Chapter 31 - Tidak Etis

Suasana siang hari dengan panas matahari nan terik, di sebuah gedung tinggi menjulang, perusahaan property Kurnia Jaya grup lebih tepatnya. Nampak kesibukan para pegawai sedang malaksanakan tugas di masing-masing departemen.

Termasuk juga di pintu depan kantor perusahaan. Terlihat dua pegawai keamanan yang sedari tadi sibuk memeriksa dan menerima tamu yang datang hari ini.

"Begitu banyak tamu yang datang setelah perusahaan kita memenangkan tender besar proyek berstandar internasional sepekan kemarin," ucap petugas yang lebih senior dengan pakaian kebesaran sambil sesekali membersihkan peluh yang membasahi keningnya.

"Iya benar, Brother. Sepertinya untuk beberapa hari kedepan kita akan sedikit sibuk dan lebih waspada, tidak bisa bersantai-santai lagi" jawab lelaki muda sembari melangkah ke arah pos keamanan yang terletak di sisi kiri pintu masuk perusahaan.

"Mari kita minum dulu, Brother. Kopimu sudah dingin ini, nanti kalau kelamaan bisa jadi jelly lho," sambungnya kemudian setelah ia duduk dan menyeruput kopi hitam yang sudah di seduh dari tadi sambil menunjukkan gelas pada seniornya yang masih berdiri di pinggir pintu.

"Silakan, kamu duluan saja. Nanti kalau benar-benar sudah sepi, aku duduk dan meminum kopiku sambil merokok tentunya. Biar nikmat," jawab lelaki yang berusia lebih tua dibanding yang sedang duduk di pos keamanan sambil tetap konsentrasi pada tugasnya.

"Siap, Bos! Aku habiskan rokokku ini dulu, setelahnya aku akan menggantikanmu di situ," balas si junior sambil menghisap panjang batang rokok yang terselip diantara jarinya. Pandangan matanya juga sesekali menatap ke jalan raya.

Saat ia sedang mengangkat kepala, pandangannya tertuju pada sebuah mobil hitam yang sedang meluncur lambat menuju ke arah pintu masuk perusahaan. Segera ia mematikan rokok yang sedari tadi di hisapannya kemudian berjalan cepat ke arah temannya yang tetap berjaga di depan.

"Broter, sepertinya aku faham dengan mobil yang sedang mengarah ke sini, juga dua orang yang ada didalamnya," ucap lelaki muda dengan postur tinggi besar dan berotot saat ia sudah berdiri di samping rekan kerjanya.

"Benarkah?" sahut si senior sambil tetap fokus memperhatikan mobil hitam tersebut. Karena ia belum tahu kalau ternyata orang yang berada dalam mobil itu adalah sahabat dari rekan kerjanya yang sekarang sedang berjalan maju memberhentikan mobil tersebut.

"Selamat siang, Bapak. Ada yang bisa kami bantu?" sambut petugas muda sesampainya di dekat kaca mobil yang sudah terbuka dengan hormat dan senyum tipis serta membusungkan dada menunjukkan gaya yang sangat tegas.

"Selamat siang juga. Aku mau memakanmu!" jawab sang pengemudi sambil tersenyum dan mengulurkan tangan untuk berjabat. Karena ia tahu petugas keamanan yang sedang menanyainya itu adalah juniornya saat pendidikan dulu.

Setelah bersalaman, pengemudi muda bertubuh kekar dan segar yang tak lain adalah Firman pegawai khusus yang sedang ditugaskan untuk mengawasi putri Anggara Kurniawan itu kemudian keluar dari mobil dan menyalami satu petugas lainnya. Satunya lagi adalah Herman, ia pun bergegas keluar dari mobil dan mengikuti langkah seniornya.

"Bagaimana kabarmu? Lama tidak bertemu, kamu tambah jelek saja." ucap sang pengemudi setelah bersalaman sambil menepuk pundak petugas jaga yang sedang berdiri di hadapannya.

"Kabarku baik. Bukan aku yang tambah jelek, tetapi proses gantengmu yang terlalu cepat, Brother. Sehingga aku sulit menyusulnya," jawab sang petugas keamanan sambil mengedipkan mata kepada satu lagi temannya yang baru datang kemudian tertawa lebar.

"Dalam rangka apa kalian kesini, atau sedang mencariku untuk menikahi adikmu yang super cantik itu?" sambungnya sambil mencolek pinggang Firman yang sedang berdiri di hadapannya dengan senyuman menggoda.

"Huh, adikku sekarang sudah bersuami. Kita kesini mau bertemu bos besar karena sudah ada janji untuk menemui beliau setengah jam lagi. Jangan tanya tentang apa, ini khusus lelaki dewasa. Kamu anak kecil tidak boleh ikut-ikutan," terang Firman dengan serius meskipun yang lain tahu kalau itu hanya sedikit candaan untuk mencairkan suasana.

"Oh, Tuhan. Ternyata dia belum jodohku," jawaban polos yang keluar dari mulut sang penjaga sambil menepuk jidatnya, sontak membuat ketiga lelaki kekar di situ tertawa ngakak.

Tidak terasa mereka sudah terlibat perbincangan hangat dan penuh dengan candaan cukup lama, hingga akhirnya lelaki tua sang penjaga pintu mengingatkan kalau sudah waktunya Firman dan Herman menghadap bos besar mereka yang mungkin sudah menunggu di ruangannya.

Kedua lelaki kekar berpenampilan sederhana yang hanya memakai celana jeans panjang dan kaos oblong bermerk tersebut kembali masuk ke dalam mobil yang sedari tadi terparkir di depan gerbang. Selanjutnya mobil langsung melaju ka arah parkiran dan berhenti di sana.

Firman dan Herman langsung melangkah masuk ke dalam gedung. Setelah menghampiri meja resepsionis dan dipersilakan, kedua pegawai khusus Anggara Kurniawan itu melangkah kearah pintu lift yang masih tertutup.

Beberapa saat menunggu, akhirnya pintu lift terbuka dan keduanya segera masuk lalu memencet tombol angka sesuai dengan lantai yang akan mereka tuju.

Tidak lama kemudian sampailah dua pria bertubuh tinggi besar dan kekar tersebut di lantai 9, yakni lantai dimana ruang kerja presiden direktur Kurnia Jaya grup berada.

Keduanya jalan beriringan sambil sesekali menyapa beberapa karyawan yang mereka lewati ataupun yang berpapasan dengan mereka. Sampailah mereka di depan ruangan Marteen, sang asisten pribadi dari Anggara Kurniawan. Setelah mengetuk pintu, keduanya masuk dan berbincang, lalu meminta sang asisten untuk memberitahu atasannya kalau mereka sudah datang.

Marteen segera memberitahukan kepada Presdir, sesuai dengan jadwal acara yang sudah ditentukan. Kedua pegawai khusus tersebut dipersilakan untuk masuk dan menghadap pimpinan perusahaan.

Setelah dipersilakan duduk dan sedikit berbasa-basi Firman segera melaporkan tugas secara lisan dan sesekali Herman juga menerangkan laporan seniornya tersebut.

Anggara Kurniawan yang juga Presdir Kurnia Jaya grup mendengarkan laporan dari bawahannya dengan seksama dan kadang tersenyum serta mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Rasa puas terpancar dari raut wajah pengusaha muda tersebut.

"Kebetulan Harry Wardana, putra dari guru kami, sekarang juga mengajar di sekolah nona Mila, Tuan," terang Herman setelah seniornya melaporkan hasil kerja mereka.

"Harry Wardana? Guru baru yang penuh bakat itu? Jadi kalian mengenal guru itu?" jawab presdir terkejut dan sedikit menekan nada bicara karena merasa penasaran.

"Dari dulu aku penasaran dan berniat menemui guru muda yang terkenal itu, tetapi belum ada waktu," sambung Anggara dengan sedikit rasa penyesalan.

"Jika tuan berkenan, saya akan segera menyuruh Harry untuk menemui anda, Tuan," jawab Firman bersemangat untuk menghadirkan putra gurunya.

"Tidak boleh seperti itu. Biar bagaimanapun dia adalah guru dari putriku. Apalagi tadi kamu bilang bahwa ia juga adalah putra dari guru kalian. Tidaklah etis kalau aku menyuruhnya datang kesini, biar aku sendiri yang menemui guru itu," ucap sang direktur dengan penuh kesopanan dan suara yang berwibawa.

Dua pegawai khusus yang sedang menghadap tuan besar mereka hanya bisa terdiam dan mengiyakan tanpa berani membantah. Karena mereka yakin kalau tidak lama lagi sang juragan pasti akan menemui putra guru mereka.

Tentulah, karena sesuai yang sudah mereka laporkan bahwa guru muda tersebut juga ikut membantu melaksanakan tugas yang sedang mereka emban. Bahkan mereka berdua sudah punya rencana untuk menawarkan Harry Wardana menjadi bagian dari keluarga Anggara Kurniawan.

To be continued...