Ryasa memukul lengan Reyhan saat keduanya baru turun dari mobil. Ia kesal kakaknya tidak membangunkan, padahal jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Bunda bilang sudah menghubungi Reyhan karena tidak bisa pulang cepat, ada acara makan-makan di kantor, tapi Reyhan kembali tidur setelah menerima telepon Bunda tanpa memberitahu Ryasa yang tidur kelewat pulas.
Gadis itu masuk ke café dengan pakaian seadanya. Sudah banyak yang datang karena semuanya menyelesaikan dekorasi dan makanan yang akan dibagikan saat acara amal. Kaus putih dengan jeans seadanya menjadi perhatian penuh Azka saat Ryasa melewatinya. Pasti gadis itu buru-buru sekali. Dan semuanya jelas saat Reyhan masuk ke dalam café dengan pakaian yang seadanya pula.
Reyhan berjalan sempoyongan dan duduk di kursi dekat dengan teman-temannya. Satya yang sedang meneguk air mineralnya langsung menoleh saat menyadari lengan Reyhan yang membiru. Pasti baru saja terjadi perang antara kakak beradik ini. Dan bisa dipastikan ini pasti perang yang besar.
"Minum dulu." Azka menyodorkan sebotol air mineral kepada Reyhan dan langsung diterima. Rasanya masih mengantuk sekali. Beruntung Ryasa tidak protes dengan banyak teriakan, jadi sekarang Reyhan bisa mengembuskan napasnya dengan tenang.
"Datang jam berapa?" tanya Reyhan. Azka dan Satya menoleh. Sepertinya ada suara barang jatuh di dapur dan ada teriakan Kala setelahnya.
"Sebentar. Ada yang aneh." Satya langsung berlari ke dapur. Mahesa yang sedari tadi memang sedang membetulkan dekorasi yang rusak juga mengikuti Satya. Reyhan jadi terkekeh. Kedua temannya itu sungguh khawatir.
"Jam sepuluh. Aku datang terlambat. Sudah ada Satya dan Kak Mahesa di sini. Kala sedang membuka kunci pintu café saat itu. Kau kenapa datang siang begini? Dan kenapa Ryasa kesal?"
Reyhan terkekeh saat mendengar pertanyaan Azka. Azka memang temannya yang paling khawatir jika ada salah satu yang terlambat datang atau terhalang sesuatu. Ia bisa terus diam sampai orang yang bersangkutan mengabarkannya sendiri.
"Aku dan Ryasa tidur di ruang tamu. Mengantuk sekali karena kemarin pulang malam dan kami harus mengerjakan hal lain dulu. Ryasa bangun lebih dulu dan mendorongku sampai jatuh dari sofa."
Azka hanya menganggukkan kepalanya saja. Ia juga sudah hafal Ryasa tidak suka terlambat, maka tidak heran kalau lengan Reyhan sampai membiru karena pukulan Ryasa.
Beberapa menit setelahnya Mahesa keluar dari dapur bersama Ryasa. Duduk di salah satu kursi panjang dengan Mahesa yang memegang lengan Ryasa. Panci yang ada di rak dapur jatuh saat salah satu karyawan terkejut dengan teriakan Kala yang baru saja melihat bayangan Juan. Ia pikir itu hantu karena Juan berada di pojok dapur sedang membenarkan selang gas yang tidak rapi. Beruntung panci yang ada di rak kosong, tapi sayangnya malah mengenai Ryasa yang baru masuk ke dapur.
Mahesa jelas panik saat suara teriakan Kala terdengar jelas sekali dari tempatnya berdiri. Ia langsung masuk dan mencari Ryasa. Gadis itu sedang berjongkok di lantai sambil memegang lengan kirinya.
"Tarik napas perlahan dan embuskan," ucap Mahesa lembut. Tidak mau membuat Ryasa terpaksa dan tidak nyaman dengannya.
"Bagaimana ini, kak? Malam ini acara amalnya, tapi lenganku malah membiru."
"Tidak apa-apa. Ada Kala dan teman-teman lainnya yang akan membantu, lagipula kau bisa duduk di dekat kasir saja. Aku yang akan membagikan makanan bersama Reyhan atau Satya."
Ryasa mengangguk. Sebenarnya tidak terlalu parah. Belum saja Reyhan melihat. Kalau sudah, mungkin ia akan melarang Ryasa mati-matian agar tidak banyak bergerak.
Saat sekolah menengah pertama dulu, Ryasa pernah jatuh dari sepeda sampai kakinya luka parah. Retak di dekat mata kaki dan membiru. Reyhan kesal bukan main saat adiknya terluka. Reyhan yang menemani Ryasa berobat ke dokter dan terapi setiap seminggu sekali. Setelah itu Reyhan selalu menemani Ryasa ke manapun gadis itu pergi. Benar-benar tidak mau adiknya terluka lagi. Bunda memang tidak marah dan tidak pernah menyalahkan Reyhan karena tidak bisa menjaga adiknya. Lagipula itu wajar karena keduanya masih anak kecil. Tidak baik juga memberikan Reyhan tanggung jawab selayaknya orang tua. Bunda tahu batasan, beruntung sekali anak bunda.
Pertama kali Ryasa dibelikan motor pun harus ditemani Reyhan jika akan pergi. Menjaga adiknya ke manapun adiknya pergi dan Ryasa tidak merasa keberatan. Ia malah senang karena kakaknya peduli padanya dengan inisiatif sendiri. Itu artinya Reyhan tulus menyayangi adiknya sepenuh hati.
"Kenapa?" tanya Mahesa saat ia terus menatap Ryasa yang tiba-tiba saja terdiam.
"Tidak apa-apa. Sudah makan siang? Yang lain sudah makan siang juga belum?"
"Sudah. Kala membagikan nasi kotak bersama Satya tadi. Katanya itu catering yang biasa Bu Athalia beli. Pantas saja enak sekali."
"Bunda memang pintar memilih makanan. Kita jarang sekali meminta menu karena apa yang bunda masak atau pesan selalu paling enak."
Mahesa tersenyum saat mendengarnya. Hubungan Ryasa dengan bundanya memang yang terbaik. Ia suka sekali saat gadis itu bercerita panjang lebar walaupun banyak hal-hal acak di dalamnya. Menurut Mahesa, justru itu yang membuat cerita Ryasa menarik untuk didengar. Oh, jangan lupakan suara gadis itu. Tidak melengking dan tidak juga berat. Lembut dan candu. Beda lagi kalau berteriak. Suaranya bahkan bisa membuat kaca pecah berkeping-keping.
Setelah itu keduanya kembali ke kegiatan masing-masing. Kala yang baru saja berdiri langsung menatap Ryasa curiga. Jangan lupakan Reyhan yang sudah menatap adiknya dengan tatapan tajamnya seakan menarik jiwa Ryasa keluar.
"Sudah dekat rupanya," celetuk Kala sambil memindahkan choco chips ke tempat yang lebih kecil karena akan diganti almond.
"Aku bisa dekat dengan banyak orang, tentu saja."
Kala menatap Ryasa bingung. Bisa dekat dengan banyak orang katanya? Ryasa sungguh tidak bercanda? Banyak sekali orang sekitar yang enggan berbicara padanya karena takut mendapat balasan yang pedas.
"Apa katanya?" Reyhan mengetuk meja kasir sambil menatap Kala. Bossy sekali.
"Tidak ada apa-apa. Sepertinya Kak Mahesa pelan-pelan sekali. Seharusnya begitu bukan, kak? Sudah benar, bukan?" tanya Kala memastikan.
"Kau mendukung Kak Mahesa juga? Wah, kita satu tim. Mari buat minuman khusus. Kita harus merayakannya."
"Merayakan apa? Lebih baik kalian kembali bekerja atau duduk saja. Jangan bicara tentang orang lain, apalagi aku kalau tidak mau berakhir jadi badut café."
Astaga. Reyhan benar-benar bingung kenapa adiknya ini bisa muncul secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan atau hanya sekedar suara langkah kaki. Apa jangan-jangan kaki Ryasa tidak menapak di lantai marmer café?
"Makan dulu, Kak. Ayo aku ambilkan. Nanti temani aku duduk bersama Satya, ya?"
Ryasa menoleh sinis. Adik kelasnya dan sahabatnya ini benar-benar sudah dekat dengan Satya rupanya. Jangan bilang kalau keduanya justru sudah resmi berpacaran? Aduh, Ryasa harus menyebarkan berita ini pertama kali.
"Aku sedang tidak ingin emosi. Kau saja. Aku akan makan dengan Kak Reyhan saja."