Lazimnya seorang anak kecil akan tumbuh berkembang dengab orang tua tercinta. Menghabiskan hari dengan penuh kasih sayang orang tua.
semena mena dengan menantunya. Mau anak atau menantu, jika salah pasti nenek akan tegur.
"Apaan ini cuman dua puluh dua ribu!" protesnya marah setelah melihat uang yang di saku suaminya hanya segitu.
"Ini mah cuman buat beli bakso dah abis," tambahnya yang masih tidak terima melihat hasil uangnya.
Bergerak melangkahkan kakinya untuk memotong dan membersihkan ikan. Dengan cepat dan bersih, Tante Sur segera menyelesaikan memasaknya karena Yuan pasti sudah tidak sabar ingin memakannya.
Masa kecil Pak Yuan hanya diisi dengan kesedarhanaan, mau tidak mau dia harus menerima apapun yang sudah di takdirkan dalam hidupnya. Tidak akan pernah lupa bagaimana orang tuanya yang tega meninggalkannya dan dititipkan ke Tante Sur.
"Sshhhh… ." Nenek Khom terhuyung ke belakang menubruk pintu dengan sedikit keras.
Ibu Tina hanya menatap Ibu kandungnya itu dengan tatapan tidak peduli. Langsung saja berlalu melewati Nenek Khom yang masih terduduk kesakitan tanpa mempunyai rasa bersalah.
Nenek Khom tidak perduli dengan sikap anaknya yang tidak peduli dengannya saat ini, hanya saja punggungnya saat ini terasa sangat sakit. Ingin berdiri pun rasanya tidak bisa.
"Tanya aja sndiri sama istri Bapak," langsung kembali lagi ke kamarnya tanpa niat membantu Ibunya yang sedang pingsan.
"Ya Allah," akhirnya Kakek Man mengangkat badan Nenek Khom sendirian dan menggendongnya ke arah kasur.
"Yang penting kita fokus ke Vanda aja."
Nenek Khom juga setuju dengan omongan Kakung Man barusan. Tapi pikirannya terus menerus membayangkan yang tidak tidak buat kedepannya nanti.
Kakung Karman memegang erat pundak istrinya untuk menguatkan hatinya. Menyuruhnya duduk di dekat mereka berdiri sekarang.
"Tina Pak," rintihan Nenek Khom dengan nada bergetar. Ia tahu perasaan istrinya saat ini, ini kali pertamanya mereka berpisah dengan Ibu Tina. Jadi akan sangat maklum jika Nenek Khom menangisi kepergian anaknya bekerja ke luar negeri.
"Sssttt, uda gapapa. Biarin Tina berangkat ke luar negeri, doakan terus saja dia," ucap Kakung Karman berusaha menenangkan istrinya.
Vanda seperti terlihat oleng agar bisa lebih gesit menangkapnya supaya tidak terjatuh.
"Seneng ya Pak ngeliat Vanda bisa belajar jalan," ucap Nenek Khom yang terus mengawasi Gerakan Vanda.
"Iya Buk, apalagi perkembangannya sangat cepat," jawab Kakung Karman dengan senyum tipis.
"Tapi maaf ya Buk, Bapak cumin bisa buatin Vanda alat ini. Bapak ga punya uang buat beli alat yang buat jalan anak kecil itu," wajah Kakung Karman kini sedikit sedih. Tatapannya menunduk, dia merasa dirinya tidak berguna sebagai lelaki karena belum bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Gapapa Pak, lagian pake alat ini juga sudah bikin Vanda seneng. Liat cucu kita, dari tadi ga berhenti ketawa," Nenek Khom tersenyum melihat cucunya itu.
Di luar negeri, tepatnya di Singapura, Ibu Tina sedang liburan bersama teman temannya dan kini mereka menginap di hotel.
"Gimana tadi gaes? seru ga?" tanya seorang temannya bernama Rani.
"Seru banget woyy gilaa! apalagi triple date gini," sahut temannya lagi yang bernama Jihan.
"Gimana kalo lo Tin? seru kan ama cowo itu," tanya Rani.
"Ya seru lah, malah tambah lengket tuh sama William," goda Jihan.
Ternyata Ibu Tina sudah menyiapkan semuanya sejak lama, jadi malam ini hanya meminta izin pergi ke Singapuranya. Mau di beri izin atau tidak sudah pasti Ibu Tina tetap akan berangkat.
"Oiya Minggu besok aku udah tinggal berangkat," dengan santainya Ibu Tina senyam senyum sedangkan orang tua dan suaminya kaget mendengar keberangkatannya yang mendadak. Ini pikiran Ibu Tina bagaimana? bisa bisanya santai setelah berucap seperti itu.
"Tin!! kamu tidak pamitan dulu dengan anakmu?" Pak Yuan menyadari jika istrinya itu belum pamitan dengan Vanda. Matanya langsung mencari dimana istrinya lari tadi dan berteriak kepada istrinya itu untuk mengingkatkannya.
"Ga sempat!!" teriak Ibu Tina yang sudah lari dan berjarak jauh dari tempat Pak Yuan sekarang.
Kaki kanan Pak Yuan mulai terangkat untuk mengejar Ibu Tina agar melihat anaknya terlebih dahulu sebelum pergi jauh ke luar negeri yang entah kapan akan pulang beberapa tahun lagi. Namun, Kakek Karman sudah terlebih dahulu mencegahnya. Menoleh ke arah menantunya itu dan menggelengkan kepala.
"Lohh, kok cepet banget to. Cmn kurang dua hari lagi lo ini," protes Pak Yuan.
"Apasihh, jangan mulai deh. Gue ngantuk mau tidur duluan," melangkahkan kakinya keluar kamarnya Rani menuju kamarnya sendiri.
Mereka liburan berenam, cewe 3 dan cowo 3. Entah apa yang di pikirkan oleh Ibu Vanda sampai sampai tidak ingat jika ada keluarga yang sedang menunggu kabarnya di rumah.
Kakung Karman mendongakkan penglihatannya, dan benar cucunya memang sudah sangat senang meski hanya memakai kayu yang dia tancapkan. Perasaanya perlahan lahan kembali membaik.
"Iya gapapa Buk, Tina juga udah gede pasti tau gimana jaga dirinya sendiri. Bagiku sekarang yang penting mengurus Vanda menjadi anak yang baik," mendengar ucapan menantunya itu, Nenek Khom mulai mendongakkan kepalanya.
Pikirannya terus menuju pada bagaimana nasib Vanda dan rumah tangga anaknya ini. Mau di kemanain rumah tangganya nanti. Karena ada rumor kalau orang Indonesia yang bekerja di luar negeri itu pasti rata rata rumah tangganya akan hancur.
Kejadian itu tidak pernah Nenek Khom lupakan sampai saat ini. Sekarang dia harus kuat demi merawat Vanda, kasian jika di telantarkan oleh Ibu Tina begitu saja. Nenek Khom harus sehat terus, seenggaknya sampai Vanda tamat SMA nanti baru bisa lega.
Beberapa tahun kemudian, usia Vanda kini 4 tahun. Kehidupan Vanda terus berlanjut. Dan dia sekarang sudah sekolah paud di Sunan Pandanaran. Sekolah selalu antar jemput oleh Nenek Khom.
"Oekkkk oekkkk," suara tangisan Vanda membuat Nenek Khom mau tidak mau harus bisa berdiri.
Dengan sekuat tenaga dan menahan rasa sakit di punggungnya, akhirnya Nenek Khom bisa berdiri dan segera berlari ke arah kamar untuk melihat Vanda yang tadi menangis.
Pak Yuan yang mengingat masa kecilnya pun kadang juga masih sangat sedih. Melihat bagaimana dirinya dulu tidak mau meminta ke Tante Sur hanya untuk membeli jajan.
"Ya Allah, permudah saya mencari nafkah untuk membelikan anak saya susu," Pak Yuan selalu berdoa dimana pun. Berharap hari ini banyak orang yang ingin menyelip padi. Dia hanya membutuhkan uang untuk membeli susu Vanda. Selebihnya dia tidak terlalu mementingkan dirinya apakah sudah makan atau belum.
"Cihh, nyesel gue nikah sama lo!! miskin!!" ucapnya lagi seraya pergi masuk ke kamar dengan membawa uang itu.
"Kamu jangan ngomong seenaknya ya!!" teriak Nenek Khom yang sangat malu melihat anaknya berucap seperti itu kepada menantunya.
Sayangnya kehidupan tidak se ideal itu, seperti apa yang dialami oleh gadis malang ini. Ia harus hidup tanpa dampingan ayah dan ibunya.