Chereads / Vivianne's Scandal / Chapter 4 - Kisah Yang Seharusnya Sudah Berakhir

Chapter 4 - Kisah Yang Seharusnya Sudah Berakhir

Di dalam ruangan bioskop, Eric duduk diapit oleh Dennis dan Juno. Mereka menikmati tayangan perdana film yang telah mereka buat selama 2 bulan itu dengan perasaan senang. Terlebih saat mendengar tawa dan isakan penonton yang tampak sangat menikmati setiap adegan yang disuguhkan dalam film tersebut.

"Kita sudah melewati banyak kesulitan hingga akhirnya aku bisa menggenggam tanganmu di hadapan banyak orang, Hana."

Di layar besar di mana semua mata yang ada di ruangan itu memusatkan perhatian padanya, tampak adegan saat Eric yang mengenakan setelan tuksedo berwarna hitam itu memeluk pinggang Vivi yang mengenakan gaun berwarna merah muda di tengah-tengah ruangan pesta di hadapan banyak orang. Itu adalah adegan terakhir yang akan menutup film tersebut dengan akhir yang bahagia.

"Mulai sekarang, kau tidak perlu merasa takut atau khawatir lagi. Semua yang terberat telah kita lewati. Sekarang adalah saatnya kita menikmati kebahagiaan. Bahkan meski di masa depan hal yang sulit terjadi, ingatlah kita sudah pernah menangis, berpisah, dan terluka untuk bisa bersama. Apapun yang terjadi kita pasti bisa melaluinya."

"Aku hampir menangis saat melihat proses adegan terakhir ini. Kalian berdua berakting dengan sangat baik hingga membuatku benar-benar merasa tersentuh," bisik Juno pada Eric yang hanya ditanggapi dengan senyuman oleh pria itu. Ia terlalu larut dalam film itu dan tidak ingin terganggu dengan obrolan bersama sang asisten sutradara.

Di dalam adegan yang terputar di layar bioskop, terlihat Vivi yang menganggukkan kepalanya hingga membuat air mata menetes dari mata kanannya. Namun air matanya kali ini diiringi dengan senyum bahagia. "Seperti dirimu yang telah menentang dunia untuk bisa bersamaku, aku juga tidak akan pernah menyerah padamu, Aiden. Pada pria yang telah menjadikanku yang bukan apa-apa ini sebagai dunianya, aku tidak akan pernah menyerah tidak peduli akan menjadi sesulit apa dunia ini nanti."

Eric mengulurkan tangannya menyentuh pipi Vivi dan menghapus air matanya dengan lembut. "Aku sudah cukup melihat air mata ini. Sekarang tersenyumlah, Sayang. Aku ingin yang kuingat tentang hari ini hanya senyum bahagiamu."

Vivi menyunggingkan senyumnya dan memejamkan matanya saat Eric mulai mendekatkan wajah padanya. Menutup film itu dengan ciuman panjang dari sepasang tokoh utama yang akhirnya mendapatkan happy ending setelah melalui begitu banyak kesulitan di sepanjang film tersebut.

Terdengar tepukan tangan dan pujian dari para penonton setelah film itu berakhir. Dennis tersenyum pada Eric dan mengulurkan tangan padanya untuk berjabat tangan, membuat Eric segera membalas uluran tangannya. "Terima kasih karena sudah memberikan usaha terbaikmu untuk film ini, Eric. Meski kau dan Vivi sering membuatku kesal karena tingkah kalian, tapi tidak bisa kupungkiri jika karakter Aiden dan Hana dalam film ini memang seperti diciptakan untuk kalian berdua. Kalian terlihat sangat serasi seperti biasanya."

"Terima kasih banyak, Pak Sutradara. Bisa bekerja bersamamu benar-benar suatu kebanggan untukku. Terima kasih karena telah mempercayakan karakter Aiden padaku," balas Eric.

"Seharusnya Vivi juga menghadiri pemutaran perdana ini. Tapi apa yang sebenarnya dia lakukan sekarang? Apa dia sedang tidur di suatu tempat sekarang?" Nada bicara Dennis yang menyebalkan langsung kembali saat ia membicarakan si tokoh utama wanita yang tidak menghadiri pemutaran perdana film itu.

"Dia bilang dia akan berlibur ke Swiss setelah film selesai," kata Eric saat mengingat percakapannya dengan Vivi beberapa waktu yang lalu.

"Swiss? Wah, anak itu benar-benar tidak ingin membuang-buang waktu untuk langsung pergi berlibur. Kau juga, Eric. Nikmatilah hasil kerja kerasmu dan pergi berlibur ke tempat yang indah. Jangan hanya menghabiskan masa mudamu dengan bekerja terus!"

Eric terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Sayang sekali karena aku harus segera mulai mengerjakan proyek film baruku."

Kedua alis Dennis terangkat dan ia kelihatan bingung saat bertanya, "Bukankah kau bilang Vivi sedang pergi liburan ke Swiss?"

"Ya, kali ini bukan dengan Vivi. Aku akan berpasangan dengan Tiffany di film baruku," sahut Eric.

"Wah... Penggemar kalian pasti akan menggila," kata Dennis sambil geleng-geleng kepala. "Aku masih ingat dengan jelas apa yang dilakukan penggemar kalian 2 tahun lalu. Mereka menyerang Shienna habis-habisan di internet saat dia dipasangkan denganmu karena menganggapnya merebutmu dari Vivi."

"Yah, kurasa kali ini mereka juga akan menggila." Eric menghela napas panjang. "Tapi aku tetap harus melangkah maju sendirian. Aku merasa tidak nyaman jika terus berpasangan dengan Vivi karena rasanya kami hanya memanfaatkan kefanatikan para penggemar untuk menaikkan acara kami."

"Padahal seperti itu juga tidak apa-apa. Bukan hanya satu-dua orang saja artis yang memutuskan menikah tanpa cinta hanya demi menaikkan popularitas," kata Dennis. "Kekuatan kalian bisa tidak terkalahkan di dunia hiburan jika benar-benar sampai menikah."

Eric kembali menanggapi ucapan Dennis dengan kekehan pelan. "Aku hanya akan mengandalkan kekuatanku sendiri. Bahkan meski tidak sehebat saat bersama Vivi, aku akan tetap merasa bangga berjuang dengan diriku sendiri."

"Sayang sekali. Padahal kalian terlihat cocok sekali," gumam Dennis. "Aku tidak jadi untuk mengidolakan kalian berdua jika begini. Kalian membuatku patah hati sekarang!" kelakarnya yang kembali membuat Eric tertawa.

***

Eric menekan kata sandi di pintu apartemennya sambil menguap lebar. Pemutaran perdana, bertemu langsung dengan para penggemar, dan juga pesta yang diadakan dengan para kru untuk merayakan pemutaran perdana itu membuatnya baru bisa sampai di apartemennya pukul 2 dini hari dengan tubuh yang terasa sangat lelah.

"Lho? Mengapa lampunya menyala?" Eric yang sedang mengganti sepatunya dengan sandal rumah menghentikan gerakannya saat melihat lampu yang menyala. Dan ia menjadi semakin terkejut saat melihat high heels berwarna merah tergeletak di dekat rak sepatu.

"Kau baru pulang, Tuan?"

Eric mengangkat wajahnya dan lagi-lagi dibuat terkejut ketika mendapati Vivi berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir. "Apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau‒"

"Aku khawatir sekali karena tidak biasanya kau pulang terlambat tanpa mengabariku. Kau terlihat sangat lelah. Apa kau ingin kusiapkan makanan, Tuan Aiden?"

"Hah?" Eric memiringkan kepalanya bingung. "Tuan Aiden? Kau sedang bercanda, Bibi Vivi?"

Vivi menatap Eric dengan bingung. "Bibi Vivi? Ah, sepertinya Tuan sedang mabuk dan salah mengenaliku sebagai orang lain." Vivi lalu tersenyum. "Ini aku Hana pelayanmu, Tuan."

Eric menatap Vivi dengan wajah bingung. Wanita itu sepertinya tidak sedang bercanda. Ia terlihat serius dan sepertinya benar-benar bingung karena Eric memandangnya dengan wajah aneh seperti itu.

"Sebaiknya kau mandi. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Vivi mendekati Eric dan mengulurkan kedua tangannya untuk membantu melepas jas yang pria itu kenakan. Namun Eric melangkah mundur sebelum Vivi berhasil menyentuhnya.

"Tuan Ai‒"

"Sepertinya kau yang mabuk, Vivi," potong Eric. "Kisah tentang Aiden dan Hana itu sudah tamat dan yang sedang berdiri di hadapanmu ini adalah Eric. Dan kau adalah Vivianne, bukan Hana!"

**To Be Continued**