Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 3 - Tega

Chapter 3 - Tega

Walaupun hujan atau panas pun Pak Yuan pasti akan berangkat bekerja, jika tidak bekerja ada yang akan mereka makan.

Keluarga Vanda tidak luput dari kebebasan, pasti akan ada saja yang di ributkan. Pak Yuan dan Nenek Khom hanya bisa mengelus dada. Tentu saja tujuan ini di mulai dari Ibu Tina yang selalu protes tentang semua yang ada di rumah ini. Kalau tidak sesuai dengan keinginannya, sudah sangat pasti akan dia protes.

Jika saat itu Vanda bisa berbicara, mungkin dia sudah tidak mendengarkan suara-suara lain di setiap hari.

"BUKKK!! IBUKKK!!"

"Sini cepetan!!" teriakan Ibu Tina memanggil Nenek Khom.

"Ada apa untuk nduk kok teriak? panggang Vanda nanti kebangun," Nenek Khom berlari tergopoh gopoh menghampiri anak satu satunya itu.

"Liat! ada makanan ga di meja?" mengangkat tutup tudung saji dan menunjuk arah meja dengan dagunya. matanya menyorot tajam, wajahnya menunjukkan kalau dia marah.

"Iya Ibuk tau nduk masih belum ada makanan pagi ini, ini Ibuk masih mau ke pasar dulu beli bahan buat di masak," jawab Nenek Khom dengan sangat lembut seraya mengelus lengannya agar tidak marah terus. Tetapi naas, malah malah menyentak tangan Nenek Khom dengan keras.

Dbrakkkk

"Sssttt...." Nenek Khom terhuyung ke belakang menubruk pintu dengan sedikit keras.

Ibu Tina hanya membocorkan ibu kandungnya itu dengan cinta tidak peduli. Langsung saja melewati Nenek Khom yang masih terduduk tanpa rasa bersalah.

Nenek Khom tidak peduli dengan sikap anaknya yang tidak peduli dengannya saat ini, hanya saja punggungnya saat ini sangat terasa. Ingin berdiri pun rasanya tidak bisa.

"Oekkkkk oekkkk," suara tangisan Vanda membuat Nenek Khom mau tidak mau harus bisa berdiri.

Dengan adanya tenaga dan menahan rasa sakit di punggungnya, akhirnya Nenek Khom bisa berdiri dan segera berlari ke arah kamar untuk melihat Vanda yang tadi menangis.

"Cupcup sayangg, haus ya pasti. Bentar ya nenek bikini susu dulu," ucapnya sambil mengusap usap kepala Vanda dengan lembut.

Ketika sudah di minumkan susu, Vanda mulai bisa diam dari tangisnya. Tiba tiba Ibu Tina datang dengan bersidekap dada di depan pintu. "Bawa aja tu anak, berisi!" setelah ngomong seperti itu, dengan rasa tidak bersalah langsung pergi begitu saja. Padahal itu anak kandungnya sendiri, tetapi Vanda seperti tidak dianggap oleh Ibu Tina.

"Ya Allah, semoga kamu cepat di beri kesadaran Tina!" Nenek Khom sudah tidak tahu lagi apa yang ada di penelusuran itu.

"Kamu ikut nenek aja ke pasar ya Van," ucapnya kepada Vanda yang masih belum tahu cara berbicara.

Menggendongnya dengan jarik, punggungnya terasa lebih sakit karena nilai dari jarik dan setelah itu ditambahkan Vanda yang lumayan berat.

Di tengah teriknya sinar matahari pagi sepanjang berjalan ke pasar, Nenek Khom hanya pasrah dan tidak kuat harus membawa Vanda sampai rumah. Jika dia tinggal pun sudah pasti Ibunya tidak ingin menjaganya.

Sesampainya di rumah segera memasak agar anaknya tidak protes lagi kalua tidak ada makanan di meja.

"Tin? Tinaa?" Nenek Khom mencari keberadaan Ibu Tina di semua sudut rumah, namun hasilnya nihil.

Langit mulai berwarna oranye, menunjukkan keindahannya sebelum benar-benar gelap. Sampai detik ini pun Ibu Tina belum pulang dari pagi. Entah kemana perginya, Nenek Khom terus khawatir khawatir terjadi apa apa dengan anak satu itu.

"Assalamualaikum," ucap Pak Yuan yang baru saja pulang kerja. Seperti biasa dengan baju lusuh dan berbau polusi. Namun kini sangat lesu.

"Waalaikumsalam Wan, kamu keliatannya cape banget," Nenek Khom melihat wajah Pak Yuan yang sangat letih.

"Iya Buk, Ibu sendiri kenapa maghrib maghrib di depan rumah?"

"Nungguin Tina pulang ya?" tebakannya.

"Kok Kamu tau Wan?" Nenek Khom heran, kenapa menantunya ini bisa tau. Pasalnya sedari pagi Pak Yuan tidak ada di rumah.

"Tadi ga sengaja liat di jalan lagi sama cowo Buk," ucapnya dengan lesu. Hal seperti ini sudah sangat sering, Pak Yuan sendiri juga tidak bisa melarang istrinya itu.

"Ya Allah, maapin anak Ibu ya le. asih belum sadar juga anak itu," merasa tidak enak dengan menantunya atas sikap anaknya. Sudah memiliki suami tapi masih jalan sama cowo lain. Sungguh tegar sekali hati Pak Yuan menerima ini.

"Uda gapapa Buk, saya juga ga bisa menuhin kebutuhan Tina. Jadi mungkin dia butuhnya yang bisa menuhin kebutuhannya, kerjaan saya juga cuman tukang selip padi keliling Buk yang penghasilannya gak seberapa. Saya sadar diri juga," ucap Pak Yuan pasrah dengan kelakuannya.

"Kamu ga boleh ngomong kek gitu Wan, kamu udah bisa tanggung jawab cari nafkah buat keluarga itu aja uda bagus loh,"

"Yang sabar aja dulu ya ngadepin Tina, doakan saja biar dia cepat sadar," Pak Yuan tersenyum kecut mendengar kata "cepat sadar". Jika memang istri itu sadar akan perbuatannya, sudah dari pacarana dulu pasti sudah dia rubah sifat itu. Tetapi malah setelah menikah menjadi saja.

"Ya sudah aku bersih bersih badan dulu ya Buk," pamit Pak Yuan masuk ke dalam rumah. Di angguki oleh Nenek Khom.

Nenek Khom tetap menunggu cemas di depan rumah. Dimana anaknya sekarang, apa dia sudah makan atau belum. Meskipun sikap Ibu Tina pada Nenek Khom sangat tidak pantas, tetapi Nenek Khom tetap khawatir dengannya. Mau bagaimana pun dia tetap menjadi anak satu satunya Nenek Khom Punya.

Sudah larut malam, tapi Ibu Tina tak kunjung pulang juga. Di dalam rumah, Pak Yuan sedang bermain dengan Vanda.

"Baaaa!!" Vanda cekikikan melihat wajah Bapaknya tersebut. Mereka berdua hanya bisa bermain dan bercanda seperti ini malam hari saja. Karena Pak Yuan harus bekerja demi Vanda bisa meminum susu untuk gizinya.

Tiba-tiba saja Ibu Tina masuk rumah tanpa salam tanpa omongan.

"Loh Tin, kamu dari mana kok seharian ga pulang?" tanya Nenek Khom yang langsung berdiri melihat anaknya pulang. Tetapi Ibu Tina tidak langsung masuk kamar dan menjawab, "Bukan urusanmu."

Nenek Khom tidak menyerah, dia menyusul ke kamar. "Jawab Ibu dulu kammu dari mana Tina!".

"Aku kan dah bilang itu bukan urusan Ibu! awas!"

Lagi lagi dan lagi Nenek Khom di jorokin ke belakang. Pak Yuan yang langsung berdiri dan berlari ke arah Nenek Khom untuk membantunya berdiri.

"Uda Buk biarin aja, ada yang sakit ga Buk?"

"Punggung Ibuk sakit," keluhnya dengan merasakan merasakan punggungnya sakit lagi.