanti kehujanan di jalan kasihan Vanda bisa sakit," mata mertuanya langsung melihat ke arah langit untuk memastikan, dan ternyata memang benar. Kini langit sudah hitam pekat di atas sana.
"Ayo kita pulang sekarang," Nenek Khom berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya menuju taxi yang sudah ada di sekitaran bandara.
Hujan rintik kecil turun dari langit membasahi jalanan. Banyak orang yang lari kocar kacir untuk menghindari hujan. Bahkan ada juga yang meneduh di depan ruko ruko toko. Suasana tampak hening, hanya tersisa suara rintikan hujan yang kian menjadi deras.
Angin kencang membuat dahan dahan pohon meliak liuk kesana kemari. Suasana ini sangat mendukung perasaan keluarga Vanda saat ini.
Di dalam rumah, Vanda sedang di baringkan di kamar sembari menyedot sebotol susu. Di sampingnya ada Nenek Khom yang selalu menemani Vanda.
"Gapapa Pak, lagian pake alat ini juga sudah bikin Vanda seneng. Liat cucu kita, dari tadi ga berhenti ketawa," Nenek Khom tersenyum melihat cucunya itu.
Kakung Karman mendongakkan penglihatannya, dan benar cucunya memang sudah sangat senang meski hanya memakai kayu yang dia tancapkan. Perasaanya perlahan lahan kembali membaik.
Sudah berbulan bulan Ibu Tina tidak memberi kabar apapun tentang dirinya disana. Bahkan orang rumah pun tidak ada yang bisa menghubunginya sekarang. Ketika di telepon selalu operator yang berbunyi, "Nomor yang anda tuju tidak aktif."
Bahkan tidak mengirim uang sama sekali kepada orang tuanya.
"Aku mengharap uangmu nduk, hanya saja Ibuk nunggu kabarmu," rintihan Nenek Khom yang sedikit kecewa karena anaknya tidak bisa di hubungin beberapa bulan ini.
Orang rumah tidak mengharapkan uang Ibu Tine sepeserpun, mereka tidak apa apa hidup sederhana seperti ini. Asal mereka tau bagaimana kabar anaknya yang ada di negeri tetangga.
"Coba hubungin terus Wan, Ibu kangen sama Tina," wajahnya yang sudah tua di penuhi tetesan air mata yang mengalir dari kelopak matanya. Menyekanya terus menerus tetapi sia sia.
"Iya Buk, ini dari tadi Yuan udah coba," Pak Yuan terus menekan nomor telepon istrinya itu, berharap di angkat karena kasian melihat wajah Ibu mertuanya seperti menahan rasa rindu pada anaknya yang sudah lama tidak ada kabar.
Semua berjalan menuju kamar untuk membaringkan Vanda. Entah kenapa Vanda menangis terus menerus padahal sudah di kompres, bahkan di kasih susu pun hanya di singkirkan dengan tangannya yang mungil.
"Coba besok bawa ke bidan hariati aja Buk," saran Pak Yuan yang semenjak tadi tak berhenti khawatir dengan putrinya.
"Tapi sekarang gada kabar sama sekali tentang ibukmu."
"Semoga saja Ibukmu bisa cepet pulang ya nduk biar kita semua bisa kumpul bareng lagi," Nenek Khom menyeka air matanya yang tak terasa sudah menetes.
"Biar bisa ngeliat kamu sudah mulai bisa jalan. Nenek sayang banget sama Ibukmu nduk," Nenek Khom kali ini memang benar benar kangen sekali dengan Ibu Tina.
"Firasat Nenek ga enak nduk, semoga saja Ibukmu baik baik aja ya," memang benar, sedari tadi Nenek Khom terlihat gelisah seperti ada sesuatu yang terjadi.