"Kau pasti lelah. Coba minum ini. Ini tonik mahal yang sangat bagus untuk menjaga kesehatan dan mengembalikan tenaga," kata Jerry seraya menyodorkan sebungkus tonik pada Wendy.
"Tidak perlu. Aku selalu meminum tonik yang diberikan oleh Nona Vivi," tolak Wendy.
"Tidak apa-apa, terima saja. Ini sangat bagus, dibawa langsung oleh seorang penggemar dari Cina untuk‒"
"Berhentilah menggunakan barang-barangku untuk menggoda wanita!" Eric tiba-tiba muncul di belakang Jerry dan memukul belakang kepala asistennya itu sebelum merebut tonik miliknya. Ia kemudian mengalihkan tatapannya pada Wendy dan bertanya, "Mana nonamu? Aku membutuhkannya untuk melatih adegan selanjutnya."
"Dia merasa sedikit pusing dan sedang istirahat di dalam, Tuan."
"Cih, apa yang dia pikirkan hingga terus-terusan merasa pusing?" Eric mendekati jendela mobil van Vivi dan menggedor kacanya menggunakan kepalan tangan kirinya. "Oi! Vivianne! Cepat bangun! Jangan jadi pemalas!"
Terdengar suara erangan Vivi sebelum jendela mobil terbuka. "Wendy! Bukankah sudah kukatakan jika aku tidak ingin diganggu siapapun?" Vivi mengabaikan Eric yang berdiri di depan jendelanya dan memarahi Wendy.
"Aku sudah mengatakannya tadi, tapi‒"
"Kau pusing apa, hah? Minum ini jika kau pusing!" Eric merobek bungkus toniknya dan dengan kasar menjejalkannya ke mulut Vivi yang tertutup.
Vivi memukul tangan Eric yang sudah bersikap lancang, namun kemudian menerima tonik itu dan meminumnya dengan wajah kesal. "Pengambilan gambarnya masih 30 menit lagi, apa maksudmu mengganggu waktu istirahatku yang berharga?"
"Adegan ini sedikit susah, kita harus membangun chemistry terlebih dahulu sebelum pengambilan gambar," kata Eric.
"Ah, aku tidak butuh yang seperti itu! Saat kamera menyorotku aku akan langsung menjadi Hana yang memiliki chemistry yang sempurna dengan Aiden. Kau saja yang latihan sendiri." Vivi hendak menaikkan kembali jendela mobilnya saat Eric menarik rambutnya hingga kepalanya keluar dari jendela mobil itu.
"Apa ini? Oi! Eric! Lepaskan! Ini tindak kekerasan namanya!" pekik Vivi sambil memukuli telapak tangan Eric.
"Kau terlalu tinggi menilai kemampuan aktingmu, Vivi! Cepat keluar dan berlatih denganku!"
"Tidak mau! Latihan saja sendiri! Lepaskan rambutku, bodoh! Kau bisa merontokkannya!"
"Jika kau tidak mau keluar aku akan terus menarik rambutmu seperti ini hingga kau akhirnya jatuh dari jendela mobil ini."
"Astaga, kau akan bertemu dengan pengacaraku karena hal ini!"
"Kau tidak mau keluar? Kau sungguh ingin tahu bagaimana rasanya jatuh keluar dari jendela mobil?" ancam Eric.
"Aku akan keluar! Aku keluar! Lepaskan rambutku!"
Eric melepaskan rambut Vivi yang menjadi berantakan akibat ulah tangan jahilnya. Wanita itu menatapnya dengan kesal. "Ayo cepat keluar!" suruh Eric.
"Tidak mau! Latihanlah sendiri, bodoh!" desis Vivi lalu segera menaikkan jendela mobilnya.
"Hei! Wanita satu ini benar-benar!"
"Tuan..." Wendy menahan tangan kiri Eric yang hendak kembali menggedor jendela mobil dengan kedua tangannya. "Sebaiknya kau membiarkannya istirahat. Jika dia tidak istirahat dengan benar dia akan sangat merepotkan saat syuting nanti."
"Hei! Aku dengar yang itu, Wendy!" seru Vivi dari dalam mobil, membuat Wendy segera mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Pokoknya aku mau tidur siang! Jika tidurku terganggu, aku tidak mau mulai syuting nanti!"
***
Hujan yang tiba-tiba turun dengan deras membuat cuaca menjadi sangat dingin. Namun kedatangan sebuah truk makanan membuat semua kru yang kelelahan kembali bersemangat. Di salah satu sisi truk itu terdapat foto 2 tokoh utama dalam film itu dan sebuah pesan.
'Hari ini Tuan CEO Aiden yang traktir untuk merayakan kencannya dengan Nona Hana yang cantik. Terima kasih untuk kerja keras kalian semua dan makanlah yang banyak!'
"Truk makanan ini adalah bentuk dukungan dari penggemar pasangan Aiden dan Hana. Makanlah dengan gembira dan kembali bekerja dengan giat nanti!" kata Dennis di hadapan seluruh kru. Ia menepuk bahu Eric yang berdiri di sebelahnya sambil tersenyum. "Kau sudah bekerja keras, Eric. Teruslah bekerja dengan baik untuk penggemar yang sudah mendukungmu."
"Kau juga, Pak Sutradara," kata Eric sambil mengambilkan makanan untuk Dennis.
"Tapi di mana Hana kita?" tanya Dennis yang tidak melihat Vivi.
"Nona Vivi pergi untuk tidur siang dan meninggalkan ponselnya di mobil," jawab Wendy.
"Tsk, kebiasaan tidur siangnya itu benar-benar merepotkan. Kita akan mulai syuting dalam 30 menit, pastikan wanita itu sudah ada di lokasi saat kamera dinyalakan!" seru Dennis sebelum pergi untuk makan bersama kru lainnya.
"Aku harus mencarinya." Wendy meletakkan kembali makanannya, namun Jerry menahannya.
"Kau harus makan dulu. Cari Nona Vivi nanti saja setelah kau selesai makan."
"Tapi‒"
"Aku akan membantumu nanti. Sekarang, ayo kita makan," ajak Jerry yang akhirnya berhasil menahan Wendy untuk makan bersamanya.
Eric berjalan menjauhi lokasi syuting yang ramai dengan membawa makanannya. Ia terus berjalan hingga tiba di ruangan kecil yang biasanya dijadikan tempat untuk menyimpan peralatan syuting yang tidak dipakai.
Tok tok tok.
Vivi yang sedang mendengarkan lagu melalui earphone yang tersambung pada pemutar musiknya itu menolehkan kepalanya ke arah jendela saat mendengar bunyi ketukan. Ia melepas earphone yang terpasang di telinga kanannya dan membuka jendela saat melihat siapa yang telah mengetuk jendela itu. "Ada apa?"
Eric menunjukkan makanannya pada Vivi. "Sutradara hanya memberi waktu 30 menit untuk istirahat. Aku tidak bisa makan dengan cepat jika banyak orang di sekitarku yang mengajakku bicara." Eric mencondongkan tubuhnya ke depan, melihat ke dalam ruangan itu. "Tempat ini boleh juga. Buka pintunya untukku!"
Vivi duduk di atas meja sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya menatap Eric yang duduk di kursi dan menikmati makanannya. "Seharusnya jika kau ingin makan di sini, bawakan juga makanan untukku!"
"Aku tidak berencana untuk bertemu denganmu di sini."
"Pembohong," kata Vivi seraya mencibirkan bibirnya. "Kau selalu datang ke tempat tidur siangku. Entah bagaimana caranya kau selalu bisa menemukan persembunyianku."
"Benarkah? Aku tidak menyadarinya." Eric mendorong makanannya mendekat pada Vivi. "Ini dibawakan oleh penggemar kita. Cobalah. Telur gulungnya enak sekali."
Vivi mengambil sendok bekas Eric dan mencoba telur gulung itu. "Ini memang enak. Tapi aku tidak boleh memakannya terlalu banyak."
"Mengapa tidak boleh?"
"Aku tidak ingin menimbun lemak di perutku sepertimu."
"Hei! Katakan itu di depan penggemarku jika kau berani!"
Vivi hanya menanggapi ancaman Eric dengan senyuman lalu mengalihkan tatapannya ke luar jendela. Sambil mengunyah makanannya, Eric merogoh saku mantel Vivi dan mengeluarkan beberapa botol obat. "Apa ini? Kau minum vitamin sebanyak ini?"
"Astaga! Jaga tanganmu! Siapa yang mengizinkanmu merogoh saku mantelku?" Vivi memukul tangan kanan Eric dan merebut kembali botol obatnya lalu menjejalkannya ke dalam saku jaketnya.
"Entah karena vitaminmu yang jelek atau kau yang memang pemalas. Kau minum vitamin sebanyak itu tapi masih sering mengeluh pusing dan lelah." Eric merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebungkus tonik. "Minumlah tonik mahal yang bagus! Seorang artis harus tetap sehat agar bisa terus bekerja menghibur penggemarnya."
Vivi menerima tonik itu dan meminumnya. "Ini pemberian penggemarmu yang dari Cina itu, kan? Penggemarku lebih sering memberiku obat pelangsing dan peninggi badan."
Eric tertawa mendengar perkataan Vivi. "Mereka benar-benar tahu apa yang kau perlukan."
Vivi mendecakkan lidahnya lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Ia tampak terkejut dan langsung membuka kedua earphone-nya. "Sejak kapan hujannya turun sederas ini? Kupikir itu suara dari lagu yang kudengarkan." Wanita itu melihat jam di pergelangan tangan kirinya dan langsung melompat turun dari atas meja. "Pengambilan gambarnya akan segera dimulai. Eric, cepat hubungi seseorang untuk menjemput kita!"
"Kau tidak lihat hujannya sederas itu? Pengambilan gambarnya pasti ditunda."
"Tetap saja kita harus kembali sekarang."
"Nanti saja. Aku ingin beristirahat." Eric melipat tangan di depan dadanya dan menyandarkan punggungnya di kursi. "Ini akan jadi pengambilan gambar yang terakhir. Aku merasa sedikit gugup. Bagaimana denganmu?"
Vivi kembali mendudukkan dirinya di atas meja. "Aku juga sedikit gugup. Dan lagi adegan itu akan ditutup dengan ciuman. Bagaimana ini, kau makan banyak bawang tadi. Kau harus bertanggungjawab jika setelahnya aku pingsan!"
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan yang satu itu! Dan lagi, bukankah kau selalu menikmati setiap adegan ciuman kita?"
"Menikmati? Menikmati bagaimana maksudmu?"
"Iya, menikmati! Kau sengaja melakukan kesalahan berkali-kali agar adegan itu terus diulang. Ckckck, benar-benar licik orang satu ini."
"Ya ampun. Aku bahkan tidak pernah memikirkan yang seperti itu. Kau pasti sedang membicarakan dirimu sendiri, kan?"
"Aku? Ha! Kau lucu sekali. Aku ini sangat pandai dalam hal berciuman, karena itu aku tidak mungkin melakukan kesalahan.'
"Astaga! Kau terdengar sangat mesum sekarang! Itulah mengapa aku selalu ingin cepat menyelesaikannya jika harus melakukan adegan yang aneh bersamamu!"
"Itu bagus jika kau ingin cepat menyelesaikannya! Ini memang akan segera berakhir!"
"Aku tahu! Aku akan sangat lega setelah pengambilan gambar terakhir ini selesai."
"Maksudku ini memang akan benar-benar berakhir," kata Eric yang membuat Vivi menoleh padanya dengan wajah bingung.
Dan kemudian, dengan serius Eric mengatakan sesuatu yang sebenarnya telah menjadi pertimbangannya sejak lama. "Aku tidak akan mengambil pekerjaan bersamamu lagi, Vivi. Jadi ini akan menjadi proyek film terakhir kita."
**To Be Continued**