Sesampainya di tempat parkir, Harry sang guru muda berbakat tersebut segera membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya kemudian duduk di belakang kemudi. Sementara Rendi dan Rian yang mengikutinya masuk lewat pintu sisi kanan dan kiri kemudian duduk di kursi belakang. Mobil sport warna merah itupun segera melaju keluar dari tempat parkir.
Setibanya di dekat gerbang sekolah sang pengemudi sedikit melambatkan laju kendaraannya karena melihat dua siswi cantik yang habis ngobrol dengan keponakannya di depan ruang laboratorium terlihat masih berbincang dengan beberapa siswi lainnya yang sedang menunggu jemputan.
"Dilla, apakah sopir yang menjemputmu belum datang?" sapa guru muda sesampainya di dekat mereka dan bertanya pada siswi cantik berambut hitam memakai rok pendek yang berdiri di dekat pos keamanan. Sengaja ia lakukan karena di sebelah siswi tersebut ada sang bunga sekolah yang selalu memusuhinya.
Alasannya, ia ingin melihat reaksi dari sang gadis yang selalu sewot ketika disapa olehnya. Karena sejatinya ia sangat senang kalau melihat Mila, sang bunga sekolah sedang cemberut dan kesal terhadapnya.
"Bukan, Pak Harry. Hari ini sopirku tidak menjemputku, karena saya mau ada acara bareng teman-teman ini," jawab Dilla dengan senyum mengembang di bibirnya sambil sedikit mengaduh karena cubitan kecil dari gadis cantik di sebelahnya.
Sang guru muda nan tampan rupawan tersebut hanya tersenyum melihat adegan itu. Kemudian ia pamit dan kembali menginjak pedal gas, berlalu dari kerumunan siswi-siswi cantik yang masih asyik berbincang. Sedangkan dua pemuda yang duduk di kursi belakang, dari tadi hanya diam dan saling pandang menahan tawa saat melihat tingkah aneh dan menggemaskan sang bunga sekolah.
"Maaf, Paman. Sebenarnya ada masalah apa sih, kok Mila terlihat sangat membencimu?" tanya Rendi memberanikan diri sambil garuk-garuk kepala setelah beberapa saat mobil melaju.
"Paman juga tidak tahu, Nak. Sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu, ia selalu menunjukkan rasa tidak suka terhadap paman," jawab Harry dengan menggelengkan kepalanya tanpa menoleh ke belakang karena sedang fokus mengemudi.
"Jangan-jangan Mila jatuh cinta kepada Pak Harry, habisnya Pak Guru gantengnya kelewatan sih," sambung Rian yang sedari tadi diam sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya serta menepuk paha sahabat di sebelahnya.
"Sembarangan kamu!" jawab singkat sang guru muda. Meskipun dalam hatinya juga sangat berharap agar Mila mengetahui tentang perasaan yang selalu menggoda pikirannya.
Tanpa terasa, sampailah mereka di dekat rumah Rian, mobil yang di kemudikan Harry pun menepi dan berhenti di pinggir jalan. Dua pemuda yang duduk di kursi belakang pun turun bersamaan. Setelah Rian mengucapkan terimakasih, kemudian Rendi pindah duduk di kursi depan. Lalu mobil pun kembali melaju menuju mansion Agung Bramasta yang sudah tidak jauh lagi jaraknya dari komplek perumahan tempat tinggal Rian.
Sesampainya di mansion dan mobil sudah terparkir, paman dan keponakan itu bergegas turun dan berjalan beriringan masuk ke dalam. Setelah membersihkan diri dan ganti pakaian, keduanya segera menghampiri Alex yang dari tadi sudah menunggu mereka di meja makan untuk menyantap beberapa menu hidangan yang sudah di sajikan oleh bibik pembantu.
"Paman, jurus apa yang nanti akan kita pelajari?" tanya pemuda belia dengan penuh semangat setelah kakak dan pamannya duduk.
"Kita bahas nanti, Nak. Sekarang kita makan dulu, biar staminamu kuat saat latihan nanti," jawab sang paman sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk keponakannya. Karena sore ini adalah jadwal mereka meneruskan latihan seni bela diri.
"Gayamu sok semangat, nanti baru latihan beberapa menit saja sudah mengeluh capek. Dasar bocil!" jawab sang kakak dengan senyum gemas sambil menatap adiknya yang dirasa semakin hari semakin berkurang bawelnya.
*****
Di dekat gerbang sekolah, diantara siswi-siswi cantik yang masih berkerumun, terlihat Mila sang bunga sekolah sedang cemberut karena merasa kesal tiap kali disapa oleh pak Harry ataupun saat melihat guru berbakat itu. Meskipun guru muda tersebut sudah pergi dari hadapannya, namun sisa kekesalan masih jelas terlihat di wajahnya.
Sementara teman-teman lainnya hanya bisa diam karena tidak ingin memperkeruh suasana. Lain halnya dengan Dilla, sahabat Mila yang satu ini memang paling dekat diantara lainnya dan dialah yang selalu mengingatkan ataupun mendinginkan sang bunga sekolah saat sedang emosi ataupun ketika melakukan kesalahan.
"Sudahlah, Beb. Jangan sewot begitu. Aku yang ditanya oleh pak Harry, kenapa pula kamu yang marah dan tidak terima? Nggak lucu tahu!" ucap Dilla mencoba menenangkan kondisi sahabatnya sambil mengelus-elus punggung Mila.
"Sengaja banget sih itu orang tua! Andai aku tidak di sebelahmu tadi, tentulah ia tidak akan menyapamu. Maksudnya apa coba!" jawab ketus sang bunga sekolah dengan bibir sedikit manyun dan menampakkan wajah kesalnya.
Sejatinya apa yang ia katakan adalah benar karena guru muda nan tampan rupawan tersebut memang sengaja menyapa Dilla dengan harapan Mila yang sedang di sampingnya akan marah-marah. Sehingga yang bertanya akan merasa senang dengan melihat wajah cantik Mila ketika sedang kesal.
"Kamunya saja yang terlalu sensitif, Beb. Percaya dirimu terlalu berlebihan. Pak Harry kan memang sopan kepada siapapun dan selalu menyapa pada siapa saja yang beliau jumpai," terang gadis berambut sebahu kepada sahabatnya sambil menguncit rambutnya yang terurai.
Sedangkan teman yang lainya terlihat saling berbisik-bisik sambil menunggu kedatangan seseorang yang akan menjemput sang bunga sekolah tersebut. Karena dua mobil yang menjemput rombongan siswi-siswi cantik itu sudah dari tadi standby di luar gerbang.
"Kamu kok malah membela guru sialan itu sih?" balas Mila sambil menatap tajam kearah sahabat di depannya dengan ekspresi penuh kekesalan.
Dilla hanya tertunduk diam tanpa berani membantah lagi karena ia tahu bahwa sahabatnya itu benar-benar sedang tidak bisa diingatkan apalagi diajak bercanda.
Beruntung saja karena tiba-tiba ponsel Mila berdering, ia pun segera mengambil dan menerima panggilan yang masuk. Seketika itu juga raut wajahnya berubah dan terlihat begitu bersemangat.
Setelah menutup telponnya, Mila menghampiri teman-teman lainya dan meminta mereka untuk segera masuk ke dalam mobil yang dari tadi sudah menunggu di depan.
Tidak lama kemudian, dari arah kiri gerbang sekolah munculah mobil mewah berkelas yang sedang melaju perlahan dan langsung berhenti setelah melewati dua mobil jemputan yang masih terparkir.
Sang pengemudi kemudian keluar dan menghampiri Mila, semua mata mengarah pada sosok pemuda tampan dengan postur tinggi semampai dan bentuk tubuh yang atletis tersebut. Mereka tahu kalau pemuda itu adalah putra pejabat tinggi negara, yang saat ini sedang jadi pacar baru Mila.
"Maaf telat, Sayang. Karena tadi aku jemput adikku dulu," ucap pemuda ganteng setelah berada di depan Mila sambil memegang tangan halus sang bunga sekolah yang terlihat sudah memancarkan pesona kecantikannya kembali.
"Tidak mengapa, Sayang. Ayo kita berangkat sekarang, kasihan teman-temanku yang sudah menunggu dari tadi," jawab sang gadis dengan senyuman menggoda sambil memegang dagu sang pemuda.
Kemudian pemuda ganteng tersebut membukakan pintu depan mobilnya dan mempersilakan gadis cantiknya untuk segera masuk. Tidak lupa, Mila pun meminta Dilla dan satu temannya lagi untuk ikut di dalam mobil kekasihnya.
To be continued...