Sesuatu yang menarik perhatiannya itu adalah mobil sport berwarna merah, baru saja berhenti dan menurunkan penumpang, tepat di sebelah ia berdiri sekarang dan membuatnya tercengang seketika.
Kemudian pandangan matanya kembali menoleh ke kanan. Terlihat tangan kanan, dengan jari jemari lentik milik si gadis melambai kepada sopir yang baru saja mengantarkan dirinya. Matanya mengikuti arah mobil sedan miliknya melaju.
Hal yang tidak biasa terjadi. Biasanya, saat si gadis tiba di sekolah, mobil sport warna merah kepunyaan Rendi sang kekasih hatinya ini sudah terparkir rapi di tempat parkir sekolah. Beda dengan pemandangan hari ini.
Ia semakin dibuat bengong, saat seorang pria tampan dengan tubuh tinggi besar keluar dari pintu kiri mobil tersebut. Sosok yang ia lihat di mall tadi malam dan membuatnya penasaran. Saat ini muncul lagi di hadapannya.
Dari semalam, gadis belia nan cantik jelita ini terus kepikiran dengan dua orang ini. Harry Wardana, guru baru yang kemarin sudah membuat hatinya sedikit tersinggung dan sempat mau dihabisi oleh Rendi Bramasta kekasihnya. Tiba-tiba ia melihatnya di mall berduaan dan tampak akrab, sekarang muncul lagi di hadapannya.
Saat ini, manik bening itu terus memperhatikan Rendi yang masih berada di belakang kemudi dengan kaca tertutup. Pikirannya terus berkecamuk, penuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Sampai-sampai si gadis tidak tahu ketika sang guru melewati dan menyapanya.
Setelah menurunkan Harry, merupakan guru sekaligus pamannya, Rendi mengarahkan mobil ke parkiran. Si gadis yang sedari tadi bengong, sekarang sudah terlihat melangkah lagi menuju gedung sekolah. Tetapi gadis itu kembali berhenti di depan perpustakaan.
Rendi yang sudah sampai di parkiran, sengaja berlama-lama di sana. Bahkan ia terlihat sengaja sedang menelpon seseorang. Semua ia lakukan karena pemuda itu tahu kalau Mila, gadis pujaan hatinya sedang menunggu di depan perpustakaan untuk menanyakan tentang perubahan sikapnya terhadap si gadis.
Setelah menatap mesin waktu yang terletak di pergelangan tangan kirinya, Rendi lantas bergegas menuju gedung sekolah. Tatapan manik hitam si pemuda menatap tidak tentu arah karena tidak ingin bertemu pandang dengan gadis yang tengah menunggunya di depan perpustakaan.
Sesampainya di depan ruangan yang terbilang besar itu, si pemuda tampan, preman sekolah itu tetap lurus berjalan tanpa menoleh. Apalagi menyapa sang pujaan hati yang sedari tadi sudah menunggu dan menatapnya tajam.
Merasa tidak dipedulikan oleh kekasihnya yang ganteng dan sok preman itu, Mila mengikutinya dari belakang tanpa disadari oleh pemuda di depannya. Gadis cantik yang dari semalam dihantui rasa penasaran yang berkepanjangan, kini semakin tidak sabar dan segera meraih tangan kiri sang pujaan hatinya itu.
Sesaat setelah itu, ditarik dan dibawanya preman sekolah itu ke lorong yang terletak di antara ruangan perpustakaan dan ruangan laboratorium.
Sementara siswa laki-laki itu hanya mengikuti ajakannya.
"Sayang, kamu kenapa, sih?" Mila yang dari tadi sudah geram, segera bertanya kepada Rendi.
Rendi sama sekali tidak bereaksi dan tidak menjawab pertanyaan gadis yang sedang berdiri tepat di hadapannya.
"Sayangku, Rendi. Jawab dong!" dengan suara ditekan, Mila sedikit memaksakan.
Pemuda tampan di depannya, yang biasanya selalu riang, reseh, dan banyak tingkah itu, sekarang masih tetap diam dengan tatapan kosong.
Mila maju satu langkah, mencoba mendekati kekasihnya yang masih diam terpaku. Sekarang hanya tersisa satu jengkal jarak di antara keduanya.
Sesaat, sepasang mata dua insan yang biasanya selalu dekat dan mesra itu saling bertemu. Tetapi untuk kali ini, sedikit pun tiada kata yang terucap dari bibir laki-laki dan perempuan yang sedang beradu pandang itu.
Tangan Mila merangkum kedua sisi pipi dengan rahang tegas Rendi. Ia menatap dalam ke arah manik hitam yang berada sedikit di atas wajah cantiknya itu.
"Maafkan aku, Mila. Aku sudah banyak membuatmu tersiksa dan aku tidak pernah bisa membahagiakanmu. Justru aku selalu membawa masalah buatmu. Maafkan aku, Mil." Seakan tahu dengan bahasa mata yang ditunjukkan oleh Mila, tiba-tiba Rendi berucap dengan suara parau dan manik hitamnya mulai berkaca-kaca.
"Hei ... maksud kamu apa, Ren!" tanya Mila semakin penasaran dengan ucapan kekasihnya yang tiba-tiba berubah 180 derajat itu. Rendi yang biasanya terlihat riang, banyak bicara, banyak tingkah dan selalu bergaya pemberani di depannya. Sekarang menjadi lemah seperti ini.
"Kamu kerasukan jin atau setan di mana? Atau guru baru, Harry sialan itu sudah menghipnotis kamu, Ren?" Mila semakin mencecar dengan berbagai macam pertanyaan. Tangan halus dengan jari jemari lentik itu pun sekarang sudah memegang dan mencengkeram bahu si pemuda yang berada sedikit lebih tinggi.
Mendengar pertanyaan itu, seketika raut wajah dan tubuh Rendi berubah. Seolah-olah ada kekuatan dahsyat yang muncul dari sana. Ia sekarang terlihat kekar dan kuat kembali, tangannya balik meraih kedua sisi pipi putih nan cabi milik gadis cantik di hadapannya.
"Mila, Sayangku. Dengarkan baik-baik, ya. Om Harry itu guru yang baik dan berbakat. Beliau itu saudara angkat ayahku yang ditugaskan untuk membimbing dan mendidikku. Kamu tidak boleh membenci beliau," terang Rendi panjang lebar yang membuat Mila melongo seakan tidak percaya dengan semua ini.
Di saat si gadis masih di selimuti kebingungan dan ketidakpercayaan, Tangan kekar Rendi sudah meraih tengkuknya agar wajah mereka semakin rapat.
Selanjutnya, bibir tebal milik Rendi sudah mendarat mulus pada bibir sensual yang sedikit tebal dengan warna merah jambu kepunyaan Mila.
Entah setan mana yang merasuk, secara reflek tangan si gadis cantik itu langsung meraih pinggang lebar nan kokoh milik Rendi, merapatkan tubuhnya dan membalas si pemuda dengan ciuman dahsyatnya.
Keduanya terlibat perang bibir di pagi hari dengan cukup lama dan saling serang dengan kelihaian lidah masing-masing, hingga akhirnya mereka dikejutkan oleh suara bell sekolah tanda semua siswa harus masuk ke ruangan kelas.
Setelah membersihkan bekas saliva di bibirnya dan bekas saliva dari bibir sensual nan menggoda milik bunga sekolah yang baru saja dilumatnya itu, Rendi menggandeng tangan si gadis dan mengajak keluar dari lorong untuk segera masuk ke ruang kelas.
Mila yang dari tadi terhanyut dalam suasana, tidak menyadari atas apa yang telah dilakukan olehnya. Saat ini, ia masih bingung dan hanya menurut mengikuti ajakan tangan sang kekasih. Kemudian gadis cantik itu segera berlari menuju ruangan kelasnya.
Gadis genius bintang sekolah yang pagi ini terlihat bodoh itu sudah berada di ruang kelas. Ingatannya masih tertuju pada kegiatan yang baru saja dilakukan bersama kekasihnya di lorong tadi.
'Konyol sekali, aku ini. Pagi-pagi sudah berciuman, di sekolah pula. Untung saja tidak ketahuan guru,' gumamnya dalam hati, sambil senyum-senyum sendiri.
'Awas kamu, Ren. Akan kubalas perbuatanmu tadi, dengan balasan yang lebih kejam,' lanjutnya dalam hati, sembari membuka tas punggung yang sudah berada di atas mejanya untuk mempersiapkan buku pelajaran yang akan segera dimulai.
To be continued...