Brakk!!!
Sebuah majalah jatuh tepat di hadapan Calista. Membuat dia dan Dalu sedikit terloncat.
"Bodoh sekali! Aku sudah katakan padamu untuk bermain aman. Kau malah membongkar semuanya di tengah jalan."
"Tapi pria itu memang terlibat skandal. Proyek pembangunan gedung itu telah di negosiasikan bukan hanya dengan uang tapi dengan wanita." Meski gugup namun dengan berani Calista membela diri di hadapan Sander.
"Aku ingin wanita itu sendiri yang muncul ke publik membuat pengakuan. Bukan sekedar hasil interview. Ah! Kacau! Sekarang semua akan sia-sia. Aku pastikan wanita itu akan menghilang sekarang. Dan semua bukti yang kita butuhkan ada padanya."
Suasana ruangan berubah hening. Seisi kantor mendadak mencekam setelah kedatangan Sander yang tiba-tiba, belum lagi kasus yang sekarang sedang dihadapi oleh perusahaan mereka. Seorang menteri yang sedang memperkarakan salah satu jurnalis Media Terkini.
"Dalu! Buat makan malam di restoran langganan kita dengan Tuan Meteri yang terhormat. Kita akan selesaikan dengan cara baik-baik atau dengan gaya yang mereka suka."
Kilatan di mata Sander membuat Dalu dan Calista bergidik. Mereka tahu, Sander akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan keadaan darurat yang sedang mereka hadapi.
"Ada lagi yang ingin kalian tanyakan?"
Sander berkata sambil membuka dua kancing kemeja teratasnya. Terlihat bulu-bulu menyembul di balik kemeja Sander. Calista mengalihkan pandangan, meski pun dia gadis tomboy tapi jiwa wanita tetap ada normal dalam dirinya.
"Saya sudah selesai, Pak. Sementara berita tentang meteri itu kita hentikan atau kita teruskan?"
"Teruskan Calista, jangan terlihat ketakutan. Dengan catatan, kau harus mengungkap juga hal-hal baik tentang Pak Mentri kita. Sampai aku bertemu dengannya, dan berita itu akan jadi senjata untuk kita keluar dari kemelut ini."
"Ok Bos!" Calista dengan gesit berdiri dan keluar ruangan Sander tanpa permisi.
Pemilik ruangan hanya bisa menggelengkan kepala, Calista selalu saja mengabaikan kesopanan. Kecerdasan dan keberanian Calista menjadi nilai lebih bagi Media Terkini. Salah satu alasan Sander memberikan banyak toleransi untuk gadis itu.
Sejurus Sander melihat Dalu yang terlihat diam memikirkan sesuatu.
"Ada hal lain yang ingin kau laporkan?"
"Owner Media Terkini sudah beberapa hari menghubungi ke kantor. Entah kenapa mereka tidak menghubungimu ke ponsel."
"Apa yang kau katakan pada mereka?"
"Kau sedang bertugas untuk berita istimewa."
"Sambungkan dengan Gerald."
Dalu mengangkat telepon di meja Sander dan menekan sebuah nomor negara Jerman.
"Halo Nona, aku ingin bicara dengan Tuan Gerald … Ya, aku asisten tuan Sander dari Media terkini … Terima kasih."
Dalu menekan loud speaker dan meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya.
"Sander," sebuah suara bariton degan nada rendah terdengar di telepon.
"Yes, Tuan Gerald."
"Di mana keahlianmu? Berita yang terdengar ke telingaku beberapa hari ini sangat tidak menyenangkan. Bukan hanya kau yang selalu menghilang tapi juga tentang jurnalismu yang tersandung kasus hukum."
Sander yang semula bersandar ke punggung kursi, kembali tegak dan menumpukan kedua sikunya dia atas meja untuk menopang dagunya.
"Aku akan mengatasinya dengan segera."
"Dengar Sander! Aku telah menggulirkan ratusan ribu dolar untuk membangun Media Terkini. Sejauh ini aku selalu menutup mata dan mempercayakan semua padamu. Sudah menjadi tugasmu untuk menyelamatkan semuanya."
Tut! Tut! Tut!
Sambungan telepon terputus. Sander memijat kulit di antara dua matanya. Masalah dengan meteri itu telah mempengaruhi reputasi Media Terkini. Butuh sesuatu untuk membuatnya naik kembali.
"Kita tidak punya pilihan. Berita tentang desa itu harus menjadi Headline dalam satu dua bulan ke depan. Demi mendongkrak kembali Media Terkini."
Anggukan Dalu menandakan dia setuju.
"Kau menemukan sesuatu di desa itu?"
"Begitu banyak rahasia, tapi segera aku akan mengungkap semuanya. Aku sudah meletakkan seratus juta untuk membuat kepala desa itu selalu menerimaku dan tidak berkutik padaku."
"Seratus juta?! Kau gila ya? Membuang uang sebanyak itu hanya untuk sebuah berita."
"Dengar Dalu! Hanya uang yang membuat orang tidak mampu berkutik. Di desa itu kau tidak bisa menemukan senjata lain yang lebih ampuh dari uang. Kecuali untuk seorang gadis yang ada di sana."
"Gadis?"
"Sial! Kenapa dia belum juga menghubungiku!"
"Gadis yang mana?" Dalu semakin bingung dengan perkataan Sander.
"Aku akan menceritakan padamu nanti. Atur pertemuan dengan meteri itu dan setelahnya kosongkan jadwalku. Aku harus kembali ke desa itu."
Dalu memainkan bola mata, "Jangan bilang kau jatuh cinta dengan seseorang di sana."
"Cinta? Kata itu tidak pernah ada dalam kamus hidupku sekarang. Cinta hanyalah sebuah drama dalam cerita. Sebuah dusta besar dalam kehidupan. Fucking Love!"
"Come on Bro! Satu gadis yang buruk its doesn't mean semua gadis buruk."
"Begitu?! Panggil Lia ke ruanganku, katakan padanya untuk datang tanpa. Kalau Lia menolak, aku akan percaya bahwa masih ada gadis baik di dunia ini."
Sambil menggeleng Dalu keluar dari ruangan Sander. Di luar ruangan Sander, Lia sedang sibuk mengoleskan lipstik mengkilat ke bibir seksinya.
"Lia,…." Dalu memanggil perlahan sekertaris Sander.
"Apa?" Lia mendongakkan wajah melihat Dalu.
"Tanpa sepatu."
Wajah Lia mendadak merah padam. Dalu kembali menggeleng dan meninggalkan Lia untuk menemui Sander di ruangannya.
Dengan bertelanjang kaki, Lia masuk ke ruangan Sander tanpa mengetuk. Di dalam Sander tersenyum sinis, menyadari kemenangannya atas Dalu. Sander membuktikan bahwa uang dan kekuasaan selalu berhasil memenangkan segalanya.
"Halo Baby, kau benar-benar datang seperti bayi ke ruanganku."
"Apa yang kau minta tentu aku berikan," Lia berjalan menuju ke arah Sander.
"Come Lia, beberapa hari terakhir ini aku bergelut dengan stress. Aku harap kau bisa membuatku sedikit rileks hari ini."
Merasa mendapat tugas besar.
"Kalau saja kau tahu, betapa tampannya dirimu. Tidak akan stress itu melanda. Kau bisa membuat siapa pun bertekuk lutut di hadapanmu."
"Sungguh?"
"Seingatku begitu, Sayang,…." Lia berbisik di telinga Sander.
Bukan hanya keinginan yang memuncak namun juga kemarahan menderu di hati Sander. Begitulah wanita yang ada di benaknya. Bayangan Arinda berlarian di benaknya. Sander ingin melampiaskan semua kemarahannya tentang wanita itu pada Lia. Meski lima tahun berlalu namun sakit di hati Sander tak pernah padam.
Pengkhianatan yang sama sekali tidak sepadan. Sander akan mengerti jika Arinda memilih pria yang lebih segalanya dari Sander. Namun ketika wanita itu justru memilih orang yang menurut Sander berkualitas jauh di bawahnya, bukankah pilihan itu akhirnya menjadi hinaan bagi Sander?
Dia sudah sejauh ini berusaha mencapai karir dan posisinya. Sesuatu yang menjadi impian Sander. Walau sebenarnya hal itu jugalah yang membuat Sander kehilangan banyak termasuk cinta dan kesetiaan seorang Arinda. Wanita yang telah bertahun menemani perjalanannya.