Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 6 - Keberangkatan

Chapter 6 - Keberangkatan

Kini tiba di hari dimana semua keluarga Vanda mengantarkan Ibu Tina ke Bandara untuk melepasnya pergi bekerja di Singapura. Ini pertama kalinya mereka jauh dari Ibu Tina. Sejak obrolan di ruang keluarga dua hari yang lalu membuat keluarga Vanda tidak heboh seperti biasanya. Terlebih lagi Nenek Khom yang terlihat sangat murung, selama hidupnya merawat Ibu Tina pernah berpisah jauh sama sekali. Makanya masih terlihat syok ketika Ibu Tina bilang ingin bekerja ke Singapura dua hari yang lalu.

"Nduk, apa sudah yakin kamu jadi pergi kerja ke Singapura?" semua menoleh pada Nenek Khom. Wajahnya memang terlihat kusut, matanya sayu. Sepertinya dua hari belakangan ini Nenek Khom tidak bisa tidur karena memikirkan hari ini.

"Yakin banget lah Buk, lagian ini udah di Bandara. Tinggal nunggu naik pesawatnya doang masa ga yakin si," jawab Ibu Tina sedikit ketus. Jika tidak yakin mana mungkin bisa sampek Bandara sekarang, pikir Ibu Tina.

Nenek Khom sudah tidak bertanya lagi, kini dia diam. Melihat Vanda yang berada dalam gendongannya,

Intruksi jika kapal akan lepas landing 10 menit lagi. Ibu Tina langsung panik dan buru buru pamitan, "Buk, Pak, Mas, aku pamit berangkat ya. Aku buru buru, bentar lagi pesawatnya mau lepas landas," begitu pamit dengan nada tergesa gesa. Tanpa menyalimi tangan orang tua dan suaminya, langsung ngibrit begitu saja masuk. Bahkan memeluk Nenek Khom yang sudah menahan tangis sejak tadi pun tidak Ibu Tina hiraukan.

Air mata yang sudah Nenek Khom bendung di bawah kelopak mata dengan sekuat tenaga pun akhirnya luruh. Dia tak kuasa melihat anak perempuan satu satunya yang dia sayang kini telah pergi bekerja di tempat yang jauh darinya.

"Tin!! kamu tidak pamitan dulu dengan anakmu?" Pak Yuan menyadari jika istrinya itu belum pamitan dengan Vanda. Matanya langsung mencari dimana istrinya lari tadi dan berteriak kepada istrinya itu untuk mengingkatkannya.

"Ga sempat!!" teriak Ibu Tina yang sudah lari dan berjarak jauh dari tempat Pak Yuan sekarang.

Kaki kanan Pak Yuan mulai terangkat untuk mengejar Ibu Tina agar melihat anaknya terlebih dahulu sebelum pergi jauh ke luar negeri yang entah kapan akan pulang beberapa tahun lagi. Namun, Kakek Karman sudah terlebih dahulu mencegahnya. Menoleh ke arah menantunya itu dan menggelengkan kepala.

Pak Yuan menunduk melirik Vanda yang kini berada di gendongan Nenek Khom. Menatapnya dengan belas kasih. Melihat bahu Nenek Khom bergetar, Pak Yuan segera mengambil alih gendongan Vanda ke tangannya.

Kakung Karman memegang erat pundak istrinya untuk menguatkan hatinya. Menyuruhnya duduk di dekat mereka berdiri sekarang.

"Tina Pak," rintihan Nenek Khom dengan nada bergetar. Ia tahu perasaan istrinya saat ini, ini kali pertamanya mereka berpisah dengan Ibu Tina. Jadi akan sangat maklum jika Nenek Khom menangisi kepergian anaknya bekerja ke luar negeri.

"Sssttt, uda gapapa. Biarin Tina berangkat ke luar negeri, doakan terus saja dia," ucap Kakung Karman berusaha menenangkan istrinya.

"Iya gapapa Buk, Tina juga udah gede pasti tau gimana jaga dirinya sendiri. Bagiku sekarang yang penting mengurus Vanda menjadi anak yang baik," mendengar ucapan menantunya itu, Nenek Khom mulai mendongakkan kepalanya.

Melihat bola mata Vanda yang kebingungan melihat kesana kemari karena saking banyaknya orang yang lalu lalang, membuat hati Nenek Khom sedikit terhibur dan melupakan sejenak pikirannya tentang keberangkatan anaknya.

"Sinii biar Ibuk yang gendong Vanda," minta Nenek Khom seraya menghapus bekas air matanya yang masih menggelinang di bawah kelopak matanya. Pak Yuan menyerahkan tubuh Vanda ke dalam pangkuan Nenek Khom. Di situ Vanda tiba tiba tersenyum memperlihatkan giginya yang masih dalam pertumbuhan.

"Ututu cucunya nenek ketawa," disitu Nenek Khom bisa tersenyum kembali melihat cucu satu satunya.

Kakung Karman dan Pak Yuan saling melirik, syukurlah keberadaan Vanda bisa menghibur hati neneknya. Mereka sudah sangat lega melihatnya.

"Buk, ayo pulang sekarang. Udah mulai mendung gelap banget, takutnya nanti kehujanan di jalan kasihan Vanda bisa sakit," mata mertuanya langsung melihat ke arah langit untuk memastikan, dan ternyata memang benar. Kini langit sudah hitam pekat di atas sana.

"Ayo kita pulang sekarang," Nenek Khom berdiri dari duduknya, melangkahkan kakinya menuju taxi yang sudah ada di sekitaran bandara.

Hujan rintik kecil turun dari langit membasahi jalanan. Banyak orang yang lari kocar kacir untuk menghindari hujan. Bahkan ada juga yang meneduh di depan ruko ruko toko. Suasana tampak hening, hanya tersisa suara rintikan hujan yang kian menjadi deras.

Angin kencang membuat dahan dahan pohon meliak liuk kesana kemari. Suasana ini sangat mendukung perasaan keluarga Vanda saat ini.

Di dalam rumah, Vanda sedang di baringkan di kamar sembari menyedot sebotol susu. Di sampingnya ada Nenek Khom yang selalu menemani Vanda.

Namun, kini pikiran Nenek Khom tidak terarah pada Vanda. Kepikiran bagaimana anaknya di dalam pesawat jika cuacanya hujan deras seperti ini. Hany aitu saja yang memenuhi pikirannya saat ini.

"Hehh Buk," Kakung Karman menggoyang goyangkan pundak Nenek Khom sedikit kencang membuat sang empu tergkaget.

"Apasihh Pak ngagetin aja," sewot Nenek Khom sembari memukul pelan lengan Kakung Karman. Kebiasaan cewe kan suka banget mukul cowo wkwkw… .

"Lah kok jadi aku yang di pukul, orang Ibuk yang di panggilin dari tadi ga nyaut nyaut," bela Kakung Karman yang tidak terima disalahin.

"Trus ngapain tadi manggil manggil?" tanyanya.

"Cuman mastiin aja kalo ga kesurupan," Kakung Karman langsung lari ngibrit keluar kamar, takut di gampar oleh istrinya. Meskipun umur mereka sudah 50 an, tetapi kadang tingkahnya juga saling menjaili satu sama lain layaknya masih muda dulu.

"Dasar kakek kakek kurang ajar, awas ae nanti malem tidur di sofa Pakkk!!" teriak Nenek Khom kesal karena Kakung Karman sudah mengganggu waktunya dengan hal yang tidak jelas.

Untungnya suara teriakannya tidak mengganggu Vanda yang sudah ketiduran sejak tadi. "Bobo yang nyenyak ya cucuku, tenang masih ada Nenek yang ngerawat kamu," ucapnya seraya mengelus dahi Vanda tulus.

Sungguh Vanda yang sangat malang, di tinggal Ibunya bekerja di Singapura di waktu usianya baru 6 bulan.

Di sisi lain, Pak Yuan juga sedang duduk di kursi tua yang ada di luar rumah. Melihat ribuan tetesan hujan yang menyentuh tanah hingga membuatnya menjadi genangan.

Tiba tiba datang Kakung Karman dari dalam rumah, duduk di kursi samping Pak Yuan. Menghela nafas panjang, "Saya tau sebenarnya kamu tidak menyetujui Tina bekerja di Singapura Wan," ucapnya tiba tiba dengan memandang lurus ke depan.