Sementara itu, di ruangan pribadi dengan segala furniture mewah dan perlengkapan serba berkelas, terlihat Anggara Kurniawan dan Yurike Kurniawan, pemilik mansion mewah yang sedang duduk di sofa berwarna coklat tua bermotif kupu-kupu.
Setelah menerima laporan harian dari bik Minah yang merupakan kepala pembantu mansion, perihal perkembangan putri semata wayangnya, Mila. Pasangan konglomerat itu berada di dalam kamar pribadi mereka untuk segera beristirahat.
Lain halnya dengan malam ini, sepasang suami istri itu terlihat masih berbincang serius, membahas perubahan yang terjadi pada anak gadisnya akhir-akhir ini.
Mila, si gadis cantik yang sedari kecil adalah anak yang rajin, genius dan penurut. Belakangan ini mulai berubah menjadi lebih urakan, gampang marah dan mulai sering keluar malam.
Pemilik tunggal dari perusahaan Kurnia Jaya grup dan istrinya, selaku orang tua Mila tentulah merasa khawatir dengan perubahan yang ditujukan oleh putri mereka yang kini sudah tumbuh menjadi gadis dewasa.
Menyadari perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih dengan banyaknya berita-berita kriminal dan tidak sedikit ia mendengar tentang remaja yang harus putus sekolah karena hamil diluar nikah, akibat dari pergaulan bebas, efek dari perubahan itu.
Apalagi setelah mendapatkan laporan bahwasanya belakangan ini Mila sudah sering keluar malam, ia merasa khawatir kalau-kalau putrinya itu sudah mulai salah dalam pergaulan dan hal yang ia takutkan akan terjadi pada putri kesayangannya.
Kedua orang tua Mila menyadari, tidak bisa mengawasi, membimbing dan mendidik serta mendampingi putrinya setiap hari secara maksimal karena kesibukan urusan pekerjaan masing-masing, sehingga selama ini hanya mengandalkan pembantu-pembantu mereka dan pangasuh pribadi Mila.
Dalam benak sang ayah ia berencana untuk mencarikan jodoh dan segera menikahkan putri cantiknya dengan pria yang baik dan mapan yang bisa membimbing dan melindungi putri semata wayangnya agar terhindar hal yang ia takutkan.
Di sisi lain, Yurike tidak ingin dipandang jahat oleh putrinya jika benar akan menjodohkannya karena ia sendiri menyadari kalau Mila itu masih terlalu belia untuk dijodohkan, apalagi segera dinikahkan.
"Mamah takut kalau nantinya Mila justru akan tersinggung dan kecewa dengan kita, Pah," ujar Yurike mencoba mencoba menerangkan kepada suaminya yang sedari tadi masih memegangi kepala karena pusing.
"Sebenarnya Papa juga merasakan hal yang demikian, Mah. Tetapi kita harus gimana lagi," jawab tuan Anggara sambil menatap sang istri degan tatapan sayu.
"Tentunya, Mama masih ingat dengan kejadian yang menimpa Simon, staff Papa itu, kan! Betapa terpukulnya ia saat mengetahui anak gadisnya yang baru kelas dua SMA itu hamil. Papah tidak ingin hal itu terjadi pada anak kita," lanjut si suami sambil merapatkan duduknya di sebelah sang istri dan memegang erat tangan dengan jemari lentik milik istrinya.
"Mama tidak bisa membayangkan hal itu, Pa," jawab sang nyonya sambil bersandar pada dada bidang sang suami.
Seketika itu suasana kembali hening, hanya terdengar alunan musik blues yang sedari tadi mengiringi perbincangan mereka. Pasangan suami istri itu kembali terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
"Kita lanjutkan besok lagi saja, Mah. Sekarang sudah larut, mari kita tidur dulu," ucap tuan Anggara sambil membelai lembut rambut sang istri dengan aroma strawberry yang selalu menjadi candu untuknya.
"Baiklah, Pa," sahut sang istri sembari membangkitkan diri dari dada bidang sang suami yang selalu memberi kenyamanan bagi dirinya. Kecupan bibir tipis sensual yang sangat menggoda, berwarna merah jambu sudah mendarat di bibir tebal sang suami.
"Jangan memancing suasana, Ma! Papa sangat lelah hari ini," ujar sang suami yang menghentikan ulah sang istri. Seakan membangkitkan gairah tertahan miliknya yang tidak ingin disalurkan malam ini.
Sebagai lelaki normal, Anggara Kurniawan sebenarnya malam ini tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan adegan panas bersama istrinya.
Sangat disayangkan karena sang istri yang berwajah cantik rupawan dengan tubuh yang molek dan body yang aduhai ini sudah begitu menggoda dan bermanja-manja, seolah memberikan sinyal agar terjadi perang dahsyat malam ini.
Tetapi mengingat kondisi tubuh yang sangat capek, juga besok harus bangun dan berangkat pagi-pagi ke kantor karena ada satu hal penting yang harus diselesaikan. Jadi, sebisa mungkin ia mencoba menahan gejolak kelelakiannya, sedikit menghindari godaan sang bidadari cantik belahan jiwanya tersebut.
Setelah tuan Anggara sedikit memberikan balasan ciuman karena tidak ingin sang istri marah. Kemudian suami tampan itu menekan remot yang ada di sebelahnya untuk mengecilkan volume musik dan menyalakan AC.
Selanjutnya pasangan suami istri kaya raya itu melangkah menuju ranjang king size, merebahkan tubuh lelah mereka yang seharian sudah berkutat dengan aktivitas masing-masing untuk segera memejamkan mata.
Sementara itu, di kamar depan lantai dua mansion Anggara Kurniawan, terlihat seorang gadis cantik jelita dengan tubuh ramping dan rambut lurus terurai sedang berjalan mondar-mandir seolah sedang merasakan kegundahan hati yang teramat sangat.
Gadis cantik itu tak lain adalah Syifa Kamila, putri tunggal dari Anggara Kurniawan. Kini terlihat dengan ponsel yang masih dalam genggaman dan sebentar-sebentar diliriknya.
'Brengsek! Kenapa sih tidak diangkat-angkat. Ada apa dengan Rendi? Masa sih ponselnya ketinggalan? Atau dia sudah tidur?' gumam si gadis dalam hatinya dengan raut wajah yang masih gelisah.
"Tidak mungkin aku mencarinya ke diskotik tempat Rendi biasa nongkrong. Sudah terlalu malam, penjaga di depan itu pasti akan melaporkanku ke papa," terlihat gadis itu bicara sendiri, sembari sesekali merapikan anak rambut yang menutupi wajah ke belakang telinganya.
'Mending aku telpon Dilla sajalah, pasti bocah itu masih begadang dengan cowoknya,' lagi lagi si gadis bergumam, sambil meraih ponsel yang sudah dilemparkan ke sofa tadi.
Mila mencari daftar panggilan dan nama dari sahabat baiknya, lalu memencet tombol panggil untuk melakukan panggilan. Menunggu hingga panggilan mendapatkan jawaban dan langsung mengeluarkan suara begitu panggilan diangkat oleh sahabatnya.
"Halo. Hei ... jelek, kamu di mana?" tanya Mila sesaat setelah ia tahu seseorang di seberang sana sudah menerima panggilan telponnya.
"Aku di rumah, Say. Kenapa, kangen?" jawab seseorang yang sedang dihubungi Mila.
Dialah Dilla Anggraeni, gadis belia yang tidak kalah cantiknya dengan Mila. Ia merupakan sahabat dekat Mila, persahabatan itu sudah lama terjalin semenjak kali pertama mereka masuk di sekolah tempat mereka menuntut ilmu.
"Rendi, dari tadi aku telpon tetapi tidak diangkat-angkat , Dil. Ada apa dengan Rendi, ya?" keluh Mila kepada sahabatnya Dilla, sahabat yang sudah begitu dekat, saling mengerti dan memahami di antara keduanya.
"Yaelah, Mil. Ngapain sih kamu buang-buang waktu untuk mengkhawatirkan preman itu? Bukankah kamu tidak benar-benar cinta sama Rendi?" terdengar suara jawaban dari ujung sana.
Sejatinya Dilla memang sudah mengerti kalau sahabatnya Mila itu hanya memanfaatkan Rendi yang sok preman agar bisa melindunginya dari cowok-cowok iseng di sekolah. Dilla juga tahu siapa saja cowok yang Mila koleksi.
"Bukan begitu, Beb. masalahnya tadi ...."
To be continued...