Tempat makan itu terlihat sepi. Jarak satu meja dengan meja lainnya pun sangat jauh. Kecil kemungkinan seseorang bisa mendengar pembicaraan dari meja lain. Meski begitu tetap saja Sander memilih ruang VVIP yang telah dipesan sebelumnya oleh Dalu.
Sander dan Dalu duduk berhadapan dengan Sang Menteri yang sedang memperkarakan perusahaan dan jurnalis mereka. Sementara dua pengawal menteri itu berdiri beberapa langkah di belakangnya.
"Semoga anda sehat selalu, Tuan," ucap Sander membuka pembicaraan.
Sang menteri tersenyum sinis sambil menatap ke arahnya. Wajah menantang dan menang terlihat jelas di raut Sang Meteri.
"Kita lewatkan saja sesi basa basi Sander, untuk apa kau mengundangku kemari. Bukan hal yang mengherankan bahwa banyak menteri yang takut kepadamu. Tapi itu tidak berlaku denganku Sander."
"Kenapa harus takut, Tuan? Saya bahkan tidak pernah menyakiti siapa pun."
"Tentu saja, kau punya sebuah kekuatan. Media Terkini lima tahun terakhir begitu pesat ditangan dinginmu. Perusahaan itu sekaligus menjadi senjata bagi jurnalis untuk 'menggoreng' mereka yang bersalah."
Senyum menahan kemenangan hadir di wajah Sander.
"Sekuat itulah media bisa membentuk opini Tuan. Satu hal yang aku bisa pastikan padamu, media kami tidak menerima pesanan. Berita yang kami luncurkan murni berita sesuai fakta."
"Kau terlalu berani berhadapan dengan penguasa, Sander."
Senyum sombong Sander suguhkan di hadapan Sang Menteri Sekarang. Tangannya menarik sebatang rokok dari kotak putih, mematikkan api dari korek berwarna emas dan mulai menghisapnya. Dengan Arrogan, Sander meniupkan satu per satu asap rokok itu ke udara.
"Media bisa membuat penguasa tumbang dalam hitungan jam, Tuan."
Menteri di hadapannya terlihat mulai kehabisan kesabaran.
"Apa yang kau inginkah sekarang?"
Sander duduk lurus menghadap Sang Menteri.
"Cabut tuntutanmu atas jurnalis dan perusahaanku!" tenang, dalam dan dingin. Begitu cara Sander mengucapkan perintah.
"Tidak mungkin! Kalian memberitakan keburukanku dan berharap aku diam tanpa membela diri."
"Percayalah Tuan Samsul, jika anda tahu apa yang akan kuangkat sebagai headline beritaku besok tentangmu, kau akan memilih mencabut berita itu."
"Kau sedang mengancamku Sander?" Samsul semakin terlihat emosi.
Sekilas Dalu melirik pada dua pengawal Samsul yang mulai bersiaga. Begitu pun Dalu yang bersiap membantu Sander jika sesuatu terjadi. Sander menyadari situasi, dia tidak ingin benturan fisik di antara mereka. Tatapan ancaman kembali dia berikan kepada Samsul.
"Aku sedang mencoba bernegosiasi, Tuan. Tapi jika anda tidak setuju, tidak masalah. Aku akan mengeluarkan semua fakta tentang apa yang kau dan departemenmu lakukan untuk mendapat proyek gedung rakyat itu."
"Fakta?! Fakta apa? Kau sepertinya sedang bermimpi. Semua yang aku lakukan murni untuk kepentingan rakyat. Pembangunan itu akan menjadi aset negara dan kami departemen hanya memfasilitasi."
"Dengan cara memenangkan tender salah satu perusahaan konstruksi yang memberimu keuntungan?" Sander menggertak Samsul yang mulai kebingungan.
"Apa yang kau bicarakan?!"
Sander memutar batang rokok yang tinggal puntung itu ke sebuah asbak kaca. Dan lagi, dia mengambil sebatang baru lalu mulai menyalakan dan menghisapnya. Bagi Dalu yang sudah mengenal baik Sander, semua yang dia lakukan itu adalah untuk menutupi gugup dan stress yang Sander rasakan.
Bagaimana pun ada peluang gagal dalam negosiasi kali ini, dan kegagalan bukan bagian dari kata yang Sander suka. Terlepas dari itu semua, besar kemungkinan kalau mereka tidak mencapai kata sepakat maka reputasi Media Terkini terancam turun.
Dalu melirik pada Sander yang sedang mengencangkan rahang.
"Kami sedang berusaha menemukan bukti penerimaan hadiah dari perusahaan kontruksi itu kepada anda. Sampai sekarang kami belum berhasil mendapatkan. Harusnya ini cukup membuat anda lega. Dan pasti dengan cekatan semua bukti akan dimusnahkan."
"Tanpa bukti kau tidak bisa mencetak berita. Aku betul kan, Sander?"
"Betul! Tapi aku punya bukti skandalmu dengan seorang wanita. Dia menjadi salah satu hadiah yang kau terima dari perusahaan itu kan?"
"Omong kosong apa lagi ini? Ha … ha … ha …! Sander kau tidak cocok menjadi kepala media. Kau lebih cocok menjadi penulis novel dengan halusinasi tinggi!"
Sander menoleh ke arah Dalu, rekannya itu langsung paham apa yang Sander maksudkan. Dia mengeluarkan sebuah amplop coklat dan meletakkan di hadapan Sang Menteri.
Segera Samsul mengambil amplop dan membukanya. Tampak foto-foto Samsul dengan seoang wanita. Mulai dari halaman parkir sebuah hotel sampai ke depan pintu kamar. Foto itu di cetak dalam jumlah banyak. Wanita yang bersama Samsul memakai baju hitam formal, meski begitu dia terlihat cantik dan seksi.
Wanita itu berkulit putih dan berambut hitam. Hampir di semua foto, wanita itu bergelayut manja di lengan Samsul dengan senyum manisnya. Menutupi gugup, Samsul menghempaskan dengan kasar lembaran foto ke meja. Lembaran itu pun berhamburan
Brakk!!!
"Foto ini tidak bisa membuktikan apa pun. Bukankah banyak hasil rekayasa bisa dimainkan. Lagi pula foto itu tidak bisa mengatakan apa pun terkait skandal."
"Ha … ha … ha …! Kau seperti sedang berbicara dengan anak SMA Tuan Samsul. Tentu saja aku tahu, foto adalah sesuatu yang lemah. Tapi aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Bahwa foto itu kami cetak dari sebuah rekaman video. Rekaman dengan suara, sehingga setiap desahan wanita itu pun terdengar oleh kami semua."
"Kau gila! Aku akan menyeret management hotel itu ke pengadilan. Mereka menyebarkan privasi tamu mereka?"
"Oh, tentu Tuan, kau bisa menyeret mereka dan itu berarti kau mengakui bahwa rekaman itu adalah dirimu."
Samsul terdiam. Keringat terlihat membasahi keningnya. Jika di awal pertemuan dia merasa menang telak atas Sander, kini dia seolah tidak punya area untuk sekedar berafas.
"Kau benar-benar ingin menjatuhkan aku Sander!"
"Tidak Tuan Menteri. Apa yang anda lakukan itulah yang menjatuhkan diri anda. Jurnalisku bekerja sesuai aturan main media yang ada. Bangunan gedung itu adalah sesuatu yang diciptakan dengan mengada-ngada karena sebenarnya kita tidak membutuhkan itu. Apa pun! Itu urusan politik dan kejahatan pada negara!"
Dengan mata penuh amarah dan dominasi Sander melihat Samsul yang mulai duduk gelisah di kursinya.
"Apa tawaranmu Sander?"
"Cabut tuntutanmu pada Calista dan Media Terkini. Aku akan menyimpan skandal wanitamu. Sampai kami menemukan bukti kasus korupsi dengan jelas, kau aman."
"Berhentilah mengusikku Sander. Banyak tokoh politik lain yang bisa kau jadikan sasaran."
"Betul, sampai sekarang pun aku tidak mengerti kenapa Calista sangat ingin menyelidiki tentangmu. Tapi jika kau menolak tawaranku, maka kami akan memulai berita tentangmu dari skandal wanita ini. Aku pastikan kau akan hancur. Bukan hanya karir tapi juga keluarga dan reputasimu di masyarakat."
Sambil menelan ludah, Samsul meraih air yang ada di hadapannya. Tawaran Sander seolah hanya dua. Dia ingin hancur karena wanita atau hancur karena harta. Dia ingin hancur sekarang atau nanti.