Aku benar benar sangat ingin sekali bertemu dengan lidiya. Aku sangat merindukan Lidiya. Jika nanti bertemu Lidiya aku akan memeluknya dengan erat.
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Karena aku tidak ingin melewatkan banyak waktu tanpa kekasih hatiku Lidiya. Kulihat jam tangan yang masih menunjukkan pukul satu siang. Panas di luar sangat tidak mendukung untuk keluar rumah. Tapi karena aku ingin bertemu dengan seorang yang spesial. Aku harus melakukan perjalanan ini. semoga saja nanti di Bandung udaranya sejuk.
Aku terus fokus mengendarai mobil ini. Sambil tanganku dengan cekatan memegang struk mobil ini. Aku juga membuka jas kantor yang aku pakai. Karena jika aku memakai baju biasa pasti Lidiya akan curiga. Aku lepas jas ini dan aku menaruhnya di belakang. Aku menyetel musik pop dengan cukup keras untuk menikmati perjalananku ke Bandung.
Sungguh aku snagat bersyukur mempunyai istri seperti Mecca. Karena dia tidak curiga sama sekali kepadaku. Bahkan dia terlihat begitu baik hati dan polos. Benar benar istri Solehah. Aku tersenyum dalam hati.
***
Aku berusaha mengendarai motor milikku ini dengan pelan sambil terus mataku fokus melihat mobil mas vino. Ya Allah, ini perjalanan yang sangat jauh sekali. Untuk apa mas vino pergi jauh jauh sekali. Dengan siapa juga dia akan bertemu. Klien? Itu pasti tidak mungkin.
Dengan perasaan yang begitu sakit. Aku tetap harus kuat mengintai mas vino. Aku ingin tahu dengan mata kepalaku sendiri. Apa dia berbohong kepadaku atau tidak. Tanganku kesemutan mengendarai motor ini. Padahal ini sudah sangat jauh. Jika aku berhenti pasti sangat disayangkan sekali. Jalanan mulai ramai karena kulihat jam tanganku menunjukkan pukul dua siang. Sudah panas jalan juga ramai lagi. Beberapa kali aku kehila gan jejak mas vino. Tapi untung saja aku bisa menemukan mobil mas vino yang melaju itu. Kini aku terus mengikuti mas vino.
Namun sayangnya aku tidak melihat ke lampu lalu lintas. Alhasil aku melewati lampu merah dan aku tertabrak mobil berwarna hitam. Aku tidak ingat dengan semuanya. Yang aku tahu aku jatuh dengan motorku cukup jauh. Aku juga merasakan panas dan dingin di sekujur tubuhku. Entah, aku tidak ingat lagi. Aku hanya ingat jika aku di bawa ke rumah sakit.
"Ya Allah kamu kenapa sampai kaya gini sih Mecca," suara parau dari mama mertuaku terdengar. Ya Allah kasihan sekali melihat mama mertuaku berwajah sedih seperti itu. Aku hanya bisa terdiam. Karena jika aku gerakan rahangku rasanya nyeri sekali.
Mungkin nanti beberapa jam aku bisa berbicara. Untuk sementara ini aku hanya diam saja.
"Kamu mau minum sayang?" tanya mama mertuaku dengan lembut.
Aku hanya mengedipkan mata sambil menjawab dengan berdehem. Mama langsung mengambil air putih dan menempelkannya sedotan di bibrku. Aku menyedotnya dengan lama. Karena aku snagat haus sekali. Entah sudah berapa jam aku tidak minum. Selesai, mama meletakkan gelas di meja kecil dan melihatku dengan kasihan sambil.memegang lenganku lembut.
Kedua mataku melihat jam dinding dan terlihat jelas pukul delapan. Entah ini siang atau malam. Mungkin saja malam. Karena ruangan ini sangat dingin dan jendela juga sudah di tutup beserta gordennya.
"Ini malam ya Bu?" tanyaku dengan lirih. Aku mencoba untuk bis berbicara. Karena jika diam saja. Aku juga bosan. Meski daguku masih terasa sakit.
"iya sayang. Ini jam delapan malam. Sejak di larikan ke rumah sakit. Katanya kamu belum juga membuka mata. Ya Allah mama sampai takut sekali. Apalagi kamu juga lagi hamil. Mama terus mendoakan kamu dan untung saja saat ini mata kamu terbuka, Mecca," kata mama dengan meringis menceritakan kepaitan itu.
"Mas vino dimana ma?" tanyaku dengan cemas. Aku masih ingat kalau aku tadinya sedang mengikuti mobil mas vino.
Mana membuang muka dengan lemas. Aku tahu disini tidak ada mas vino. Tapi aku ingin tahu Di mana dia sekarang.
"Ma, jawab aja nggak papa kok," seruku dengan perasaan menyakitkan. Mas vino benar benar sudah tega sekali denganku.
"Itu dia Mecca, mama udah menghubungi vino beberapa kali sampai puluhan kali. Tapi nggak di angkat sama sekali. Bahkan sekarang nomernya nggak aktif. Mama juga udah telfon kantor dan katanya nggak ada di kantor," kata mama dengan wajah sedih menjelaskan itu.
"Ya Allah kenapa dengan vino. Kenapa dia tinggal tinggal kamu sih. Ini kan hari minggu. Vino pamit sama kamu nggak sih?" tanya mama dengan cemas kepadaku.
"Ya mas vino Cuma bilang kalau ada kerjaan dan aku nggak banyak nanya sih. Katanya mau ngurus proyek besar gitu. Ya mungkin aja mas vino lagi ada pertemuan dimana gitu," ucapku seadanya. Aku tidak ingin mengatakan kepada mama kalau aku mengikuti mobil mas vino.
"Ya Allah, kamu itu terlalu baik sama vino. Coba deh kamu itu kalau tanya kerjaan sama vino yang detail dong Mecca," ujar mama dengan serius melihat wajahku.
"Iya ma, nanti kalau mas vino kerja lagi aku tanyain detail di mau kemana aja," jawabku dengan pasrah.
Aku hanya bisa bersabar menunggu kabar dari mas vino. Karena sudah tidak ada lagi yang bisa di lakukan. Telfon mas vino tidak aktif dan orang kantor juga tidak ada yang mengerti mas vino dimana. Aku terus terbaring di rumah sakit ini sampai malam ini sudah pukul dua belas malam. Masih belum juga ada kabar dari mas vino. Ya Allah kamu dimana mas? Aku terus berdoa dengan hati yang gemetar.
Keadaanku saat ini badan terasa sakit semua dan dagu aku juga di perban karena kata dokter aku pendarahan hemat di daerah dagu. Untung saja tidak parah. Mama juga menanyakan aku kenapa aku menaiki motor sendirian sampai jauh sekali. Bahkan hampir sampai ke arah Bandung. Tapi aku hanya menjawab pertanyaan itu jika aku hanya malas saja di rumah. Jadi aku berjalan jalan sendiri dengan motorku.
Bersyukur juga bayi yang ada dalam perutku baik baik saja. Ya Allah sayangku anakku. Maafkan mama ya kamu sudah di ajak mama jauh jauh dan akhirnya malah mama ketabrak mobil. Maafin mama ya sayang. Makasih juga kamu sudah kuat sekali. Aku mengelus perutku dengan lembut.
***
"Kamu kenapa sih mas mukanya dari tadi nggak happy banget? Apa kurang puas kamu sama aku mas?" tanya wanita dengan rambut panjang tergerai itu.
Mereka berdua sedang berada di sebuah kamar. Tepatnya di penginapan mewah yang ada di Bandung.
"Nggak papa kok, sayang," jawab Vino dengan wajah kusut. Ia beranjak dari kasur itu lalu berjalan ke balkon.