Harry yang sesekali melirik ke arah dua bocah itu hanya tersenyum, tetapi dalam hati ia merasa sangat senang dan bahagia dengan perkembangan yang sudah ia hasilkan. Melihat kakak beradik yang sudah mulai dekat dan sering bercanda lagi.
Tidak seperti awal-awal ia datang dan tinggal di mansion ini, keadaannya yang memprihatinkan. Kakak beradik ini terlihat sangat dingin tanpa komunikasi dan terkesan saling bermusuhan.
"Anak-anak, Kalian sudah siap? Ayo kita mulai," teriak Harry setelah semua peralatan siap, memanggil kedua muridnya untuk mendekat.
Dengan gerakan-gerakan yang sudah dikuasai, ia memberikan contoh gerakan atau teknik dasar olahraga tinju dan mempraktekkan pada samsak berdiri di depannya.
Setelah memastikan dua remaja muridnya itu sudah memahami gerakan yang ditunjukkan tadi, ia pun memerintahkan Rendi untuk mempraktekkannya, selanjutnya Alex.
Semua berjalan lancar sesuai harapan, berkat semangat yang ditunjukkan Rendi dan Alex, keduanya terlihat sangat cepat dalam menerima dan memahami pelatihan hari ini. Bulir-bulir bening peluh terlihat mengalir membasahi wajah kedua remaja yang tengah berlatih.
Tidak terasa, matahari sudah mulai menyembunyikan sinarnya, pertanda hari sudah sore. Harry menyudahi latihan hari ini dan meminta Rendi dan Alex untuk istirahat. Sesudah membersihkan keringat dengan handuk masing-masing, keduanya mengikuti langkah sang pelatih yang sudah berjalan meninggalkan ruangan itu.
Agung Bramasta yang berada di kantor dan sedari tadi menyaksikan ulah anak-anaknya dari layar laptop di meja kerjanya, sesekali juga nampak tersenyum lebar. Ia sangat bahagia melihat pemandangan seperti ini, pemandangan yang sudah lama tidak ia lihat.
Pimpinan Bramasta Shield itu sengaja memasang kamera cctv di beberapa titik ruangan mansion. Dimana ruangan-ruangan tersebut akan di gunakan untuk beraktivitas oleh kedua putranya, sehingga dengan mudah Agung bisa memantau anak-anaknya setiap saat, cukup dari kantornya.
Pimpinan perusahaan Bramasta shield ini benar-benar berhutang budi dan sangat berterimakasih kepada Harry. Tanpa dia mungkin anak-anak kesayangannya tidak akan seperti yang ia lihat sekarang. Bercanda hangat penuh dengan kebahagiaan.
Apa lagi saat ia melihat momen ketika candaan Alex memukul lengan kakaknya, Rendi sedikit meringis dan hampir memukul balik adiknya, tetapi Rendi urungkan dan merubah pukulannya dengan pelukan sayang kepada adiknya.
Tanpa disadari, bulir bening air lolos mata Agung. Rasa haru menyeruak dalam urat syarafnya, menandakan bahwa saat ini ia sangat terharu yang bercampur dengan kebahagiaan yang sangat. Rasa yang sudah lama tidak ia temukan dua tahun belakangan ini.
'Kamu pasti bisa, Nak' bisiknya dalam hati dan Agung semakin yakin kalau nantinya Rendi mampu menggantikan posisinya, memimpin perusahaan besar yang sudah lama ia rintis bersama istrinya. Ia juga yakin bahwa Rendi akan selalu melindungi adik satu-satunya itu dan menjaga nama baik keluarga.
Saat lamunannya mulai terbang melayang jauh, tiba-tiba Agung teringat pada laporan dari bawahannya beberapa hari yang lalu. Di mana satu komplek kontrakan kepunyaannya mulai ada yang mengusik. Selain Bramasta shield, Agung juga memiliki beberapa komplek kos-kosan dan kontrakan, sebagai investasi jangka panjang ia jalankan.
Agung berencana, setelah pulang dari kantor nanti akan berbicara kepada Harry. Tidak lain adalah untuk meminta bantuan dari saudara angkatnya itu, agar ia mau untuk mengelola dan menghandle komplek yang sedang mengalami sedikit masalah tersebut.
Jam dinding di ruangan tempat kerja sudah melawati pukul 6 sore. Agung bergegas merapikan perlengkapan kerja yang ada di mejanya. Sesaat kemudian, ia bergegas keluar dari ruangan, dilihatnya sang asisten yang sudah siap untuk pulang, tetapi terlihat sedang melamunkan sesuatu.
Karyawan lainya sudah meninggalkan ruangan masing-masing sepuluh menit yang lalu. Asisten yang sedang sedikit melamun itu terkejut saat melihat presdir sudah keluar dari ruangan dan sekarang ada di hadapannya. Ia langsung bangkit mengangkat tubuhnya untuk berdiri menyambut tuannya.
"Eh, Presdir," sapa sang asisten sembari membungkukkan badan sebagai tanda hormat.
"Rega, Hal apa yang sedang kamu pikirkan? Kok melamun serius?" tanya Agung pada asisten yang kelihatan kaget dan sedang bingung.
"Tidak ada kok, Tuan. Apakah kita bisa pulang sekarang?" tanya lelaki muda yang sudah 5 tahun menjadi asisten Agung.
"Baiklah, mari kita pulang sekarang. Apakah yang lain sudah pulang semua?" seru Agung dan memastikan kalau karyawan lainnya sudah pulang sembari melangkah menuju pintu lift.
"Iya, Tuan. Semua karyawan sudah turun, tinggal kita berdua saja," jawab sang asisten sambil mengikuti tuannya dari belakang.
Keduanya pun masuk ke dalam lift. Sang asisten memencet tombol angka sesuai dengan lantai yang mereka tuju. Tidak lama kemudian, sampailah dua orang ini di lantai satu gedung bertingkat itu. keduanya segera bergegas menuju tempat parkir.
"Selamat malam, Tuan," sapa penjaga pintu depan dengan membungkukkan badan saat kedua pria bertubuh kekar itu lewat di depannya.
"Selamat malam juga, Pak. Selamat berjaga," sahut Agung dengan senyum tipisnya. Sang asisten hanya ikut menganggukkan kepala tanpa ada kalimat yang terucap dari bibirnya.
"Siap, Tuan," jawab sang petugas jaga tersebut dengan tubuh tegak dan tangan terangkat ke depan kening memberi hormat.
Tidak lama kemudian, Agung dan Rega sudah sampai di tempat parkir. Dua sopir masing-masing dari bos dan asisten yang sedari tadi sudah setia menunggu mereka, bergegas membukakan pintu untuk tuannya.
"Oh iya, Rega. Kamu langsung ikut denganku saja. Mobilmu biar dibawa pulang oleh sopirmu."
Kalimat agung sedikit mengagetkan telinga Rega dan telinga dua sopir yang ada di sana.
"Baik, Bos. Saya akan ikut dengan Anda. Tetapi maaf, kalau boleh tahu. Apakah ada hal penting yang harus kita bahas?" tanya Rega. Sebagai asisten yang sudah lama mengabdi, ia sadar betul kalau harus hati-hati sekali saat berbicara dengan tuannya.
"Tadi aku lupa memberitahumu tentang hal ini. Ya, sudah. Nanti aku ceritakan di jalan saja. Sekarang, kita masuk," jawab bos tampan dan kekar itu sambil melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Rega.
Melihat semuanya sudah siap, sopir pribadi Agung lantas menginjak pedal gas dan segera mengarahkan mobil keluar dari area parki gedung tinggi menjulang itu. Mobil tak berpenumpang yang dikemudikan oleh sopir pribadi Rega mengikuti dari belakang.
Kurang lebih setelah radius lima kilometer, setelah pertigaan, mobil yang sedari tadi mengikuti di belakang sudah karena letak rumah Rega berbeda arah dengan mansion Agung Bramasta.
Tidak banyak yang sempat dibicarakan oleh bos dan asisten tadi dalam perjalanan, dikarenakan lalu lintas yang terlihat sedikit sepi malam ini.
Pedal gas yang diinjak oleh sopir pribadi Agung seolah sangat ringan dan dalam. Sehingga sebentar saja mobil mewah itu sudah sampai di depan gerbang mansion mewah, luas nan sejuk milik Agung Bramasta.
Dua penjaga gerbang yang sedang berjaga, begitu menyadari tuannya datang, buru-buru segera membukakan pintu. Sesaat kemudian, tubuh dua orang itu membungkuk penuh hormat saat mobil yang membawa Bos besar melewati mereka.
To be continued...