Semua karyawan café tersenyum senang saat melihat banyak pelanggan yang datang. Malam ini banyak sekali orang tua yang datang bersama anaknya, bahkan ada cucu yang datang bersama neneknya. Keadaan di café dan di luar café sangat ramai. Satya dan Azka yang menjaga stan makanan kering paling ramai. Ada ibu-ibu yang mengatakan kalau kue keringnya enak sekali, tapi lebih banyak terdengar suara gadis dan teman-temannya yang suka datang ke stan kue kering karena Azka dan Satya yang menjaganya.
Reyhan dan Ryasa sama-sama menjaga stan makanan prasmanan. Mempersilakan siapa saja untuk mengambilnya. Senang sekali saat melihat seorang anak kecil berumur delapan tahun yang berjalan bahagia dengan neneknya yang juga tersenyum. Mereka berhenti di depan Reyhan dan mengucapkan salam kepada kedua kakak beradik itu. Ryasa tidak suka anak kecil, jujur saja, tapi sekarang bukan waktunya menunjukkan wajah galak, maka Ryasa tersenyum lembut. Nenek yang menggandeng cucunya tidak kalah bahagia saat melihat cucunya diberikan permen kapas yang cukup besar oleh Mahesa yang memang sedari tadi menjaga stan camilan manis bersama Juan dan Sean.
"Selamat malam. Semoga kebaikan kalian dibalas. Saya sangat senang dengan adanya café ini," ucap nenek tersebut sebelum pergi. Reyhan dan Ryasa membungkuk hormat dan berterima kasih karena sudah datang.
Banyak tawa yang terdengar dan banyak pula teriakan yang terdengar. Ryasa kira ada masalah di salah stau stan, tapi sekarang ia menyesal sekali saat mencari tahu apa yang membuat keributan karena itu hanya Satya dan Mahesa yang baru menyugar rambut mereka. Sudah jelas yang berteriak barusan adalah gadis-gadis genit. Pun Reyhan hanya terkekeh. Ia tahu akan ada kejadian seperti ini dan sudah tidak heran lagi.
"Yas, aku akan bergantian dengan Kak Mahesa. Juan dan Sean akan tetap menjaga stan camilan manis. Sepertinya Satya harus ditertibkan dulu sebelum panci melayang dari tangan Kala yang menunda kegiatannya untuk mengisi kembali aksesoris untuk dibawa pulang para pengunjung," bisik Reyhan sebelum benar-benar berjalan dengan cepat ke stan kue kering tempat di mana Satya dan Azka berdiri.
Ryasa kembali pada kegiatan untuk melayani semua pengunjung yang datang ke stan miliknya. Mahesa baru datang setelah beberapa menit dengan alasan baru saja mencuci tangan. Entah apa alasannya.
"Kenapa cuci tangan? Terkena gula-gula?" tanya Ryasa. Mendongak karena Mahesa jauh lebih tinggi darinya.
"Ada gadis yang memegangku tadi. Aku merasa harus banyak-banyak mencuci tangan."
Tawa Ryasa menyusul tepat setelah ucapan Mahesa barusan. Maksudnya Mahesa tidak suka gadis memegangnya, bukan? Lalu kenapa ia menolong dan mengusap lengan Ryasa yang membiru siang tadi? Aneh-aneh saja.
"Kau menolongku siang tadi. Jelas sekali memegang lenganku. Aneh sekali."
"Berbeda. Aduh, jangan membicarakan ini. Aku takut gadis genit."
Ryasa sukses menoleh kepada Mahesa lagi. Takut? Hei, ini Athalla Mahesa yang bergabung dengan pembalap motor resmi dan sudah cukup lama tergabung di dalamnya. Takut gadis genit? Memangnya di arena tidak ada banyak gadis? Ryasa sungguh terhibur sekarang. Mahesa yang sadar kalau ia takut dengan hal yang seharusnya tidak normal masih terdiam. Senang melihat Ryasa tertawa selepas ini.
"Kau takut gadis, tapi tidak takut mati? Kau bisa saja mati kalau kecelakaan saat balapan."
Mahesa menggeleng. Tidak menemukan sama sekali rasa takut saat sedang balapan. Adrenalinnya terpacu dengan hebat saat sedang di arena. Kalaupun kecelakaan dan mati setidaknya kecelakaan saat balapan adalah salah satu cara mati yang keren, pikirnya begitu.
"Hanya yang genit dan belum ku kenal saja. Rasanya merinding. Memangnya aneh?"
"Tentu saja! Ada-ada saja Kak Mahesa ini," ucap Ryasa sambil menepuk lengan Mahesa. Masih tidak habis pikir denga napa yang barusan ia tahu dari Mahesa. Ternyata gadis genit lebih seram menurutnya.
Di sisi lain Juan dan Sean sedang bermain batu gunting kertas untuk memutuskan siapa yang akan mengambil sisa selai nanas di dapur. Jarak stan camilan manis ke dapur tidak jauh. Memang keduanya saja yang masih bocah dan suka bermain.
"Tunggu di sini, Juan. Aku akan kembali dengan cepat. Jangan sampai diculik."
Sean berjalan meninggalkan Juan yang menjaga stan camilan manis. Merengut saat Sean mengatakan jangan sampai diculik. Keduanya masih bayi sekali. Azka yang melihat keduanya terkekeh pelan. Ia sedang berpatroli sekarang dan baru saja kembali dari stan Riki dan Kala yang mengurus souvenir.
"Anak kecil jangan sampai diculik," goda Azka saat sudah berdiri di samping Juan.
"Kita Cuma berbeda dua tahun."
"Juan anak kecil."
Azka hanya terkekeh kembali saat Juan merengut kesal. Ia tidak suka disebut anak kecil. Juan juga ingin dekat dengan gadis yang ia suka, tapi Mahesa ataupun kakak-kakak yang lain teguh melarang adiknya merasakan pacarana dahulu. Lulus sekolah menengah atas saja belum. Kakak-kakaknya memang mengedepankan pendidikan di depan segalanya. Mungkin itu sebabnya belum ada yang resmi berpacaran di circle anak-anak unik ini. Mereka hanya dekat dengan beberapa gadis dan itu pun sudah memberitahu satu sama lain kalau tidak ingin berpacaran, tapi akhir-akhir ini kedekatan Satya dan Kala benar-benar harus dipertanyakan.
"Kak Azka tidak menjaga stan kue kering bersama Kak Reyhan?" tanya Juan dengan manik yang berkedip polos.
"Aku akan menemanimu sebentar. Ada Satya dan Reyhan di sana. Lagipula dari sini bisa melihat Ryasa lebih jelas."
Juan sukses melongo. Ternyata Azka juga menyukai Ryasa. Ia heran kenapa banyak sekali yang menyukai gadis satu itu. Ia kira tidak banyak yang ingin dekat dengan Ryasa karena gadis itu menjaga jarak cukup jauh dengan laki-laki dan ia juga galak, tapi ternyata banyak yang menyukai Ryasa. Juan jadi penasaran bagaimana rasanya mengobrol dengan Ryasa dalam waktu yang lama. Entah akan menjadi pembicaraan penuh tawa atau menjadi keributan yang tidak akan berakhir.
"Kak Mahesa juga suka Kak Ryasa. Kalian sama-sama tahu?"
"Iya. Kak Mahesa tahu aku menyukai Ryasa dan aku juga tahu Kak Mahesa menyukai Ryasa juga. Memangnya kenapa?" Azka duduk sebentar. Pegal juga terus berdiri di samping Satya yang tebar pesona. Banyak sekali gadis yang datang ke stan kue kering memang karena Satya. Ditambah tadi sempat ada Mahesa yang berdiri di samping Satya dengan alasan memberikan pulpen untuk mencatat apa saja yang masih kurang.
"Kalian tidak akan bertengkar?"
"Astaga. Tentu saja tidak. Bertengkar hanya karena Ryasa? Tidak, Juan. Tidak ada perlombaan dalam percintaan. Kalau Ryasa menyukai Kak Mahesa justru itu bagus. Itu artinya ia masih percaya berkomitmen mengingat ayahnya yang tidak tahu ke mana."
Juan mengangguk-anggukan kepalanya. Apa yang dikatakan Azka benar dan Juan kagum sekali, jujur saja. Ia kira kakak-kakaknya yang sudah lama tergabung dengan para pembalap itu hanya paham persaingan, tapi nyatanya semuanya baik. Apa yang dipikirkan Mahesa dan Azka tidak dimiliki banyak laki-laki. Juan saja sempat berpikir kalau ia akan mendapatkan gadis yang ia sukai walaupun sudah dekat dengan laki-laki lain, dan ternyata itu salah. Juan bersyukur memiliki kakak-kakak yang memiliki pikiran dewasa di sekitarnya.