Tidak lama setelahnya, sang nona muda keluar dari kamar mandi. Tubuh putih nan halus mulus hanya terbalutkan handuk tebal berwarna pink, melangkah ke arah sofa mengambil pakaian yang sudah disiapkan oleh bik Minah dan segera mengenakan dress warna merah maron.
Kemudian si gadis menuju ke meja rias yang terletak di sudut ruangan. Dengan segala kelengkapan yang tersedia, dalam sekejap ia sudah menyelesaikan proses make up. Sebelum keluar dari kamar nona muda terlebih dahulu memakai flat shoes dan mengambil hand bag kesayangan miliknya.
Setelah tiba di pintu kamar dan hendak keluar, terlihat ia kembali lagi ke depan lemari besar, bercermin tebal untuk memastikan segala sesuatu yang ia pakai tidak ada yang tertinggal. Setelah memutar tubuh ke kanan dan ke kiri sambil senyum-senyum sendiri, ia kembali melangkahkan kaki untuk keluar dari kamar.
Begitu tiba di lantai dasar, si gadis belia dengan balutan dress selutut bewarna merah maron, dipadu dengan flat shoes warna putih dan hand bag hitam yang ia tenteng di tangan kiri, membuatnya nampak anggun dan mempesona, melangkah ringan menuju kamar bik Minah untuk segera mengajaknya pergi ke mall sesuai dengan rencana yang sudah dibahas saat mereka berada di taman belakang.
Saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba orang yang dicari sudah muncul dari dalam. Keduanya saling pandang seolah ada sesuatu yang janggal.
"Wah... Nona muda cantik sekali, siapa yang mengajari make up seperti itu?" Tidak sabar bik Minah segera meluapkan rasa penasarannya.
"Biasa saja kok, Bik. Aku kan memang sudah cantik sedari dilahirkan," jawab si gadis dengan sedikit menjulurkan lidahnya, sengaja menggoda.
"Bik Minah yang tidak biasanya dandan cantik ala bidadari seperti ini? Hayo pasti sudah janjian mau kencan dengan sopir rumah sebelah itu, ya?" Mila terus menggoda wanita paruh baya di depannya, hingga membuat sang pelayan salah tingkah.
"Ayo, Bik. Kita segera berangkat. Pak Darno sudah siap, kan?" tanya nona muda sambil menggandeng sang pembantu yang sangat ia sayangi.
"Iya, Non. Pak Darno sudah siap nan menunggu dari tadi" jawab bik Minah singkat.
Kedua wanita itu segera menuju halaman samping di mana pak sopir sudah siap untuk mengantar mereka ke Mall Ciputra, tempat yang biasa di kunjungi oleh Mila.
Melihat kedatangan nona muda, pak Darno dengan tergopoh-gopoh segera membukakan pintu depan untuk majikannya.
"Pak Darno, saya duduk di belakang saja bersama bik Minah," pinta majikan muda yang malam ini terlihat berbeda dengan hari biasanya kepada si sopir.
"Baik, Non," jawab singkat pak sopir dan langsung membukakan pintu belakang untuk majikannya.
"Kamu buka pintu sendiri saja," bisik sopir kepada bik Minah sambil tersenyum mengejek dan dibalas bibir mengerucut.
Sesaat kemudian, sedan mewah berwarna merah sudah melaju keluar melewati gerbang depan mansion. Mobil terus melaju menembus padatnya lalu lintas di kota Metropolitan yang sarat dengan kemacetan. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke mall yang dituju.
Benar saja, setelah hampir setengah jam, akhirnya sampai juga mereka ke tempat tujuan. Pak Darno segera menurunkan majikan dan pembantunya diarea penurunan penumpang. Setelah dipastikan kedua wanita itu turun, ia segera menuju area parkir dan mencari tempat yang masih kosong.
Butuh waktu cukup lama untuk pak Darno menemukan tempat parkir yang kosong karena tidak seperti biasanya malam ini terlihat pengunjung mall sedikit membludak.
Sampai akhirnya sopir itu menemukan satu titik yang dirasa muat untuk memarkirkan mobilnya. Setelah itu, sopir yang sudah cukup umur itu keluar dari mobil. Menunggu di dmoking area sambil memainkan game yang ada di ponsel.
Di dalam Mall, bik Minah dan Mila sedang sibuk dan bingung mencari-cari barang belanjaan yang dibutuhkan oleh nona muda karena settingan tempat sudah di rubah total, beda dengan saat terakhir kali mereka berkunjung.
Hampir satu jam, gadis cantik jelita dan wanita paruh baya yang sedari tadi setia menemaninya belanja, sekarang sudah berada di depan Mall. Terlihat si gadis baru saja selesai menelpon seseorang.
"Kita duduk dulu, Bik. Pak Darno memarkir mobilnya di ujung sana, mungkin agak lama sampai kesini," si gadis berucap kepada wanita yang membawa hasil belanjaan serta berdiri di sebelahnya.
Kemudian keduanya melangkah ke kursi panjang yang ada di depan Mall untuk sekedar menunggu jemputan. Baru beberapa detik mereka duduk, tiba-tiba sorot mata si gadis menatap tajam ke arah kanan seolah melihat sesuatu.
"Bik, mobil merah yang sedang menuju kemari itu seperti mobilnya si Rendi ya?" tanya si gadis kepada wanita paruh baya di sampingnya untuk memastikan.
Pandangan wanita tua itu langsung menuju ke arah yang di tunjukkan si gadis.
"Iya, Non. Itu nak Rendi yang mengemudi. Lalu siapa pria tampan di sebelahnya itu? Apakah itu ayah nak Rendi? Tapi kok masih terlihat segar dan sangat muda, ya?" Wanita tua itu memastikan dan justru melontarkan banyak pertanyaan kepada si gadis.
Mobil sport warna merah edisi terbaru itu semakin mendekat, si gadis yang tengah duduk di kursi besi itu segera bangkit.
"Ren-rendi, sayang. Berhenti sebentar!" teriaknya sambil melambaikan tangan ke arah mobil merah, tetapi mobil itu terus melaju seolah tidak peduli dengan panggilan gadis cantik yang sedang menunggu jemputan.
"Iih ... menyebalkan," umpat si gadis dengan tangan mengepal dan kembali ke tempat duduk dengan wajah murung.
Segera ia mengeluarkan ponsel yang ada dalam handbag dan langsung menelpon seseorang. Belum sempat si gadis berbicara melalui telponnya, tiba-tiba muncul sedan merah dan langsung berhenti tidak jauh dari tempatnya duduk.
"Non, itu pak Darno sudah datang." Wanita paruh baya yang duduk disebelah gadis cantik itu mengingatkan.
"Iya, Bik. Ayo kita pulang," jawab si gadis datar, menunjukkan suasana hati yang tidak baik.
Sementara sopir dari sedan merah terlihat turun dan sudah membukakan pintu untuk mereka berdua. Kedua wanita segera masuk kedalam mobil. Di lanjutkan dengan pak sopir yang juga bergegas ke arah kemudi. Selanjutnya mobil melaju meninggalkan Mall.
Selama beberapa saat, suasana dalam mobil sedan terasa hening, berbeda dengan saat berangkat dari rumah tadi. Gadis cantik yang sewaktu berangkat sangatlah riang dan terus berbicara, sekarang terlihat murung dan tidak ada suara sama sekali.
"Nona Mila kenapa? Kok diam saja. Apakah bibik membuat kesalahan hingga Non Mila marah? Bibik minta maaf, Non," ucap wanita paruh baya yang duduk disebelah kiri si gadis mencoba bertanya.
"Tidak, Bik. Bik Minah tidak salah. Rendi, Bik. Kenapa Rendi sombong sekali?" jawab si gadis dengan memeluk erat wanita paruh baya itu, sambil menangis.
"Astaga, gara-gara nak Rendi tadi? Mungkin nak Rendi tidak mendengar, atau mungkin juga nak Rendi tidak melihat Non Mila ada di sana tadi," jawab bik Minah mencoba menenangkan.
"Sudahlah, jangan terlalu diambil hati. Semua akan baik-baik saja," imbuhnya sembari tangan kanannya membelai rambut si gadis dengan penuh kelembutan.
"Lagi pula Non Mila juga tidak sungguh-sungguh mencintai nak Rendi, kan?" si bibik mencoba mengingatkan.
"Tapi Mila masih membutuhkan Rendi, Bik," sanggah si gadis.
"Iya, bibik tahu itu. Percayalah, Nak Mila akan mendapatkan cowok yang lebih baik dari nak Rendi," bik Minah mencoba meyakinkan.
"Nak Rendi tidak cocok untuk cewek secantik dan sebaik Non Mila," ucap si bibik terus meyakinkan.
"Betul, Bik, Mila juga percaya akan hal itu," jawab si gadis yang sudah mulai sedikit tenang.
To be continued...