"Apa sudah selesai? Aku bisa pulang sekarang?"
Shenna yang semula sibuk dengan komputernya langsung mengalihkan tatapannya pada Eric yang bicara padanya dengan nada merengek.
"Kau baru duduk di sana sekitar 10 menit tapi kenapa kau sudah merengek minta pulang ratusan kali, uh?" tanya Shenna sebelum kembali sibuk dengan komputernya.
"Aku tidak merengek, tuh!" elak Eric. "Aku hanya ingin pulang."
"Memangnya apa yang akan kau lakukan?"
"Apa saja."
"Kau tidak diam-diam sedang berkencan, kan?"
"Berkencan?" Eric sontak melebarkan kedua matanya saat mendengar pertanyaan dengan nada menuduh yang Shenna berikan padanya. "Apanya yang berkencan? Memangnya aku berkencan dengan siapa, hah?"
"Ya sudah jika memang tidak berkencan. Kenapa sampai harus melotot begitu?" Shenna mendecakkan lidahnya sementara fokusnya terus tertuju pada komputernya. "Jangan coba-coba menjalin hubungan diam-diam di belakangku! Jika kau sampai terlibat skandal, aku yang harus pasang badan untukmu kau tahu, kan."
"Aku tahu. Tapi aku memang tidak sedang berkencan." Eric berkata dengan serius untuk meyakinkan direktur dari perusahaan agensi yang menaunginya itu. "Tapi aku boleh pulang kan sekarang? Aku ingin cepat-cepat sampai rumah dan beristirahat hari ini."
Shenna berhenti mengetik di atas keyboard dan tatapannya langsung beralih pada Eric yang baru saja kembali merengek padanya. "Kau masih bisa berpikir untuk beristirahat di saat seperti ini? Kau tahu bagaimana pusingnya aku memilih proyek baru untukmu karena Vivi yang tiba-tiba menghilang."
"Tidak menghilang, kok. Dia hanya sedang beristirahat saja. Dia sudah tua. Sudah bibi-bibi. Jadi tidak boleh bekerja terlalu keras seperti saat masih muda dulu," ralat Eric yang membuat Shenna mendengus keras.
"Apa kau tidak sadar jika semakin lama Vivi beristirahat maka akan semakin lama juga kau akan beristirahat? Kau tahu kan bagaimana sulitnya aku mendapatkan pekerjaan yang bagus untukmu tanpa harus melibatkan Vivi? Kau dan Vivi itu seperti satu paket, susah sekali membuat kalian mendapatkan pekerjaan pribadi bahkan meski kalian sama-sama sangat terkenal. Karena itu, bicaralah pada Vivi agar dia tidak terlalu lama hiatus. Bagaimana perusahaan ini bisa berjalan dengan baik jika kau yang merupakan penghasil uang terbesar tidak bekerja seperti ini, hah?"
Eric yang diomeli panjang lebar oleh direktur cerewetnya yang sudah seperti ibunya sendiri itu hanya bisa pasrah hingga membuat Shenna jadi agak merasa bersalah karena sudah mengomel seperti itu padahal bukan salah Eric sepenuhnya jika pria itu sulit mendapatkan pekerjaan karena Vivi yang saat ini sedang hiatus.
"Bagaimana pun juga ini harus segera diatasi. Aku harus menemui direkturnya Vivi secepatnya untuk membicarakan hal ini." Vivi berkata dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya karena ia pikir Eric sudah merenungkan hal ini.
Namun sepertinya Shenna terlalu cepat berpikir baik tentang Eric karena apa yang kemudian pria itu katakan kembali membuatnya kesal hingga rasanya ingin melemparkan keyboardd-nya ke kepala artis nomor satu di perusahaannya itu.
"Jadi apa aku sudah boleh pulang sekarang?"
***
"Kau langsung menghilang begitu syuting film terakhirmu selesai dan jadi sangat sulit dihubungi setelahnya. Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan selama ini?"
Di tempat lain, di saat yang bersamaan dengan Eric yang sedang diomeli oleh direkturnya, Vivi juga sedang diomeli oleh direkturnya.
"Kau tahu berapa banyak pekerjaan yang harus kita tolak selama kau menghilang ini? Kau tahu bagaimana hal itu sampai membuat saham perusahaan kita jadi menukik turun?" Vincent berdiri di hadapan Vivi dengan berkacak pinggang, kelihatan serius sekali menegur artisnya itu sementara Vivi justru serius menatap ikan yang berenang di dalam aquarium.
"Ikannya jadi banyak," kata Vivi yang membuat Vincent memicingkan mata padanya. "Ikannya sudah beranak-pinak atau kau memang beli yang baru?"
Vincent memejamkan kedua matanya sambil menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan dirinya agar tidak meninggikan suaranya di hadapan Vivi yang akhirnya bisa datang ke kantornya setelah ratusan panggilannya yang selama ini selalu wanita itu abaikan.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan selama ini, hah?" tanya Vincent. Ia sudah berpikir untuk memaafkan Vivi jika alasan wanita itu cukup masuk akal, namun Vivi justru memberinya alasan yang membuatnya jadi ingin meledak.
"Aku tidur siang," sahut Vivi.
"Tidur siang?"
"Iya, tidur siang. Ini musim panas dan siang hari benar-benar terasa seperti neraka. Hal yang paling tepat untuk dilakukan di cuaca seperti ini adalah tidur siang di dalam kamar yang full AC. Itu terasa seperti surga."
Vincent menyangga kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing dengan tangan kirinya. Sepertinya tekanan darahnya selalu melonjak tinggi setiap kali ia harus menghadapi Vivi. Yang sayangnya meski banyak membuatnya pussing namun merupakan artis yang telah berjasa membuat perusahaan agensinya jadi sebesar sekarang.
"Perusahaan Eric terus menghubungiku dan mendesakmu untuk segera menerima tawarran pekerjaan bersama Eric," kata Vincent menjelaskan alasan utama ia menyuruh Vivi datang ke kantornya hari ini.
"Padahal dia sendiri yang bilang tidak mau mengambil proyek bersamaku lagi. Kupikir dia sudah sangat muak padaku saat mengatakannya, tapi kenapa agensinya malah memaksanya untuk terus bekerja denganku," gerutu Vivi.
"Memangnya kalian punya banyak pilihan pekerjaan untuk dilakukan sendirian, hah? Orang-orang hanya mau mengontrakmu jika kau bekerja sepaket dengan Eric."
"Sepaket apanya?"
Vivi masih terus menggerutu, namun itu tidak menghentikan Vincent untuk meletakkan sebuah map berisi surat kontrak di hadapannya.
"Itu tawaran dari perusahaan kasur yang ingin menjadikanmu dan Eric sebagai model iklannya. Mereka akan memberimu kasur yang paling nyaman digunakan untuk tidur siang jika kau mau menerima iklan itu."
Vivi hanya melirik map tersebut tanpa minat sebelum memalingkan wajahnya hingga membuat Vincent kembali menghela napas panjang.
"Kau tidak ingat janjimu dulu padaku? Kau tidak ingat bagaimana dirimu yang masih sangat muda menangis sedih karena sama sekali tidak memiliki pekerjaan hingga bersumpah padaku untuk jadi sangat rajin dan tidak akan pernah mengeluh dengan pekerjaan apapun yang bisa kau dapatkan nantinya."
Ucapan Vincent berhasil memudarkan ekspresi cemberut di wajah Vivi. Ia tentu tidak akan lupa pada dirinya 10 tahun yang lalu yang rela melakukan apa saja agar bisa bertahan di dunia hiburan yang sangat keras ini.
Dan seolah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Vincent kembali mengatakan sesuatu yang rasanya sulit untuk diabaikan oleh Vivi.
"Aku tahu kau lelah dan ingin beristirahat, tapi jika kau terus begini dan menyia-nyiakan kesempatan di masa suksesmu... Tidakkah itu membuatmu merasa bersalah pada gadis muda yang sampai rela dipermalukan di depan banyak orang hanya demi mempertahankan sebuah peran kecil yang bahkan tidak cukup untuk memberinya makan?"
Ucapan Vincent berhasil membawa Vivi kembali ke masa lalu, ke masa sepuluh tahun yang lalu saat dirinya yang bahkan masih belum berusia 20 tahun berdiri di tengah orang-orang yang sedang tertawa menghinanya.
Kejadian itu sudah berlalu sangat lama dan tahun-tahun penuh kesuksesan dan sanjungan yang dijalaninya selama ini membuatnya melupakan kejadian tersebut. Namun kini saat mengingatnya kembali, Vivi merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakannya saat itu.
"Kau mau menerimanya, kan?"
Dan Vincent bertanya di saat yang tepat saat Vivi sedang merasakan goyah di hatinya.
"Kau mau kan bekerja lagi bersama Eric dan meraih cinta yang lebih banyak dari yang kau dapatkan sekarang agar semua penderitaanmu di masa lalu bisa sepadan?"
**To Be Continued**