"Kenapa perasaanku sangat tidak enak sekali ya?" tanya Vino sambil memandang ke depan. Hamparan lampu lampu sangat indah di malam hari.
Tiba tiba saja Lidiya sudah ada di sampingnya dengan menempelkan lengan atasnya di lengan atas kekasihnya.
"Kenapa sih, mas?" tanya Lidiya dengan bete.
Vino sama sekali tidak menjawab apapun. Wajahnya terlihat gelisah tapi ia tidak ingin itu terjadi. Ia mencoba rileks di depan Lidiya namun sayangnya Lidiya sudah mengerti apa yang ada dalam mata vino.
"aku nggak papa. Cuma lagi nggak vit aja," jawab vino tersenyum manis di depan wajah Lidiya yang begitu cantik.
Wanita dengan rambut panjang bergelombang itu membuang muka di depan vino.
"halah, udah deh, mas. Kamu pasti kepikiran sama istri kamu itu kan? Kamu kangen sama Mecca, mas? Kamu pengin pulang ke Jakarta? Yaudah kamu pulang aja. Aku mau di sini aja. Disini lebih nyaman," seru Lidiya dengan santai. Meski di dalam hatinya sangat kesal sekali. Ia merasa di kecewakan oleh vino. Tentu saja, ia sudah susah susah meluangkan waktu untuk bersama sang kekasih. Tapi hasilnya malah seperti itu. Tidak menyenangkan hati sekali.
"Nggak kok, nggak aku pengin dsisini. Aja. Lagian Mecca juga udah percaya sama aku. Kalau aku ada projek besar dan harus menginap beberapa hari. Aku juga ingin sekali meluangkan waktu disini bersama kamu Lidiya," ucap vino dengan lirih. Kedua mata tajamnya menatap mata indah Lidiya.
Tapi Lidiya benar benar tidak berselera sama.sekali.
"Aku tahu mas. Aku tahu mata kamu itu berbohong. Pikiran kamu itu ada Mecca. Udah mendingan kamu cek hape kamu deh, supaya kamu tenang dan nanti kita bisa lanjutin kebersamaan kita lagi," saran dari Lidiya langsung saja vino kerjakan. Ia langsung mencium pipi lembut milik Lidiya dan bergegas menuju ke meja kecil yang ada di samping ranjang. Tangannya dengan cepat mengaktifkan ponsel berwarna hitam miliknya. Kini matanya membelalak saat banyak sekali pesan dan panggilan masuk. Paling banyak adalah panggilan di WhatsApp. Ia membuka dengan cepat beberapa pesan yang masuk dan wajahnya menjadi panik sekali.
Ia mengerutkan kening dan memegangi keningnya dengan perasaan bingung.
"Kenapa, mas?" tanya Lidiya dengan wajah ikut khawatir.
"Bentar bentar," vino mencoba fokus kembali danembaca pesan yang masuk.
"Kenapa sih mas? Ngomong aja kali," kata Lidiya dengan kesal. Ia ingin tahu sekali apa yang terjadi.
"Mecca kecelakaan," seru Vino membuat wajah Lidiya kaget.
"Aku harus pulang, maaf banget ya," ucap vino dengan cepat seraya memegang kedua lengan Lidiya.
Lidiya terpaksa menganggukkan kepalanya. Ia juga tidak tega dengan perasaan vino.
"Yaudah, mas kamu hati hati ya," kata Lidiya dengan perasaan bercampur aduk.
Vino langsung mencium kening Lidiya dan memeluknya sesaat. Perasaan yang serba salah. Namun vino juga harus bertanggung jawab atas kecelakaan Mecca. Karena dia adalah suami sahnya Mecca.
Kini wajah vino melihat ke arah Lidiya dengan datar. Lidiya melambaikan tangan dan mobil milik vino melaju dengan cepat di jalanan Bandung yang dingin.
"Ya Allah, semoga Mecca baik baik aja. Aku khawatir banget sama Mecca ya Allah," seru Vino dalam hati kecilnya. Sebenarnya ia juga merasa snagat bersalah kepada Lidiya. Karena ia tidak jadi menghabiskan waktu bersama Lidiya di Bandung.
Kini vino langsung saja menelpon sang mama. Karena nomer milik Mecca tidak aktif sama sekali.
"Hallo, ma," panggil vino dengan cepat.
"Vino, kamu kemana aja sih? Mama udah telfon kamu berkali kali loh, kamu gimana sih. Mecca sekarang udah ada di rumah sakit. Kamu cepat ke sini," kata mama dengan kesal.
Suara mama mbuat perasaan vino sangat tidak enak.
"I-iya baik ma, vino segera ke sana. Ini vino juga lagi di jalan kok, ma," kata vino mencoba tenang.
"Yaudah buruan mama.tunggu," kata mama lalu langsung menutup ponselnya.
Jalanan Bandung malam hari mulai dingin sekali. Banyak lalu lalang mobil dan motor hanya ada beberapa. Toko toko juga sedikit saja yang buka. Selebihnya ada pedagang jalanan juga. Seperti bakso dan yang lainnya.
Perasaan yang begitu membingungkan bagi vino. Ia mencintai kedua wanita yang mengisi hidupnya. Kalau saja ia bisa mempunyai istri dua. Ia akan melakukan itu. Tapi tentu saja tidak ada yang mau membagi cinta. Mecca tentu saja tidak mau di madu. Antara Lidiya juga hanya ingin menjadi satu satunya wanita yang dimiliki vino.
Vino sudah terlanjur dalam lubang hitam yang di buatnya sendiri..kebingungan kebingungan sering ia rasakan. Tapi ia mencoba untuk terus menjalankan hubungan dengan Mecca dan juga Lidiya. Ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti arus saja. Entahlah vino masih benar benar labil sekali.
Kini mobilnya sudah sampai di parkiran rumah sakit yang cukup terkenal dan paling besar. Rumah sakit yang sudah biasa sang mama kontrol. Kakinya dengan sepatu kerjanya melaju dengan cepat. Perasaan yang panik telah mampir ke sekujur tubuhnya. Bagaimana dengan keadaan Mecca? Hatinya terus bertanya seperti itu dan juga ia mengkhawatirkan anak yang ada di perut Mecca.
Vino membuka pintu dengan pelan. Dan di dalamnya ada wajah mama yang tajam melihat ke arahnya. Vino langsung saja mencium punggung tangan mamanya sambil meminta maaf.
Terlihatlah wajah yang padam milik Mecca. Ia sama sekali tidak tersenyum hanya wajah datar yang di perlihatkan kepadanya untuk suami yang sejak tadi ia tunggu.
"Maaf sayang, tadi di kerjaan benar benar mati hape aku. Maaf banget, kamu gimana mau aku pijitin?" tanya vino degan perasaan sedih. Ia mengelus kening sampai ke ubun ubun istri sahnya.
"Aku udah nungguin kamu dari tadi loh, mas," ucap Mecca dengan wajah manja.
"Iya sayang, maafin aku ya," kata vino lalu mencium kening Mecca yang berbaring itu.
"Jafi gimana ceritanya? Kok bisa sampai kejelakaan sih?" tanya vino dengan penasaran melihat keadaan Mecca yang di perban di tangan kaki dan wajahnya pun terdapat luka goresan.
"Iya, mas. Namanya juga musibah. Jadi aku ceritanya gambut akan terus naik motor sendiri deh. Eh malah aku nggak fokus dan akhirnya mobil nabrak aku," jelas Mecca dengan wajah sedih.
"Yq Allah, kenapa kau naik kotor sendiri. Astaghfirullah kamu kan lagi hamil Mecca. Terus gimana dengan anak kita? Apa baik baik aja?" tanya vino sambil memegang perut sang istri.
Kini mecca berbaring dan memiringkan badannya. Wajahnya melihat kepada vino.
"Alhamdulillah ma, bayi kita baik baik aja," kata Mecca dnegan datar.
"mungkin kamu harus bawa power bank mas. Kalau kemana mana. Aku nggak.suka ponsel kamu mati. Aku Cuma pengin tahu keadaan kamu doang mas. Kamu masa nggak bisa memastika supaya baterai ponsel kamu tetap terisi terus," kata Mecca dengan kecil sedikit di hatinya.