"Tapi ini udah berapa bulan Pak? aku takut Tina kenapa kenapa di sana," Nenek Khom tetap ngotot.
"Ssstt doakan saja dia semoga tidak terjadi apa apa," akhirnya Nenek Khom dibawa masuk ke dalam rumah agar bisa beristirahat sejenak.
Lagian kalau di luar rumah juga takutnya kalau tetangga dengar, apalagi suara Nenek Khom sedikit kencang. Bisa membuat para tetangga kepo apa yang sedang terjadi pada Ibu Tina.
Dan benar saja, besoknya ada gosip tentang Ibu Tina yang selingkuh di Singapura. Banyak tetangga yang ngomongin ketika Nenek Khom berjalan melewati mereka seusai pulang dari pasar.
"Kasian ya anaknya yang di luar negeri malah gada kabar."
"Selingkuh itu pasti Buk."
"Kerja di luar negeri cumin alesan doang itu mah."
Kira kira seperti itu yang Nenek Khom dengar ketika pas pasan di jalan dengan segerombolan Ibuk Ibuk.
"Maksudnya gimana ya?" Nenek Khom yang akhir akhir ini menunggu kabar anak perempuannya itu akhirnya tertarik untuk menanyakannya.
"Anakmu gada kabar kan akhir akhir ini?" dengan polosnya Nenek Khom mengangguk membenarkan, toh juga memang begitu faktanya anaknya tidak ada kabar sama sekali.
"Denger denger si anakmu main sama cowo lain disana," jawabnya dengan mata sedikit melotot layaknya ibu ibu gossip. Lah kan emang bener wkwkw… .
"Ga mungkin lah, anakku kan dah ada suami. Ga mungkin dia kek gitu," ucap Nenek Khom yang terus berpikir positif kepada anaknya itu, meskipun ada sedikit keraguan di hatinya.
"Yee si Ibuknya malah ga percaya, udah ada buktinya tuh kalo gada kabar kan sampek sekarang," si Ibu satunya ikut ikutan mengompori.
"Heh, tak kasih tau ya Buk. Orang yang udah kerja di luar negeri itu pasti rumah tangganya bakal hancur, bakal kecantol tuh sama orang sana," Ibu Ibu lainnya menganggukinya.
"Liat aja tuh rumah tangganya si Ika sama Royan, itukan suaminya juga kerja di luar negeri Buk."
"Trus si Heni sama Lukman, itu juga cerai Buk. Padahal belum lama mulai kerjanya disana, paling juga masih setengah tahun."
"Tapi anak saya ga bakal gitu kok Buk," bela Nenek Khom terus. Matanya mulai khawatir setelah mendengar omongan Ibu Ibu itu.
"Aduh Buk, jaman sekarang tu udah banyak yang kek gitu. Bahkan yang bareng sama sama di rumah aja juga kadang masih kecolongan, apalagi yang jauh di luar negeri," Ibu Ibu itu tetap ngotot memberitahu jika sudah banyak kasus yang terjadi ketika seseorang sudah bekerja di luar negeri.
"Ya semoga saja anak saya tidak seperti yang Ibu Ibu bicarakan. Yaudah kalo gitu saya pamit dulu ya Buk, kasian Yuan sama Pak Karman kalo mereka udah kelaparan," pamit Nenek Khom buru buru. Sebenarnya itu hanya alibi Nenek Khom saja, padahal dia buru buru pamit karena takut pikirannya semakin khawatir jika terus mendengarkan apa yang Ibu Ibu tadi bicarakan.
Apalagi jika sampai darah tinggi bisa bisa malah merepotkan orang rumah hanya karena omongan orang orang yang belum tentu kebenarannya.
Sampai rumah, Nenek Khom langsung buru buru meletakkan sayuran di atas meja dapur dan langsung mencari dimana letak teko minum. Meminumnya seperti orang abis lari marathon.
"Buk, kenapa Buk?" tanya Yuan yang melihat Nenek Khom seperti aneh dari mulai masuk rumah tadi. Sampai sampai tidak melihatnya menggendong Vanda bersama Kakung Karman duduk di kursi depan.
"Eh, Ibuk gapapa Wan," jawabnya gelagapan, Nenek Khom tidak mau membuat menantunya tahu apa yang Ibu Ibu tadi katakana, takut membuatnya ikut kepikiran sepertinya.
"Oiya Vanda dimana?" sambal celingukan mencari cucunya.
"Lagi di teras sama Bapak," sebenarnya Pak Yuan sedikit tidak percaya dengan jawaban Nenek Khom. Tapia pa boleh buat, dia tidak mau mencampuri urusan orang tua terlebih lagi itu mertuanya.
"Yauda kamu temenin lagi gih, Ibuk mau bikini susu Vanda dulu sekalian mau masak," mulai meraih kresek yang berisi bahan bahan masakan yang sudah dia beli tadi di pasar. Pak Yuan pun akhirnya melangkahkan kakinya ke teras depan, meninggalkan mertuanya untuk memasak dan membuat susu untuk anaknya.
Sampai di teras depan, Kakung Karman langsung bertanya, " Kenapa tadi?".
"Katanya si gapapa Pak," jawab Pak Yuan seadanya. Kakung Karman hanya mengangguk angguk dan mulai menimang nimang cucu satu satunya itu.
Bulan kini sudah berganti tahun, kini Nenek Khom sudah tidak rewel lagi seperti dulu saat tidak mendengar kabar Ibu Tina. Lambat laun semua terbiasa hidup dengan serba kecukupan tanpa uang kiriman dari anaknya yang ada di Singapura tersebut.
Vanda kini sudah bisa berbicara sedikit demi sedikit. Kadang kala dia juga menangis mencari Ibunya kemana kok akhir akhir ini tidak pernah dia lihat.
"Cupcup sayangg jangan nangis terus," Nenek Khom menggendong Vanda sembari mengayun ayunkan supaya Vanda merasa lebih nyaman.
"Vanda kenapa Buk?" tanya Kakung Karman yang terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tangisan cucunya. Karena saat itu Vanda menangis pada tengah malam.
"Gatau tiba tiba nangis dari tadi, padahal udah tak kasih susu. Tadi sebelum tidur juga udah makan kenyang di suapin Yuan," Nenek Khom terus saja memasang wajah khawatir, takut terjadi apa apa dengan Vanda.
"Sakit kali Buk, coba sini," menempelkan telapak tangannya di dahi Vanda. Dan benar dahinya terasa lebih hangat dari biasanya.
"Iya bener dia panas badannya, kompres gih Bu. Sini Vanda biar aku yang gendong," Kakung Karman menyuruh Nenek Khom mengambil kompresan agar panas Vanda bisa turun.
Orang rumah tidak mengharapkan uang Ibu Tine sepeserpun, mereka tidak apa apa hidup sederhana seperti ini. Asal mereka tau bagaimana kabar anaknya yang ada di negeri tetangga.
"Coba hubungin terus Wan, Ibu kangen sama Tina," wajahnya yang sudah tua di penuhi tetesan air mata yang mengalir dari kelopak matanya. Menyekanya terus menerus tetapi sia sia.
"Iya Buk, ini dari tadi Yuan udah coba," Pak Yuan terus menekan nomor telepon istrinya itu, berharap di angkat karena kasian melihat wajah Ibu mertuanya seperti menahan rasa rindu pada anaknya yang sudah lama tidak ada kabar.
Sebenarnya Pak Yuan tahu jika nomornya telah di blokir oleh Ibu Tina agar orang rumah tidak mengganggunya disana. Entah apa yang Ibu Tina lakukan sekarang Pak Yuan tidak tahu. Tapi pastinya Ibu Tina tidak ingin berhubungan lagi dengan keluarganya.
"Tetep ga bisa Buk," ucap Pak Yuan lirih. Nenek Khom tidak ada harapan lagi untuk mengetahui kabar anaknya disana. Satu satunya cara hanya menelponnya, kalo sudah begini apa yang harus Nenek Khom lakukan.
"Yasudahlah Buk, mungkin juga Tina disana lagi bekerja. Tidak boleh pegang handphone makanya tidak bisa di ganggu," Kakung Karman mencoba mencari alasan untuk menenangkan hati istrinya.