Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 4 - Kekerasan

Chapter 4 - Kekerasan

"Kok bisa Buk? tadi di dorong lagi sama Tina pas aku ga di rumah?" tebak Pak Yuan.

Nenek Khom hanya diam saja, bibirnya enggan untuk mau menjawab ucapan menantunya itu.

Pak Yuan sudah tau kalau Nenek Khom diam seperti itu berarti jawabannya iya.

"Tina! kamu ga boleh kek gitu, ini ibu kandungmu sendiri!" Pak Yuan menggedor gedor pintu kamar yang di tempati Ibu Tina.

"Liat itu punggung Ibu sakit, kamu dorong kan tadi pas aku ga di rumah!!"

"JAWABBBBB!!!!"

"Aku ga sengaja, dia aja yang lemah!" jawab Tina dari dalam kamar tanpa niatan membuka kunci pintunya.

Pak Yuan tidak habis piker dengan jalan pikiran istrinya, bisa mendorong ibu kandungnya sendiri sampai terluka dan lebih parahnya tidak diperoleh.

"BUKA PINTUNYA SEKARANG DAN OBATIN IBUUKK!! GADA BANTAHAN!!" tidak mungkin jika Pak Yuan mengobati punggung mertuanya sendiri. Dia hanya menghindari kesalahpahaman yang nanti ujungnya jadi fitnah.

"Kok aku?"

"CEPETAN!!

"Ck, iya iya bentar," membuka pintunya dengan terpaksa.

"Di luar ga usa di dalem ngobatinnya," Pak Yuan menyuruh Ibu Tina mengobati Nenek Khom di luar saja agar bisa dia awasi. Takutnya jika di dalam bisa Nenek Khom di lukai lagi.

Sementara Pak Yuan mengayunkan ayunkan Vanda agar bisa dicapai karena hari sudah mulai larut malam.

"Ssstt... ," Nenek Khom pelan pelan.

"Pelan Tin pelan, kasian Ibu sampek gitu gitu," peringat Pak Yuan pelan karena takut mengganggu Vanda.

"Iya iya," jawab Ibu Tina terpaksa.

Jika Pak Yuan sudah marah pasti Ibu Tina akan menurut walaupun itu terpaksa.

Entah apa yang membuat Ibu Tina seperti ini di Nenek Khom. Padahal dia satu satunya yang sangat disayangi, tapi sangat suka dengan kebiasaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Nenek Khom.

Sampai dulu sewaktu Ibu Tina masih berusia 14 tahun pernah memukul mukul Nenek Khom hanya karena meminta sepeda motor. Di usia yang masih kecil pun dia sudah berani memperlakukan Ibunya seperti itu, sekarang tambah jadi.

"Ampun nduk, badane Ibu wes sakit semua. Ampun…." Nenek Khom memohon mohon agar Ibu Tina berhenti memukuli pukulannya.

Rambut acak acakan, baju sobek sobek dan ada luka lebam di daerah lengan. Itulah penggambaran kondisi Nenek Khom di kala itu. Hanya karena sebuah sepeda motor, Ibu Tina tega mengalahkani Ibunya tanpa ada rasa bersalah. "Udahh ndukk…."

"Aku mau sepeda motor!! temen temen ku udah punya semua!!" teriaknya di depan wajah Nenek Khom.

"Tpi Ibu ga punya uang buat beli motor semahal itu duk," mata teduhnya terus bocornduk mata anaknya. Memancarkan rasa sakit namun terputus. Ada gambar mata di bawah kelopak yang sudah siap untuk turun.

"POKOKNYA GAMAU TAU HARUS ADA!!"

Kembali mengalahkan Nenek Khom tanpa ampun. Nenek Khom hanya pasrah terus berusaha melindungi tubuhnya dari serangan bertubi tubi anaknya. Saat itu Kakek Manusia sedang tidak berada di rumah, jadi kejadian ini tanpa sepengetahuan siapapun.

Ibu Tina bisa dengan leluasa untuk memukuli Ibunya, lebih tepatnya menghajar.

"Nyesel aku di lahir di keluarga miskin kek gini," ucap Ibu Tina seraya pergi meninggalkan Nenek Khom yang meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Tubuhnya bergetar dan meringkuk di atas lantai dingin. Tangisnya pecah kala terinspirasi kutipan terakhir anak satu satunya itu.

"Suatu saat nanti kalau kamu tau yang sebenarnya pasti akan menyesal ndukk," mengingat kejadian dulu yang membuat menangis sejadinya.

Sore harinya, Kakek Man pulang dengan membawa bahan lempung untuk di cetak di genteng dan batu bata. Memang saat itu Nenek Khom dan Kakek Man bekerja sebagai pencetak genteng dan batu bata di rumahnya sendiri.

"Assalamualaikum, ya Allah Bukkk!!" Pak Man kaget melihat istrinya meringkuk di atas lantai dengan keadaan yang acak acakan.

"Bukk!! bangun Bukkk!!" slap pelan pipi Nenek Khom, namun tidak ada respon sama sekali. Celingak celinguk melihat sekeliling rumah mencari keberadaan anaknya.

"Tin!!! Tinaaa!!!!" meneriaki Ibu Tina dengan sangat keras karena sudah panik melihat Nenek Khom yang pingsan, ditambah lengannya lebam lebam.

"Apa sih Pak!" datang dari arah kamar dengan santai.

"Kamu apakan Ibumu bisa sampek kek gini?" tebakannya. Karena Kakek Man sudah tau bertahan jika ini perbuatan Ibu Tina. Sudah snagat hafal, dia juga tidak tahu mengapa anaknya bisa sekeras itu.

"Tanya aja sndiri sama istri Bapak," langsung kembali ke kamarnya tanpa niat membantu Ibunya yang sedang pingsan.

"Ya Allah," akhirnya Kakek Man mengangkat badan Nenek Khom sendiri dan membawanya ke arah kasur.

Kejadian itu tidak pernah Nenek Khom sampai saat ini. Sekarang dia harus kuat demi merawat Vanda, kasian jika ditelantarkan oleh Ibu Tina begitu saja. Nenek Khom harus sehat terus, seenggaknya sampai Vanda tamat SMA nanti baru bisa lega.

Beberapa tahun kemudian, usia Vanda kini 4 tahun. Kehidupan Vanda terus berlanjut. Dan dia sekarang sudah sekolah paud di Sunan Pandanaran. Sekolah selalu antar jemput oleh Nenek Khom.

"Vanda mau sekolah dulu ya Nek," pamit Vanda kecil dan menyalimi Nenek Khom dengan tangan mungilnya. Seragam sekolahnya yang kecil sangat lucu ketika berjalan. Memakai tas barbie warna pink kesukaannya.

"Iya anak cantikk. Belajar yang pinter ya," mengelus kepala Vanda yang mengenakan kerudung sekolah.

"Nenek tunggu di depan okeyy," tersenyum hangat kepada cucunya yang kini sudah mulai sekolah.

Vanda memperhatikan tangnnya dan segera berlari memasuki kelas yang sudah ramai banyak anak lain yang berdatangan. Nenek Khom memastikan tubuhnya, tersenyum melihat perkembangan Vanda yang cukup bagus.

"Semoga kamu bisa menghargai orang lain ya Nda," Nenek Khom berbisik pada dirinya sendiri.

Kalau kalian bertanya tanya dimana Ibu Tina, dia ada di luar negeri. Iya, Ibu Tina sekarang sudah berada di Singapura. Mungkin sudah beberapa minggu lalu keberangkatannya. Dia mengizinkan ke luar negeri dengan alasan ingin bekerja memenuhi kebutuhan Vanda.

"Buk Pak, sekarang kan Vanda dah mulai gede. Kebutuhannya juga pasti tambah banyak banget. Aku takut Mas Yuan kewalahan kerja sendirian nyari uang buat nyukupin kebutuhan Vanda," kini mereka semua sedang berkumpul di ruang keluarga. Mereka sedang mendengarkan apa yang Ibu Tina dengarkan.

"Maka dari itu Tina pengen kerja di Singapura biar ngebantu Mas Yuan ngeringanin bebannya, kira kira boleh kan?" Nenek Khom dan Kakek Man saling melirik. Mereka bingung mengapa tiba-tiba ingin bekerja, padahal dulu tidak sudi sama sekali untuk bekerja.