"Dokter, Nona Vivianne di sini."
Lucas yang sedang menulis di jurnal hariannya itu mengangkat kepalanya saat mendengar suara susternya. Pria itu menghela napas kasar saat melihat Vivi yang melangkah menghampirinya sambil memasang senyuman polos di wajahnya‒sepertinya sudah membuat persiapan karena wanita itu pasti tahu jika dirinya akan diomeli.
"Ke mana saja kau pergi?" Lucas melupakan sikap profesional yang harus ia tunjukkan di hadapan pasiennya dan dengan jelas menunjukkan pada Vivi jika saat ini ia sedang kesal pada wanita itu.
"Kau tahu bagaimana aku dan asistenmu sangat bingung saat tiba-tiba kau meninggalkan apartemen Eric dan sama sekali tidak bisa dihubungi?" Lucas bertanya dengan nada tinggi, namun di hadapannya Vivi hanya diam dengan menggembungkan kedua pipinya, sama sekali tidak menyahuti omelan Lucas karena wanita itu sadar jika kali ini dirinya memang bersalah telah membuat semua orang menjadi khawatir.
"Apa penyakitmu kambuh lagi? Karena itukah kau meninggalkan rumah Eric?" tanya Lucas yang dijawab dengan anggukan oleh Vivi.
"Tiba-tiba jadi sakit sekali dan aku khawatir tidak dapat menahannya di depan Eric. Jadi aku langsung pergi saat masih bisa menahannya," sahut Vivi yang membuat Lucas kembali menatapnya dengan tajam.
"Jika kau merasa sangat sakit mengapa tidak datang padaku?"
"Tapi aku langsung minum obat."
"Kau tetap harus datang padaku!"
"Untuk apa? Bukankah Dokter bilang sakitku sudah tidak bisa disembuhkan lagi?"
Lucas memejamkan kedua matanya. Bahkan seseorang dengan kepribadian yang sangat tenang seperti dirinya pun bisa dibuat jadi sangat emosi jika berhadapan dengan Vivi.
"Lalu jika kau berpikir seperti itu untuk apa sekarang kau datang padaku?" tanya Lucas.
Ekspresi di wajah Vivi berangsur berubah menjadi sedih. Dan suaranya juga terdengar sangat sedih saat bertanya, "Dokter, apa aku benar-benar tidak bisa disembuhkan lagi?"
Lucas menatap kedua mata Vivi dan kesedihan wanita itu seperti menular padanya. Hanya di hadapannya lah wanita itu akan dengan jujur menunjukkan ketakutan dan keputusasaannya atas penyalit yang dideritanya saat ini.
"Bukankah Dokter pernah berjanji untuk berusaha menyembuhkanku?" Vivi bertanya seolah sedang menjanji hutang Lucas dan itu bahkan membuat hati Lucas menjadi lebih sakit lagi.
"Aku menjanjikannya 2 tahun yang lalu, saat penyakitmu masih berada di tahap awal. Dan apa kau pernah sekali saja menganggap serius apa yang kuucapkan padamu tentang penyakit ini? Kau hanya selalu berpikir jika aku terlalu melebih-lebihkan‒"
"Aku menyesal sekarang!" Vivi menyela ucapan Lucas dengan cepat, tidak tahan jika harus terus diomeli oleh pria itu. "Sekarang aku benar-benar ingin sembuh. Aku takut jika aku harus mati begitu saja karena penyakit ini. Tidak bisakah Dokter melakukan sesuatu untuk menyembuhkanku?"
Lucas menatap Vivi dalam-dalam dan sadar meski 10 tahun tel;ah berlalu sejak wanita itu mulai menjadi pasiennya, Vivi tetaplah wanita keras kepala yang menyimpan banyak ketakutan dalam dirinya. Ketakutan yang selalu wanita itu sembunyikan dari semua orang dan hanya ditunjukkan dengan jujur di hadapannya.
Sisi yang rapuh dan penuh rasa takut, sisi yang sejak Vivi memasuki dunia hiburan yang keras hanya wanita itu tunjukkan pada Lucas seorang. Sisi yang membuat dokter pribadinya itu jadi selalu ingin merengkuhnya dan melindunginya dari sisi kejam dunia.
"Dokter?"
Lucas mengerjapkan kedua matanya, tersadar dari lamunannya saat Vivi melambaikan tangan di depan wajahnya.
"Obat pereda sakitku sudah habis. Tolong beri aku lebih banyak agar aku tidak bingung jika sakitku kambuh saat aku berada di rumah Eric nanti," pinta Vivi.
"Kau akan kembali ke sana?" tanya Lucas yang dijawab dengan anggukan oleh Vivi. "Bukankah kau bilang sangat mencintainya? Tidakkah ini kejam sekali untuk terus membohongi pria yang kau cintai seperti ini?"
Pertanyaan Lucas membuat Vivi tersenyum kecut menyadari betapa menyedihkan dirinya saat ini yang harus berbohong pada Eric demi bisa terus berada di sisi pria itu.
"Aku tidak punya pilihan lain," kata Vivi. "Aku tidak punya banyak waktu untuk memperjuangkan cinta sepihakku dan ini adalah satu-satunya cara yang bisa membuatku terus berada di sisinya. Bahkan meski itu artinya aku harus berpura-pura menjadi orang lain, aku harus tetap melakukannya karena aku ingin terus berada di sisinya sampai saat terakhir hidupku."
***
"Apa? Kenapa? Memangnya apa salahku sampai Tiffany tega membatalkan proyek bersamaku?"
Shenna menyangga keningnya dengan kedua telapak tangannya. Meski Eric klihatan terkejut sekali karena Tiffany tiba-tiba mundur dari proyek film bersamanya, sebagai direktur di perusahaan agensi yang menaungi Eric, Shenna adalah seseorang yang paling dibuat pusing dengan masalah yang dialami oleh aktornya itu.
"Memangnya menurutmu kenapa lagi, hah? Masalahnya selalu sama, kan?" Shenna bertanya dengan nada gusar.
"Vivi lagi?" tebak Eric yang membuat Shenna mendengus keras.
"Syuting bahkan belum dimulai tapi rumornya telah menyebar ke mana-mana. Penggemarmu dan Vivi lagi-lagi membuat masalah dengan menyerang Tiffany. Mereka mnyerang semua sosial media Tiffany dengan komentar-komentara kebencian dan menyebarkan rumor konyol yang kejam hanya untuk membuatnya kehilangan proyek itu."
Shenna menjelaskan panjang lebar dengan kesal sementara Eric yang diomeli hanya bisa pasrah.
"Jika penggemarmu terus seperti itu, bisa-bisa kau selamanya hanya akan terperangkap bersama Vivi. Tidak akan ada lagi yang mau memberimu pekerjaan dengan memasangkanmu bersama wanita lain!"
Eric menghela napas panjang, merasa tertekan sekali karena lagi-lagi dirinya diomeli karena alasan yang sama. "Lalu aku harus bagaimana? Penggemarku tidak pernah mau mendengarkanku. Mereka hanya mau aku terus bersama Vivi. Aku juga tertekan sekali, lho!"
"Kalau begitu tteruslah bersama Vivi!"
"Apa?" Eric menatap direkturnya itu dengan pandangan tak terima.
"Jika kau masih ingin mendapat pekerjaan, maka teruslah bekerja dengan Vivi! Jika tidak, kau akan dibenci oleh semua aktris di industri ini karena ulah penggemarmu yang selalu meneror semua rekan kerjamu!"
***
"Masalahnya bagaimana bisa dia bekerja dengan keadaan seperti itu?" Eric berjalan keluar dari lift sambil menggerutu. "Dia nil;ang tidak akan mengambil pekerjaan dalam waktu dekat karena harus fokus dengan pengobatannya. Lalu bagaimana denganku?"
Meski dirinya sangat kesal karena tidak jadi dipasangkan dengan Tiffany yang merupakan aktris muda yang sedang naik daun, ia masih ingat untuk merahasiakan tentang kondisi Vivi dari Shenna. Namun sekarang ia jadi uring-uringan sendiri karena hal tersebut.
"Yang seperti itu pasti penggemarnya Vivi! Kalau penggemarku kan baik-baik, dasar Bibi Vivi saja yang tidak bisa mendidik penggemarnya hingga jadi orang-orang jahat begitu!"
Eric masih terus menggerutu saat memasukkan kata sandi pintunya. Ia baru akan melangkah masuk ke dalam apartemennya saat keberadaan seseorang di tempat itu membuatnya mematung di tempat.
"Selamat datang, Tuan!"
Itu adalah Vivi, yang menyambut kedatangannya dengan senyuman lebar yang tidak akan pernah mungkin wanita itu berikan secara cuma-cuma seperti ini padanya kecuali ada kamera yang menyorot mereka.
"Hana?" tanya Eric. "Kau Hana, kan?"
"Benar, Tuan. Ini aku, Hana," jawab Vivi yang membuat seringaian licik muncul di wajah Eric.
"Kebetulan sekali karena aku sedang butuh seseorang untuk melampiaskan kekesalanku sekarang," ujar Eric yang membuat Vivi menatapnya bingung. "Kalau begitu, ayo kita main peran sekarang. Aku jadi tuan yang jahat dan kau jadi pelayan yang teraniaya, Bibi Vivi."
**To Be Continued**