Chapter 27 - Reuni

Mobil mewah yang di kemudikan Harry terus melaju, menembus jalanan ibu kota yang sudah mulai sepi dengan lalu lalang kendaraan. Saat melewati deretan pedagang kaki lima, Harry baru menyadari kalau sedari tadi sore ia belum makan.

Harry mengurangi kecepatan laju kendaraannya dan segera mencari warung seafood, makanan kesukaannya. Setelah menemukan warung yang di cari, ia segera menepi dan memarkir mobilnya.

Sesaat kemudian ia sudah duduk dan tengah menunggu makanan yang sudah di pesannya ketika ia masuk tadi. Harry segera meneguk jeruk hangat yang baru saja di antar oleh pelayan, pada saat itulah, tanpa sengaja pandangan matanya melihat ke arah dua sejoli yang sedang duduk di kursi taman kota, letaknya tepat di belakang warung.

Sekilas Harry merasa tidak asing dengan gadis yang sedang bermesraan di taman itu. Rasa penasaran yang membuat ia semakin memperhatikan dan memastikan sosok wanita muda di ujung sana. Gadis cantik dengan rambut hitam panjang terurai dan dress warna putih yang sedang bersandar di dada pria tampan itu ternyata Mila, salah satu siswa didiknya.

'Sudah hampir jam 12 malam, Mila belum pulang?' gumam Harry dalam hati,sambil terus memperhatikan kedua muda mudi di taman. 'Apakah lelaki di sebelahnya itu pacar baru Mila? Ganteng juga' kata saudara angkat Agung itu dalam hati, semakin penasaran.

Sementara di sudut lain warung yang tidak begitu tersorot cahaya lampu, terlihat dua lelaki dengan tubuh besar dan atletis, sedang serius memperhatikan gerak gerik dua muda mudi yang sedang bermesraan di dalam taman. Mereka adalah pegawai keamanan di perusahaan Anggara Kurniawan yang saat ini sedang melaksanakan tugas khusus untuk mengawasi dan mengikuti putri semata wayang bos properti itu.

Karena dari tadi serius memperhatikan dan mengawasi gadis cantik berambut panjang targetnya, mereka tidak menyadari akan kehadiran Harry di warung tempat mereka mengintai. Hingga tanpa sengaja salah satu lelaki yang terlihat lebih muda melihat ke arah Harry. Dia segera memberi tahu teman yang dudik di sebelahnya.

"Hei, Abang Firman. Apa aku tidak salah lihat. Lihat, lelaki yang sedang makan itu. Wajahnya kok mirip dengan Harry Wardana, putra guru kita ya?" tanya Herman kepada seniornya sambil melirik ke arah lelaki yang sedang makan dan juga sesekali memandang ke arah taman.

"Ooo, Itu. Iya juga ya. Kalau benar itu Harry, sedang apa dia di Jakarta dan siapa yang membantu guru Shindu mengajar murid-muridnya?" sang senior menjawab sambil memperhatikan sosok lelaki di pojok ruangan sekaligus merasa keheranan. Terlihat ia langsung mengambil ponsel, lalu menelpon seseorang untuk menanyakan dan memastikan tentang apa yg sedang di lihatnya.

Setelah selesai berbicara dan menutup telpon, ia memberi tahukan kepada junior disebelahnya, bahwa sosok yang mereka lihat itu benar Harry Wardana, putra dari guru mereka. Firman berjalan perlahan ke arah lelaki ganteng yang sedang asyik menyantap hidangan seafood di mejanya.

"Selamat malam, Tuan. Maaf, saya mengganggu," sapa pegawai keamanan Kurnia Jaya grup itu sambil membungkukkan badan setelah berada di depan meja tempat Harry makan. Sang lawan bicara yang sedikit terkejut dengan kedatangan seseorang di depannya, langsung menatap penuh heran beberapa saat, kemudian baru menjawab.

"Selamat malam juga, Bos. Apakah anda Firman? Harry yang masih tidak asing dengan lelaki kekar di hadapannya, memperhatikan wajahnya dengan seksama. Meskipun sudah lama tidak bertemu, tetapi Harry masih faham dengan sosok murid ayahnya yang sangat berprestasi itu, ia pun ganti bertanya dan memastikan.

"Anda benar, Tuan. Bagaimana ceritanya guru Harry kok bisa di Jakarta ini, dalam rangka apa?" lelaki bertubuh kekar dengan lengan yang berotot, kembali bertanya kepada pria di depannya. Dan saat mereka berdua tengah berbincang, laki-laki yang sedari tadi hanya mengamati. Akhirnya mendekat dan memberi salam kepada pria yang yang sedang menikmati hidangan makan malam.

"Ayah memintaku agar membantu saudara angkatku, Agung Bramasta untuk membantu pekerjaannya," jawab lelaki tampan dengan tubuh atletis yang masih memegang udang besar di tangan. Sesaat ia terkejut dengan munculnya seseorang lagi di hadapannya, wajah yang juga tidak asing dalam memori ingatan.

"Herman. Kamu Herman yang ahli deteksi itu bukan? Bagaimana juga kamu bisa berada di sini?" tanya Harry yang saat itu langsung mengenali pemuda itu sambil meletakkan udang di tanganya, kemuduan berdiri menyambut kedua lelaki bertubuh kekar di depannya.

"Benar, Guru. Saya Herman. Bagaimana kabar anda?" jawab lelaki bertubuh kekar dengan wajah yang lumayan tampan dan berbinar penuh semangat.

"Guru. Tadi anda bilang, saudara angkatmu Agung Bramasta? Apakah dia pemilik perusahaan Bramasta Shield yang terkenal itu?" Firman yang sedari tadi merasa penasaran, segera menanyakan sesuatu.

Setelah keduanya di persilakan duduk. Mereka terlibat perbincangan yang hangat dan serius, sambil sesekali tatapan dari salah satu orang kepercayaan Anggara tetap memperhatikan gerak gerik dua pemuda yang masih asyik di taman kota.

"Sepertinya, malam ini kalian sedang menjalankan tugas penting?" sebagai ahli yang sudah terdidik, insting Harry menangkap ada sesuatu yang janggal dengan perilaku dua lelaki di depannya.

"Betul, Guru. Sudah satu minggu lebih, kami sedang di tugaskan untuk mengawasi aktivitas gadis cantik yang memakai baju putih di taman itu. Dia putri semata wayang bos kami, Guru," jawab salah satu dari lelaki kepercayaan Anggara Kurniawan.

"Kamila yang kamu maksud?" tanya Harry kemudian, dan itu membuat dua lelaki di depannya semakin penasaran.

"Maaf, dari mana Guru tahu nama gadis itu?" Firman mencoba untuk menyampaikan rasa penasarannya dengan hati-hati.

"Mila itu termasuk salah satu idola dan jadi bunga sekolah di tempatku mengajar. Ya jelas aku kenal dong," lelaki berparas tampan itu menjawab dengan santainya, membuat kedua lawan bicaranya semakin tercengang.

"Jadi, Guru juga mengajar di sekolah favorit tempat nona Mila belajar itu?" lelaki bertubuh kekar dan berumur lebih muda itu keheranan, lalu bertanya kepada Harry.

"Tidak kusangka, Guru Harry benar-benar hebat," tambah lelaki yang lebih tua itu memberi sanjungan, namun tidak membuat putra dari guru mereka menjadi sombong, ia tetap tersenyum dan rendah diri.

"Kebetulan saudara angkatku, Agung Bramasta itu yang merekomendasikan. Tanpa jasa dan nama besarnya, belum tentu aku bisa di terima untuk mengajar di sekolah ternama seperti itu," Harry menanggapi dengan kalimat santai dan senyum tipis yang ia munculkan, semakin menambah wibawa dalam dirinya.

Setelah selesai menyantap hidangan, Harry memanggil pelayan untuk meminta tagihan, berikut tagihan makanan dan minuman yang sudah di hidangkan kepada dua murid ayahnya di meja lainnya. Tidak lama kemudian, si pelayan muncul membawakan nota tagihan, Harry segera membayar semuanya.

Ketiga lelaki bertubuh besar dan kekar itu masih tetap duduk berbincang hangat di warung itu, sambil tetap mengawasi target mereka yang masih belum beranjak meninggalkan taman kota.

"Setelah bertemu kalian dan beberapa murid ayah yang sekarang bekerja di Jakarta ini. Apalagi banyak dari mereka yang berada di bawah naungan perusahaan Bramasta Shield, aku jadi punya ide untuk mengadakan reuni. Bagaimana menurut kalian?" Harry menyampaikan keinginannya saat ketiganya sudah sedikit santai.

"Saya sangat setuju, Guru. Nanti akan saya hubungi yang lain, Anda tinggal menentukan kapan waktunya dan di mana lokasinya?" jawab Firman dengan penuh semangat dan di ikuti oleh rekan di sebelahnya.

To be continued...