"Kenapa cokelat, Kak? Kak Ryasa kan lebih suka keju."
Ryasa masih berjalan dan mengacuhkan pertanyaan Kala yang mengikutinya sejak satu jam yang lalu. Mereka sedang membeli keperluan untuk dekorasi café. Acara amal yang akan diadakan café cukup menarik banyak perhatian. Ryasa menaruh banner di depan café mengajak siapapun untuk beramal. Ada nomor rekening yang tertera di sana atau ada jam di mana dibolehkan memberikan makanan untuk dibagikan pada hari amal. Respon orang sekitar sangat baik. Banyak sekali nominal yang masuk dan banyak pelanggan yang menghubungi kalau ia akan mengirimkan kue pada hari amal.
Kala terkejut bukan main saat melihat catatan kue yang akan ia terima pada hari amal. Bukan kue saja, ada beberapa nasi kotak dan makanan pokok lainnya. Ini acara amal café yang pertama kali. Mengadakan acara amal juga adalah ide Ryasa sendiri. Gadis bersurai hitam dengan pirang yamg mengintip cantik itu rasa ia akan senang saat mengadakan acara amal.
Reyhan dan Bunda juga sama antusiasnya. Turut membantu apapun yang Ryasa butuhkan dua hari belakangan. Walaupun keduanya sama – sama sibuk dan jarang memiliki waktu luang, mereka masih berpegang teguh pada pendirian kalau keluarga tetaplah prioritas.
"Anak kecil suka cokelat, bukan? Kau suka cokelat tidak?" tanya Ryasa. Sekarang Kala malah sibuk berjongkok untuk melihat cetakan kue berwarna merah muda di rak paling bawah.
"Hm, aku suka cokelat. Eh? Aku anak kecil?"
Ryasa tertawa saat mendengarnya. Suka menjahili Kala karena ia sudah hafal juga sisi Kala yang mana yang cocok untuk dijahili. Ada saat – saat tertentu Ryasa akan diam dan tidak menjahili Kala. Salah satunya jika gadis yang lebih muda darinya itu sedang berada pada masa ujiannya. Pasti galak bukan main karena tidak mau diganggu.
"Lebih banyak yang menyukai cokelat. Kita bisa membeli cokelat premium juga karena budgetnya banyak."
"Oh, iya benar. Omong – omong, semalam aku tidur terlambat karena memikirkan kue apa yang akan kita buat. Bagaimana kalau kita upgrade cinnamon roll nya saja? Misal ditambah red velvet, lotus, atau bahan – bahan lainnya?"
Ryasa berpikir sebentar. Ia juga sempat terpikir membuat itu, tapi lupa karena banyak hal lain. Terkhusus Reyhan yang akhir – akhir ini sering datang ke gedung fakultasnya hanya untuk mengobrol. Entah dengan maksud apa, yang terpenting Reyhan membawakan makan siang.
"Boleh. Kau boleh berkreasi semaumu, tentu saja. Jangan lupa kalau kita juga harus membuat permen."
Kala mengangguk antusias. Ia langsung berlari ke rak sebelah di mana lebih banyak hiasan untuk kue – kue kering yang kecil. Semuanya memiliki ukuran, dan semuanya pula menggemaskan. Sepertinya masih banyak sekali ide yang bisa dituangkan untuk café mengingat pekerja café juga rata – rata adalah seseorang yang kreatif.
"Kak Ryasa, ini ada—"
"Halo! Sudah lama tidak bertemu. Kau jarang ke gedung bisnis sekarang, ya."
Ryasa mundur satu langkah. Mencerna kata – katanya beberapa detik dan kemudian sadar.
"Astaga, Azka! Aku tidak mengenalimu karena kau memakai masker. Aku pikir siapa sok kenal begitu."
Yang disebut melepas maskernya dan menampilkan wajah tampan khasnya. Tulang hidungnya mancung dan tinggi dengan alis yang tebal. Jelas tampan bukan main, apalagi senyuman itu. Semua gadis bisa menjerit sekarang juga. Tidak terkecuali Ryasa yang juga menyukai Azka, tapi itu dulu saat keduanya masih berada di bangku SMA.
Azka juga yang meminta ikut kalau Reyhan pulang ke rumahnya. Ia ingin bertemu Ryasa dan tidak pernah boleh. Akhirnya bertemu juga di toko bahan makanan dan kue – kue.
"Berapa kali aku mencoba datang ke rumah. Ijin ke Reyhan, tapi dia bilang tidak boleh. Memangnya kenapa?" tanya Azka penasaran. Ryasa terkekeh membayangkan wajah kakak laki – lakinya yang heboh melarang Azka untuk datang ke rumah.
"Aku dan bunda tidak tahu pasti. Bunda juga beberapa kali mengatakan kalau Kak Rey marah saat pulang kampus karena ada temannya yang ingin berpacaran denganku. Mungkin karena dia menjaga? Tidak tahu juga."
Azka mengikuti Ryasa yang sedang berjalan pelan untuk mengambil balon yang akan dipajang cantik di langit – langit café. Sudah ada beberapa ide dan beberapa teman juga yang akan membantu. Sebenarnya bisa saja hanya pegawai café saja yang mendekorasi café, tapi teman – teman Reyhan ingin membantu. Sudah jelas termasuk Azka sendiri. Kalau mendekorasi beramai – ramai pasti akan seru sekali. Ryasa menerima dengan senang hati.
"Kenapa? Aku tidak masalah dengan Kak Rey yang seperti itu, tenang saja. Lagipula dia juga yang membuatku tetap percaya kepada laki – laki. Aku senang memiliki kakak yang super perhatian. Beruntung sekali yang menjadi kekasih Kak Rey, ya?"
Azka langsung mengangguk. Tentu saja beruntung, siapapun itu. Semua temannya juga tahu walaupun Reyhan sering menaikkan suaranya, ia adalah salah satu yang paling tulus. Diakui sekelompok orang sudah cukup membuktikan kalau Reyhan itu berhati lembut.
"Oh, ya. Terima kasih juga untukmu dan Mommy. Bingkisan yang kalian kirimkan sudah aku rapikan dan akan diberikan ke pengunjung café pada hari amal."
"Dia senang sekali saat tahu kalau kau akan membuat acara amal. Antusias bertanya kira – kira hal apa yang masih dibutuhkan selain kue karena dia bilang sudah banyak kue dan takut tidak akan termakan kalau terlalu banyak. Aku sempat menyarankan membuat sabun herbal yang biasa ia jual dulu, tapi dia bilang kalau membuat banyak pasti akan memakan waktu lama, dan jadilah bingkisan itu saja."
Ryasa tersenyum. Ia menepuk bahu Azka yang jauh lebih tinggi darinya dan tertawa saat menyadari wajah Azka yang memerah. Ia tahu betul kalau Azka menyukainya, tapi entah kenapa laki – laki dengan wajah bule itu belum mengatakannya juga.
"Terima kasih sekali lagi, Azka. Aku akan memberikan bonus untukmu dan teman – temanmu saat acara amal nanti. Jangan lupa datang pagi – pagi saat hari dekorasi karena ku rasa akan memakan waktu lama. Bukan karena mengerjakan dekorasi, tapi aku ingin kalian semua berkumpul di café dan makan siang bersama."
Azka mengangguk paham. Menurut saja. Ia senang bisa bertemu dengan Ryasa di sini. Rasanya ia bisa terus menyebut nama Ryasa Ketika sendiri. Gadis itu tidak manja seperti sepupu – sepupunya, dan itulah yang membuat Azka menyukai Ryasa. Di umur sekarang ia tahu kalau memendam sepertinya lebih baik. Ryasa bukan sosok gadis yang butuh kekasih. Kakinya kelewat kuat untuk berdiri sendiri.
"Kak Azka! Ini kunci mobilnya jatuh."
Kala berlari ke tempat Azka berdiri. Bisa – bisanya Azka salah tingkah sampai menjatuhkan kunci mobil. Beruntung Kala yang menemukannya, bisa gawat kalau orang asing yang menemukannya. Setelah mengucapkan salam dan akhirnya pergi meninggalkan Ryasa dan Kala, Kala langsung menodong Ryasa dengan segala pertanyaan. Gadis heboh ini benar – benar tidak bisa diam rupanya.
"Jadi pacar Kak Azka?"
"Jangan asal bicara, Kala. Lebih baik kau makan permenmu dan ayo bayar semua ini." Ryasa menunjukkan sekeranjang belanjaan yang ia bawa. Kala menyengir. Siapa tahu ia bisa dapat pajak karena Azka dan Kala berpacaran.
Kalau bicara soal Azka dan masa lalu mungkin akan memakan waktu sedikit lama. Tidak banyak kejadian romantis yang terjadi di antara keduanya, tapi cukup memberitahu kepada orang sekitar kalau keduanya pernah sama – sama menyukai. Tidak begitu dekat karena Ryasa memiliki Reyhan yang membatasi waktunya bermain bersama teman – temannya saat SMA dulu.