Chereads / Kekejaman Dunia / Chapter 2 - Masa Sulit

Chapter 2 - Masa Sulit

Padahal sudah jelas jelas tadi Nenek Khom bilang jika baju di keranjang sudah menumpuk banyak. Lagian kenapa tidak Ibu Tina saja yang mencuci? toh dia juga nganggur tidak ada kerjaan.

"Uda mau berangkat ya Wan?" tanya Nenek Khom sembari mengelap tangannya yang basah karena baru selesai nyuci baju dengan lap kering. Melihat menantunya yang sedang siap siap untuk berangkat bekerja.

"Iya Buk ini mau pamit," jawab Pak Yuan seraya memakai topinya agar nanti ketika keliling sinar mataharinya tidak terlalu menyulapkan mata.

"Buk, nanti aku carikan dulu uangnya buat beli susu Vanda. Doain dapet ya Buk," sebelum berangkat mencari uang, Pak Yuan selalu meminta doa kepada Ibu mertuanya itu. Dia percaya jika meminta doa dari orang tua itu sangat mujarab.

Pak Yuan sendiri juga tidak ingin jika putri kecilnya kekurangan kebutuhan nutrisi dan kaish sayang. Karena dulunya Pak Yuan tidak di rawat oleh keluarganya sendiri, melainkan di titipkan ke saudaranya.

Waktu itu keluarga Pak Yuan merencanakan untuk pindah ke Surabaya. Namun, entah ada alasan apa Pak Yuan ditinggal sendirian dan di titipkan ke saudaranya. Dia tidak dirawat bahkan Tantenya juga tidak dititipkan uang sama sekali untuk biaya hidupnya ketika dititipkan ke Tante Sur.

Ekonomi Tante Sur juga lagi sulit sulitnya, jadi Pak Yuan juga harus bisa menerima. Makan juga seadanya, ingin membeli jajan pun Pak Yuan dulu tidak berani meminta uang sepeserpun kepada Tante Sur.

"Kamu mau Wan?" tanya anak laki laki sekitaran umur tujuh tahun. Anak itu merasa sedari tadi Yuan melihatnya memakan chiki itu.

Yuan kecil menggeleng sambil memegang perutnya dan membocorkan jajan bungkusan chiki tersebut. Sebenarnya dia ingin merasakannya, tapi dia tidak boleh meminta duluan kecuali emang dikasih.

"Yaelah beli sendiri noh," ucap anak laki laki lain yang berambut urakan. Memandang meremehkan Yuan.

"Oiya, kan ga punya uang. Upss!!" semua menertawakan Yuan, "HAHAHAHA…."

Anak yang tadi menawari jajan pun melihat Yuan tidak tega di bully seperti ini. Menarik mengarahkan dan mengajak Yuan pergi dari sana menuju Sungai dekat rumah mereka.

Disana Yuan terlihat sangat sedih, melihat dirinya sendiri yang begitu malang. Di tinggal oleh orang tuanya tanpa alasan. Dan sekarang di bully oleh teman-teman perkaranya tidak punya uang untuk membeli jajan.

Anak tadi menampar bahu Yuan. Dia pun menoleh kepada anak tadi yang sering di panggil dengan sebutan Grandong. Kenapa di panggil Grandong? karena anak itu jarang sekali cukur rambut hingga gondrong, makanya sering di panggil Grandong. Ada ada saja ya.

"Uda ga usa di pikirin, mereka emg suka gitu," ucap Grandong seraya duduk di samping tubuh Yuan.

"Gue gapapa kok," jawab Yuan dengan pandangan lurus kedepan melihat derasnya aliran sungai yang sangat jernih.

Duduk di bebatuan besar di tengah Sungai yang mengalir. Angin sepoi sepoi menghembus pelan menerpa wajah mereka. Suara air yang deras menambah kesan suasana yang begitu nyaman. Dan tenang….

Perasaan sedih Yuan sirna seperti mengalir mengikuti arah arus dimana ia mengalir. Melupakan melihat ejakan yang di lontarkan teman temannya. Memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan hembusan angin.

"Lemah?" suara panggilan Gandrong terpaksa dibuka untuk terbuka. Melirik ke arah orang yang memanggilnya, seolah bertanya ada apa.

"Gimana klo kita cari ikan? banyak banget tuh, gede gede cuyy!!" Yuan melihat ke bawah batu besar itu, dan benar-benar ternyata banyak sekali ikan di bawah sana.

segera bangkit dan mencari kayu untuk mengomel yang panjang dan kuat untuk memancing. Umur mereka, belum ada alat memancing seperti sekarang. Kalau memancing harus dibuat dengan tradisional.

Setelah menunggu beberapa saat, pancingan mereka bergerak seperti ada ikan yang memakan umpan umpan mereka.

"Wan!! gerak Wan gerak!!" Gandrong berteriak diaboh melihatnya.

"Tarik Drong!" Yuan langsung beraba aba untuk menariknya secara bersamaan. Ternyata mereka mendapat ikan nila yang ukurannya lumayan.

Setelah setengah hari mereka memancing di selingi tawaan, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Takut jika orang rumah pada nyariin dimana keberadaan mereka. Yuan membawa pulang 3 ikan nila, sedangkan Gandrong 2 ikan. Itu sudah sangat lumayan bukan.

"Tantee!! Yuan bawa ikan buat tante!!" teriak Yuan kecila berlari menenteng keresek berisi ikan yang sudah dia pancing tadi bersama Gandrong.

"Wihh, banyak banget ini Wan. Dapet dari mana?" datanglah Tante Sur dari belakang dengan baju sedikit lusuh dan penuh keringat. Entah apa yang Tante Sur lakukan, Yuan tidak tahu.

"Tadi mancing di Sungai Tan sama Gandrong," ubah dengan jujur.

"Lain kali kalua mau ke Sungai hati hati ya! bahaya banget kalua sampe jatoh," meskipun Tante Sur hanya sebatas Tantenya, tetapi dia sangat memperhatikan Yuan layaknya anak kandungnya sendiri.

"Maap Tan," Yuan mengangguk yakin membuat Tante Sur khawatir.

"Gapapa, yauda tante goreng dulu ikannya. Yuan mandi dulu abis itu kita makan bareng," melempari Yuan sambila mengelus puncak dengan sayang.

"Yeayyyyy!! hari ini kita makan ikan," Yuan senang. Buru buru dia berlari ke arah kamar mandi. Sudah tidak sabar lagi ingin makan dengan ikan. Yuan sangat antusias sekali.

Dalam hati Tante Sur ingin menangis melihat Yuan yang sangat senang walau hanya makan dengan ikan.

"Maafin tante ya Wan," air matanya menetes. Sungguh tidak tega melihat Yuan hidup sederhana bersamanya. Segera buru-buru mengusap bekas air matanya agar Yuan tidak melihatnya.

Menggerakkan kaki menuju dapur dengan membawa kresek berisi ikan tadi untuk membersihkan ikan yang di pancing Yuan. Dengan cepat dan bersih, Tante Sur segera menyelesaikan memasaknya karena Yuan pasti tidak ingin memakannya.

Masa kecil Pak Yuan hanya diisi dengan kesedarhanaan, mau tidak mau harus menerima apapun yang sudah takdirkan dalam hidupnya. tidak akan pernah lupa bagaimana orang tuanya yang tega meninggalkannya dan dititipkan ke Tante Sur.

Pak Yuan yang mengingat masa kecilnya pun kadang masih sangat sedih. bagaimana dirinya dulu tidak mau meminta melihat ke Tante Sur hanya untuk membeli jajan.

"Ya Allah, permudah saya mencari nafkah untuk membelikan anak saya susu," Pak Yuan selalu berdoa dimana pun. Saya menyambut hari ini banyak orang yang ingin menyelip padi. Dia hanya membutuhkan uang untuk membeli susu Vanda. menyadari dia tidak terlalu mementingkan dirinya apakah sudah makan atau belum.

"Bismillah…." Mulai menjalankan mesin alat penyelip padi dan berkeliling dari desa ke desa.

Untung saja hari ini tidak terlalu panas, udara masih terasa sejuk meskipun matahari sudah mulai naik.