Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 19 - Siapa ??

Chapter 19 - Siapa ??

Ia pun pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama satu tahun dan delapan bulan. Selama itu pula, akunya, ia disekap oleh majikan.

Langit mulai berwarna orange, menunjukkan keindahannya sebelum benar benar gelap. Sampai detik ini pun Ibu Tina belum pulang dari pagi. Entah kemana perginya, Nenek Khom terus khawatir takut terjadi apa apa dengan anak satu satunya itu.

"Assalamualaikum," ucap Pak Yuan yang baru saja pulang kerja. Seperti biasa dengan baju lusuh dan berbau polusi. Namun wajahnya kini sangat lesu.

"Waalaikumsalam Wan, kamu keliatannya cape banget," Nenek Khom melihat wajah Pak Yuan yang sangat letih.

"Iya Buk, Ibu sendiri kenapa maghrib maghrib di depan rumah?"

"Nungguin Tina pulang ya?" tebaknya.

"Kok Kamu tau Wan?" Nenek Khom heran, kenapa menantunya ini bisa tau. Pasalnya sedari pagi Pak Yuan tidak ada di rumah.

"Buk, ayo pulang sekarang. Udah mulai mendung gelap banget, takutnya nanti kehujanan di jalan kasihan Vanda bisa sakit," mata mertuanya langsung melihat ke arah langit untuk memastikan, dan ternyata memang benar. Kini langit sudah hitam pekat di atas sana.

"Ayo kita pulang sekarang," Nenek Khom berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya menuju taxi yang sudah ada di sekitaran bandara.

"Heha hehe, ga ngrasa salah ae," sewot Nenek Khom.

"Kemarin dokter bilang apa?" dahi Kakung Karman mengernyit, sebenarnya dia tahu apa yang di maksud istrinya. Tetapi dia berlagak tidak tahu untuk mencari aman.

"Pura pura lupa apa gimana haa!!" mata Nenek Khom memicing, melihat itu Kakung Karman langsung menelan ludah dengan susah.

"Di bilang jangan keseringan minum kopi, lambungmu itu dah ga kuat. Masih ae bandel," terus saja mengomel tanpa henti.

"Buk, kenapa Buk?" tanya Yuan yang melihat Nenek Khom seperti aneh dari mulai masuk rumah tadi. Sampai sampai tidak melihatnya menggendong Vanda bersama Kakung Karman duduk di kursi depan.

"Eh, Ibuk gapapa Wan," jawabnya gelagapan, Nenek Khom tidak mau membuat menantunya tahu apa yang Ibu Ibu tadi katakana, takut membuatnya ikut kepikiran sepertinya.

"Oiya Vanda dimana?" sambal celingukan mencari cucunya.

"Lagi di teras sama Bapak," sebenarnya Pak Yuan sedikit tidak percaya dengan jawaban Nenek Khom. Tapia pa boleh buat, dia tidak mau mencampuri urusan orang tua terlebih lagi itu mertuanya.

"Yauda kamu temenin lagi gih, Ibuk mau bikini susu Vanda dulu sekalian mau masak," mulai meraih kresek yang berisi bahan bahan masakan yang sudah dia beli tadi di pasar. Pak Yuan pun akhirnya melangkahkan kakinya ke teras depan, meninggalkan mertuanya untuk memasak dan membuat susu untuk anaknya.

"Dah tua juga masih ga bisa di bilangin kek anak kecil," Kakung Karman hanya bisa mendengarkan seraya terus menyruput kopinya.

"Hehh jangan srupat srup…," belum selesai omongan Nenek Khom terpotong karena mendengar suara tangisan Vanda dari dalam kamar. Kakung Karman tersenyum senang.

Hujan rintik kecil turun dari langit membasahi jalanan. Banyak orang yang lari kocar kacir untuk menghindari hujan. Bahkan ada juga yang meneduh di depan ruko ruko toko. Suasana tampak hening, hanya tersisa suara rintikan hujan yang kian menjadi deras.

Angin kencang membuat dahan dahan pohon meliak liuk kesana kemari. Suasana ini sangat mendukung perasaan keluarga Vanda saat ini.

"Tadi ga sengaja liat di jalan lagi sama cowo Buk," ucapnya dengan lesu. Hal seperti ini sudah sangat sering, Pak Yuan sendiri juga tidak bisa melarang istrinya itu.

"Ya Allah, maapin anak Ibuk ya le. asih belum sadar juga anak itu," merasa tidak enak dengan menantunya atas sikap anaknya. Sudah memiliki suami tetapi masih jalan sama cowo lain. Sungguh tegar sekali hati Pak Yuan menerima ini.

"Lalu saya dengar kabar anak saya yang pertama jatuh dan kaki patah. Pikiran saya kacau. Saya minta cuti dua minggu saja tidak dikasih. Saya mau kirim uang tidak dikasih. Saya berpikir untuk bunuh diri," kenangnya.

"Ampun nduk, badane Ibuk wes sakit semua. Ampun… ." Nenek Khom memohon mohon agar Ibu Tina berhenti memukuli badannya.

Rambut acak acakan, baju sobek sobek dan ada luka lebam di daerah lengan. Itulah penggambaran kondisi Nenek Khom di kala itu. Hanya karena sebuah sepeda motor, Ibu Tina tega memukuli Ibunya tanpa ada rasanya berdosa. "Udahh ndukk… ."

"Aku mau sepeda motor!! temen temen ku udah pada punya semua!!" teriaknya di depan wajah Nenek Khom.

"Tpi Ibuk ga punya uang buat beli motor semahal itu nduk," mata teduhnya terus menatap mata anaknya. Memancarkan rasa sakit namun tertahan. Ada genangan air mata di bawah kelopak yang sudah siap untuk turun.

Mengangguk memberi semangat menantunya itu. Dari tatapan Kakung Man seolah olah berbicara, "Yang sabar ya Wan, kita rawat Vanda bareng bareng."

"Yauda gapapa, siapin semua barang barangmu. Sekarang uda malem, kasian Vanda pasti ngantuk," alih alih Nenek Khom. Padahal sebenernya Nenek Khom hanya menutupi perasaanya yang saat ini campur aduk.

Menggendong Vanda untuk menidurkannya di kamar Nenek Khom sendiri. Selama ini memang Ibu Tina tidak mau tidur dengan Vanda, hanya karena alasan berisik dengan tangisannya yang mengganggu ketika tengah malam.

"Iya bener dia panas badannya, kompres gih Bu. Sini Vanda biar aku yang gendong," Kakung Karman menyuruh Nenek Khom mengambil kompresan agar panas Vanda bisa turun.

Dengan buru buru Nenek Khom segera mengambil kompresan di dapur.

Pak Yuan membuka pintu kamarnya sambal mengedip kedipkan matanya untuk melihat apa yang terjadi. Tidurnya terganggu karena mendengar suara gaduh di luar kamar.

"Ada apa Pak?" tanya Pak Yuan masih setengah sadar.

"Hehh Buk," Kakung Karman menggoyang goyangkan pundak Nenek Khom sedikit kencang membuat sang empu tergkaget.

"Ini lo anakmu demam Wan," setelah mendengar jawaban mertuanya, Pak Yuan langsung panik mendekat untuk melihat keadaan putrinya. Tidak ada orang tua yang tidak khawatir jika anak satu satunya sakit.

"Cupcup, tidur yang nyenyak ya cucuku yang cantik," Nenek Khom menidurkannya di sebelahnya. Tak lupa juga memasang gulih di sisi kiri kanan dan bawah agar Vanda tidka terjatuh.

"Mmmm," bibir mungil Vanda mulai rewel yang bertanda dia sudah mengantuk. Nenek Khom menepuk pelan paha Vanda gara cepat tertidur.

"POKOKNYA GAMAU TAU HARUS ADA!!"

Kembali memukuli Nenek Khom tanpa ampun. Nenek Khom hanya pasrah terus berusaha melindungi tubuhnya dari serangan bertubi tubi anaknya. Sewaktu itu Kakek Man sedang tidak berada di rumah, jadi kejadian ini tanpa sepengetahuan siapapun.

"Sebab saya merasa bersalah, saya sudah menjadi ibu tapi waktu anak saya membutuhkan saya, saya tak bisa melihatnya, tak bisa memeluknya. Dari segi keuangan pun saya tak bisa tolong."