Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 12 - Bidan

Chapter 12 - Bidan

Angin kencang membuat dahan dahan pohon meliak liuk kesana kemari. Suasana ini sangat mendukung perasaan keluarga Vanda saat ini.

Di dalam rumah, Vanda sedang di baringkan di kamar sembari menyedot sebotol susu. Di sampingnya ada Nenek Khom yang selalu menemani Vanda.

Namun, kini pikiran Nenek Khom tidak terarah pada Vanda. Kepikiran bagaimana anaknya di dalam pesawat jika cuacanya hujan deras seperti ini. Hany aitu saja yang memenuhi pikirannya saat ini.

"Hehh Buk," Kakung Karman menggoyang goyangkan pundak Nenek Khom sedikit kencang membuat sang empu tergkaget.

"Apasihh Pak ngagetin aja," sewot Nenek Khom sembari memukul pelan lengan Kakung Karman. Kebiasaan cewe kan suka banget mukul cowo wkwkw… .

"Lah kok jadi aku yang di pukul, orang Ibuk yang di panggilin dari tadi ga nyaut nyaut," bela Kakung Karman yang tidak terima disalahin.

"Trus ngapain tadi manggil manggil?" tanyanya.

"Cuman mastiin aja kalo ga kesurupan," Kakung Karman langsung lari ngibrit keluar kamar, takut di gampar oleh istrinya. Meskipun umur mereka sudah 50 an, tetapi kadang tingkahnya juga saling menjaili satu sama lain layaknya masih muda dulu.

v

Menggendong Vanda untuk menidurkannya di kamar Nenek Khom sendiri. Selama ini memang Ibu Tina tidak mau tidur dengan Vanda, hanya karena alasan berisik dengan tangisannya yang mengganggu ketika tengah malam.

"Cupcup, tidur yang nyenyak ya cucuku yang cantik," Nenek Khom menidurkannya di sebelahnya. Tak lupa juga memasang gulih di sisi kiri kanan dan bawah agar Vanda tidka terjatuh.

"Mmmm," bibir mungil Vanda mulai rewel yang bertanda dia sudah mengantuk. Nenek Khom menepuk pelan paha Vanda gara cepat tertidur.

Disisi lain, Pak Yuan tidak mengajak ngobrol Ibu Tina sama sekali. Langsung memasuki kamar dan tidur membelakangi Ibu Tina. Dia masih kaget dengan obrolan tadi di ruang tamu.

"Kamu gamau pikir pikir lagi sama keputusanmu?" akhirnya Pak Yuan bertanya memastikan lagi benar atau tidaknya.

"Apanya yang dipikir? orang udah fix tinggal berangkat doang," jawaban Ibu Tina sudah sangat jelas jika dia tidak ingin merubah keputusannya.

"Meskipun mas larang juga aku bakal tetep berangkat," Pak Yuan tidak melanjutkan lagi obrolannya, karena pikirannya sudah membuatnya pusing.

Di kamarnya, Nenek Khom dan Kakung Man juga masih belum bisa tertidur juga setelah obrolan tadi.

"Kamu apakan Ibumu bisa sampek kek gini?" tebaknya. Karena Kakek Man sudah tau persis jika ini perbuatan Ibu Tina. Sudah snagat hafal, dia juga tidak tahu kenapa anaknya bisa sekeras itu.

"Tanya aja sndiri sama istri Bapak," langsung kembali lagi ke kamarnya tanpa niat membantu Ibunya yang sedang pingsan.

"Ya Allah," akhirnya Kakek Man mengangkat badan Nenek Khom sendirian dan menggendongnya ke arah kasur.

Kejadian itu tidak pernah Nenek Khom lupakan sampai saat ini. Sekarang dia harus kuat demi merawat Vanda, kasian jika di telantarkan oleh Ibu Tina begitu saja. Nenek Khom harus sehat terus, seenggaknya sampai Vanda tamat SMA nanti baru bisa lega.

Beberapa tahun kemudian, usia Vanda kini 4 tahun. Kehidupan Vanda terus berlanjut. Dan dia sekarang sudah sekolah paud di Sunan Pandanaran. Sekolah selalu antar jemput oleh Nenek Khom.

"Vanda mau sekolah dulu ya Nek," pamit Vanda kecil dan menyalimi Nenek Khom dengan tangan mungilnya. Seragam sekolahnya yang kecil membuatnya sangat lucu ketika berjalan. Memakai tas barbie warna pink kesukaannya.

"Iya anak cantikk. Belajar yang pinter ya," mengelus kepala Vanda yang mengenakan kerudung sekolah.

"Nenek tunggu di depan okeyy," tersenyum hangat kepada cucunya yang kini sudah mulai sekolah.

Vanda melambaikan tangnnya dan segera berlari memasuki kelas yang sudah ramai banyak anak lain yang berdatangan. Nenek Khom menegakkan tubuhnya, tersenyum melihat perkembangan Vanda yang cukup bagus.

"Semoga kamu bisa menghargai orang lain ya Nda," Nenek Khom berbisik lirih pada dirinya sendiri.

Kalau kalian bertanya tanya dimana Ibu Tina, dia ada di luar negeri. Iya, Ibu Tina sekarang sudah berada di Singapura. Mungkin sudah beberapa minggu lalu keberangkatannya. Dia ijin ke luar negeri dengan alasan ingin bekerja mencukupi kebutuhan Vanda.

"Yang sabar aja dulu ya ngadepin Tina, doakan saja biar dia cepat sadar," Pak Yuan tersenyum kecut mendengar kata kata "cepat sadar". Jika memang istrinya itu sadar akan perbuatannya, sudah dari sejak pacarana dulu pasti sudah dia rubah sifat itu. Tetapi malah setelah menikah tambah menjadi saja.

"Ya sudah aku bersih bersih badan dulu ya Buk," pamit Pak Yuan masuk ke dalam rumah. Di angguki oleh Nenek Khom.

Nenek Khom tetap menunggu cemas di depan rumah. Dimana anaknya sekarang, apa dia sudah makan atau belum. Meskipun sikap Ibu Tina pada Nenek Khom sangat tidak pantas, tetapi Nenek Khom tetap khawatir dengannya. Mau bagaimana pun dia tetap menjadi anak satu satunya yang Nenek Khom punya.

Sudah larut malam, tetapi Ibu Tina tak kunjung pulang juga. Di dalam rumah, Pak Yuan sedang bermain dengan Vanda.

"Baaaa!!" Vanda cekikikan melihat wajah Bapaknya tersebut. Mereka berdua hanya bisa bermain dan bercandaan seperti ini malam hari saja. Karena Pak Yuan harus bekerja demi Vanda bisa meminum susu untuk gizinya.

"Tarik Drong!" Yuan langsung beraba aba untuk menariknya secara bersamaan. Ternyata mereka mendapat ikan nila yang ukurannya lumayan.

Setelah setengah hari mereka memancing di selingi tawaan, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Takut jika orang rumah pada nyariin dimana keberadaan mereka. Yuan membawa pulang 3 ikan nila, sedangkan Gandrong 2 ikan. Itu sudah sangat lumayan bukan.

"Tantee!! Yuan bawa ikan buat tante!!" teriak Yuan kecil seraya berlari menenteng keresek berisi ikan yang sudah dia pancing tadi bersama Gandrong.

"Wihh, banyak banget ini Wan. Dapet dari mana?" datanglah Tante Sur dari belakang dengan baju sedikit lusuh dan penuh dengan keringat. Entah apa yang Tante Sur lakukan, Yuan tidak tahu.

"Tadi mancing di Sungai Tan sama Gandrong," jawabnya dengan jujur.

"Lain kali kalua mau ke Sungai hati hati ya! bahaya banget kalua sampe jatoh," meskipun Tante Sur hanya sebatas Tantenya, tetapi dia sangat memperhatikan Yuan layaknya anak kandungnya sendiri.

"Maap Tan," Yuan mengangguk merasa bersalah sudah membuat Tante Sur khawatir.

"Gapapa, yauda tante goreng dulu ikannya. Yuan mandi dulu abis itu kita makan bareng," membungkuk tersenyum menatap Yuan seraya mengelus puncak kepalanya dengan sayang.

"Yeayyyyy!! hari ini kita makan ikan," Yuan berseru senang. Buru buru dia berlari ke arah kamar mandi. Sudah tidak sabar lagi ingin makan dengan ikan. Yuan sangat antusias sekali.

Dalam hati Tante Sur ingin menangis melihat Yuan yang sangat senang walau hanya makan dengan ikan.

"Maafin tante ya Wan," air matanya menetes. Sungguh tidak tega melihat Yuan hidup sederhana bersamanya. Segera buru buru mengusap bekas air matanya agar Yuan tidak melihatnya.