Setelah emosi bik Minah sudah kembali stabil, kedua wanita itu duduk di sofa ruang keluarga. Mila meraih gelas berisi air putih dan meminumkan kapada bik Minah. Meskipun wanita paruh baya itu awalnya menolak karena tidak biasa dan ia tahu kalau minuman itu di suguhkan untuk nona mudanya.
Setelah itu, Mila mengambil ponsel yang ia simpan di dalam handbag kesayanganya. Berniat untuk mengabarkan kepada Faizal kalau dia sudah siap. Tidak butuh waktu lama ia untuk menscroll tombol dan menemukan kontak yang di maksud.
"Hallo, Faiz. Apakah kamu sudah siap?" tanya Mila pada seseorang di seberang sana yang sedang menerima panggilan telpon darinya.
"Iya, Mila. Aku sudah hampir sampai ke mansionmu ini. Maaf, telat. Karena jalanan sedikit macet," jawab laki-laki yang di ujung telepon.
"Oke, Aku tunggu. Bye," Mila menutup telponnya kemudian menatap ke arah bik Minah yang masih setia duduk di sebelahnya.
Sebenarnya, bik Minah merasa kasihan kepada nona mudanya ini. Setelah mendengar rencana dari tuan Anggara dan nyonya Yurike yang berniat untuk menjodohkan putrinya setelah lulus sekolah nanti. Itu artinya, hanya tinggal beberapa bulan ke depan.
'Kasihan sekali, kenapa gadis cantik seperti ini harus di jodohkan?' gumam wanita paruh baya itu. Pembantu itu tahu, meskipun nona muda mempunyai banyak lelaki dan sering gonta-ganti pasangan, yang terakhir Rendi. Si preman sekolah yang sekarang sudah insyaf, tetapi ia tahu kalau nona muda hanya ingin mencari perhatian dan kasih sayang saja, tidak lebih dari itu.
'Memang, ada benarnya juga kalau tuan Anggara dan nyonya Yurike mengkhawatirkan masa depan putri semata wayangnya itu. Tetapi apakah nona muda akan setuju dan bahagia dengan lelaki pilihan orang tuanya?' perasaan bersalah terus menyelimuti benak pembantu yang sudah lama mengasuh Mila itu.
Tidak lama kemudian, salah satu penjaga gerbang mansion memberi tahu kalau ada seorang pemuda tampan bernama Faizal sedang mencari nona muda dan sekarang masih ada di luar gerbang mansion.
Mila memberi jawaban kepada petugas tersebut, agar membiarkan pemuda itu untuk masuk. Tidak lama berselang, sebuah mobil mewah sudah yang di kemudikan Faizal sudah parkir di halaman mension nan luas tersebut.
Terlihat seorang pemuda tampan dengan tinggi badan yang ideal dan penampilan menarik, keluar dari dalam mobil dan melangkah menuju ruang tamu mansion.
Mila yang mengetahui pacar barunya sudah tiba, segera melangkah keluar untuk menyambut kedatangannya dan meminta untuk masuk dulu sebentar.
Setelah kurang lebih 15 menit berselang, pemuda ganteng dan gadis cantik,pasangan yang terlihat serasi sudah keluar dan melangkah ke arah mobil mewah yang sedang terparkir di halaman. Sang pemuda terlihat membukakan pintu samping dan mempersilakan gadis pujaan hatinya untuk masuk. Beberapa saat setelahnya, mobil itu sudah keluar dari mansion Anggara.
Minah, kepala pembantu mansion sekaligus pengasuh Mila yang sedari tadi mengasawai dari dalam, hatinya berdecak kagum dengan ketampanan sang pemuda dan berharap semoga pemuda tersebut akan menjadi pacar terakhir Mila yang benar-benar serius meminang dan menikahi nona mudanya, agar tidak sampai terjadi perjodohan.
Minah segera meraih ponselnya untuk memberikan laporan kepada nyonya Yurike. Begitu juga dengan pegawai khusus yang di tugaskan oleh Anggara pun melaporkan kepada nyonya Yurike tentang posisinya yang sedang mengikuti dan memantau Mila.
Sementara di mansion Agung Bramasta, tepatnya di aula pertemuan. Terlihat tiga orang yang tengah duduk bersama, berbincang serius tentang masalah yang sedang terjadi. Akhir-akhir ini, salah satu komplek kontrakan milik Agung ada sedikit masalah karena ulah sepasang preman kompleks yang mulai mengusik ketenangan penghuni yang tinggal di deretan rumah kontrakan tersebut.
Agung Bramasta sengaja tidak ingin melibatkan pegawai-pegawai di kantornya, untuk tetap menyembunyikan identitas pemilik kontrakan. Ia berencana menugaskan Harry Wardana, saudara angkatnya untuk menyelidiki dan menyelesaikan masalah tersebut.
"Rega, sekarang juga aku memintamu untuk menemani saudaraku Harry ini menuju kompleks kontrakan itu. Selidiki dan pelajari dulu, siapa preman itu dan apa maunya," terang Agung kepada dua orang yang duduk di hadapannya. Setelah memperbincangkan masalah yang sedang terjadi, akhirnya Agung memutuskan untuk segera mengambil langkah.
"Siap, Bos," jawab Rega dengan tegas sambil melirik ke arah Harry yang duduk di seberang tempatnya.
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang," jawab Harry bersemangat karena ia menyadari kalau saudara angkatnya itu sudah memberi kepercayaan lebih.
Agung Bramasta bermaksud melimpahkan penanggung jawaban dan pengelolaan beberapa kompleks kontrakan kepunyaannya kepada Harry. Salah satunya komplek yang sedang mengalami sedikit masalah itu.
Sang pemilik perusahaan Bramasta Shield itu sengaja ingin tetap menyembunyikan identitas pemilik kompleks kontrakan kepunyaannya.
Setelah Rega dan Harry berpamitan dan meninggalkan ruang pertemuan, Agung Bramasta menyuruh salah satu pegawai di mansionnya untuk memanggil kedua putranya agar menghadap dirinya. Tidak lama kemudian, dua putra Agung Bramasta sudah hadir di ruangan tersebut dan duduk di hadapannya.
"Rendi, Alex. Mulai minggu depan pamanmu Harry, akan ayah tempatkan di komplek kontrakan yang sering terjadi konflik itu," ucap Agung membuka percakapan.
"Maaf, Ayah. Alex tidak setuju. Alex berharap paman tetap tinggal di sini mendidik Alex," jawab si sulung karena belum mengetahui permasalahan yang sedang terjadi.
Sebenarnya Agung bisa dengan mudah mengandalkan anak buahnya untuk membereskan dua preman yang sering mengusik penghuni kontrakannya tersebut. Tetapi tidak memakai cara tersebut, sengaja tidak ia lakukan demi agar namanya tidak terekspos oleh publik.
"Ayah faham dengan maksudmu, Nak. Dengan paman Harry tinggal di kontrakan, bukan berarti pamanmu itu sudah tidak mendidik kalian," jawab Agung menenangkan hati putra sulungnya sambil mendekat dan duduk di sebelah serta mengelus rambut pemuda belia tersebut.
"Lalu, Apakah Alex juga akan tinggal bersama paman Harry, Yah?" balas putranya yang masih merasa bingung dengan ucapan ayahnya sambil menatap dalam ke wajah sang ayah.
"Putraku, Alex yang baik. Paman akan tinggal di sana saat akhir pekan saja. Kalau hari-hari biasa, pamanmu akan tinggal di sini untuk mendidik dan membimbing kalian," terang Agung kepada putranya dengan nada tenang dan tatapan yang lembut.
"Baiklah, kalau begitu. Alex setuju dengan keputusanmu. Terima kasih, Ayah," jawab si sulung dengan semangat sembari memeluk erat tubuh kekar ayahnya.
"Maaf, Ayah. Kenapa dua preman reseh itu tidak ayah bereskan saja? Anak buah Ayah tentu mudah untuk meringkus dua tikus got itu," Rendi yang sedari tadi diam, tiba-tiba menyela, dengan nada pelan dan menundukkan kepalanya.
Salah satu perubahan Rendi yang sudah berhasil di rubah oleh Harry. Sekarang terlihat lebih sopan kepada siapapun, apalagi terhadap ayahnya. Sebelumnya, putra sulung Agung Bramasta itu, terlalu urakan dan minim sopan santun.
"Bukan begitu, Nak. Ayah sengaja meminta pamanmu untuk menyelesaikan masalah ini, agar orang-orang tidak tahu kalau ayah adalah pemilik komplek tersebut," terang Agung dengan pelan, agar mudah di mengerti oleh kedua putranya.
To be continued...