Sander memandang tajam pada Wuri, seolah ingin melahap mentah-mentah wanita yang ada di hadapannya itu.
"Apakah semua orang yang datang ke desa Welasti perlu melapor padamu?"
Meski matanya menunjukkan ketakutan tetapi Wuri memperlihatkan keberanian dengan mengangkat tinggi wajahnya di depan wajah Sander.
"Tidak perlu! Karena aku tahu, jenis pria macam apa yang selalu datang ke desa kami dan merusak kehidupan para gadis."
Wajah berani Wuri tak ayal membuat Sander semakin gemas padanya. Perlahan dengan raut yang dominan, Sander mendekatkan wajahnya ke wajah Wuri. Pesona tampan dan mata hijau gelap milik Sander untuk sesaat membuat Wuri terpedaya.
Tepat ketika pintu lift berbunyi dan terbuka, Sander mengecup cepat bibir Wuri dan dengan gerakan cepat dia melangkah keluar lift menuju ruangan Ratna.
Wuri pun terkejut bukan kepalang. Alih-alih berteriak, dia malah merasa tenggorokannya tercekat. Bukan hanya karena Sander yang begitu berani menciumnya namun juga karena itu adalah ciuman pertamanya.
Dengan wajah memerah karena marah sekaligus malu Wuri mengikuti langkah Sander keluar dari dalam lift. Segera dia berjalan cepat dan menyusul pria bertubuh atletis tinggi besar itu. Penuh kekesalan Wuri menarik lengan Sander dari belakang dan …
Plakkk!!! Sebuah tamparan keras Wuri layangkan ke pipi kiri Sander.
Wajah Sander pun memerah, terkejut dengan keberanian wanita yang tampak biasa di hadapannya.. Beberapa perawat melihat mereka dari balik ruangan kaca. Keduanya saling berhadapan dan melotot satu sama lain.
Tidak ingin bertengkar lebih jauh, Sander membiarkan Wuri merasa menang dan berjalan meninggalkan wanita itu. Jauh di dalam hatinya, Wuri ingin Sander mengatakan sesuatu karena tamparan yang dia berikan. Wuri ingin bertanya kenapa Sander melakukan itu, namun ternyata Sander hanya berlalu dan pergi. Meninggalkan rasa penasaran di hati Wuri.
Menyadari mereka sedang menjadi pusat perhatian para suster dari dalam ruangan, Wuri pun berlalu dan ikut menuju ke kamar Ratna.
Senyum bahagia Ratna mengembang begitu melihat Sander masuk ke ruangannya.
"Tuan, anda datang lagi?" sapanya lembut.
Wajah Ratna polos tanpa make up, memperlihatkan usianya yang baru lima belas tahun. Namun wajah itu tampak berseri, penuh keceriaan.
"Tentu saja, selama kau di rumah sakit ini kau akan menjadi tanggung jawabku. Aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja sampai kau sembuh."
Tak berselang lama, Wuri juga masuk ke ruangan yang sama.
"Hati-hati Ratna, jangan mempercayai seorang pria begitu saja. Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya bukan?" ujar Wuri ketus.
Sander melirik tajam dengan senyum sinis ke arah Wuri, sementara Ratna tersenyum dari atas ranjang mendengar perkataan Wuri.
"Tidak Wuri, setelah bertemu Tuan Sander, aku yakin di dunia ini masih ada pria baik."
Wuri memutar bola matanya dan dengan kesal meletakkan satu plastik yang masih ada di tangannya ke meja. Sander tersenyum melihat reaksi Wuri dengan pernyataan Ratna.
"Katakan Ratna, apa yang Wuri katakan tentang seorang pria!"
"Wuri bilang, kebanyakan pria di dunia ini adalah penjahat. Mereka dekat dengan wanita karena keinginan dunia dan mengikuti nafsunya. Sebelum anda datang, aku percaya dengan kata-kata Wuri. Tapi sekarang rasanya tidak lagi."
Ratna terkikik melihat Wuri melotot ke arahnya.
"Mungkin saja dia benar." Sander memberikan pernyataan yang mengejutkan.
Secara bersamaan Ratna dan Wuri mengerutkan kening sambil menatap ke arah Sander.
"Maksud anda, Tuan?" tanya Ratna tidak mengerti.
Sander menyandarkan punggung ke kursi yang sedang dia duduki, sembari menaikkan sebelah kaki ke lutut.
"Dunia ini memang kejam, tapi kita harus realistis bahwa kekejaman itu tidak hanya dilakukan oleh pria. Mungkin dengan uang dan kekuatan mereka bisa melakukan. Tapi, wanita juga bisa menyakiti melalui cara yang lebih buruk dengan cara mereka. Menutupi sebuah kenyataan busuk dalam selimut kelembutan."
Merasa tidak paham dengan apa yang Sander katakan, Wuri dan Ratna saling berpandangan.
"Permisi …!" seorang suster baru saja masuk ke ruangan Ratna.
Memecah ketegangan pembicaraan tiga orang yang ada di dalam ruangan.
"Waktunya memeriksa Nona Ratna, anda berdua bisa menunggu di luar?"
Sander berdiri dari kursi, "Saya ingin tahu progress pengobatan Ratna," ujar Sander pada suster yang mulai sibuk memeriksa Ratna.
"Berdasarkan data, banyak kemajuan yang saya catat, Pak. Untuk detailnya silahkan Bapak langsung meminta penjelasan dokter karena saya tidak berhak untuk menjelaskan kondisi pasien."
"Apakah dokter ada di tempat sekarang?"
"Ada Pak, silahkan langsung ke ruangan beliau."
Sambil mengangguk pada Wuri, Sander pun berjalan keluar ruangan. Sekilas Wuri melirik pada wajah Sander yang serius.
"Kenapa kau sangat peduli pada Ratna?" tanya Wuri pada Sander.
Sejenak Sander menghentikan langkah dan menghadapkan tubuhnya pada Wuri. Gadis itu terdiam gugup.
"A-aku hanya bertanya," seolah Wuri menjawab tuduhan Sander dengan matanya.
"Pertanyaanmu itu seolah menuduhku. Apakah di dalam pikiranmu semua pria adalah seorang penjahat?"
"Selama ini kenyataan yang aku temui seperti itu."
Sander tersenyum dan perlahan meneruskan langkah. Deruan ombak terasa pedih menghantam hatinya. Mendengar pernyataan Wuri seolah melihat dirinya sendiri dalam sebuah cermin. Cermin dengan kaca yang retak, sehebat apapun Sander mencoba untuk memulihkannya, semua percuma.
"Apa yang terjadi padamu di masa lalu, Wuri?"
"Apa maksudmu?"
Sander menarik nafas, tidak ingin membangkitkan luka masa lalu yang membuatnya harus sekali lagi menghadapi rasa sakit tak terperi.
"Wuri, maukah kau membantuku?"
"Membantumu?"
"Apa sebenarnya yang terjadi pada Ratna?"
"Kenapa kau harus bertanya padaku? Alasan itu bisa kau dapatkan dalam dirimu. Kenapa kau datang ke desa kami?"
"Sudah kukatakan padamu, aku sekedar berlibur. Menikmati paket liburan dari temanku."
"Tanya pada temanmu kenapa memberikan paket liburan seperti ini. Mereka memberikan itu pasti karena disesuaikan dengan sifat dan karakter dirimu."
Dengan wajah penuh kemarahan Sander menggenggam lengan Wuri.
"Dengar! Aku tidak tahu siapa dirimu dan kau pun tidak tahu siapa diriku. Kau telah melihat banyak pria jahat sepanjang hidupmu. Jangan memaksaku untuk menjadi salah satu dari pria itu dengan menghakimiku sekejam pikiranmu!"
Mata Sander berkilat penuh ancaman pada Wuri. Gadis itu melotot ke arah Sander, menunjukkan keberanian dan perlawanan.
"Baiklah, mari kita lebih jujur. Kau datang ke desa kami bukan sekedar tamasya, katakan apa yang kau inginkan? Apa yang kau cari di desa kami?"
Senyum sinis muncul di wajah Sander tanpa melepaskan cengkeramannya di lengan Wuri.
"Dengar! Kedatanganku tidak untuk mengusikmu. Kau juga tidak perlu ikut campur urusanku."
"Oh, begitu Tuan Editor Sander? Menurut anda apa yang akan Ganda lakukan jika dia tahu profesi anda?" Wuri mengatakan dengan senyum penuh kemenangan.
"Kau mungkin lupa tentang seratus juta yang kuberikan padanya untuk bisa membawa Ratna keluar dari sana."
Raut kebencian terpancar jelas di wajah Wuri saat Sander menunjukkan kekuatannya dengan jumlah uang.
"Aku semakin paham, pria jenis apa dirimu ini, Tuan!"