Terdengar suara tawa yang cukup kencang saat Reyhan baru memasuki café. Ada Kala dan Satya yang berdiri di balik kasir. Pantas saja Satya tidak mau diajak berkumpul makan siang, ternyata sibuk pendekatan. Entah sudah resmi atau belum, tapi yang jelas sepertinya keduanya akan menjadi pasangan yang sangat lucu karena tiada hari tanpa candaan keduanya.
Reyhan baru saja menyelesaikan kelas terakhirnya dan akan beristirahat sebentar di kamar Ryasa. Ia kira Ryasa sedang sibuk di dapur membereskan barang-barang yang datang hari ini, tapi di dapur hanya ada dua karyawan yang sibuk menata barang-barang dan bahan makanan di rak yang cukup besar.
Langkah kaki Reyhan menjadi sedikit panjang dan ia menaiki tangga dengan cepat. Takut-takut adiknya sedang tidak baik-baik saja. Yang pertama ia lihat ketika sampai di depan kamar Ryasa adalah gadis itu yang sedang melamun di balkon kamar. Kakinya ditekuk dan kepalanya ditaruh di kakinya.
"Sudah makan, Yas?" tanya Reyhan. Pertanyaan yang harus ia tanyakan sehari tiga kali kecuali mereka sudah makan bersama.
"Sudah. Aku makan bersama Azka tadi."
Helaan napas lega terdengar saat Reyhan mendudukkan dirinya di kasur Ryasa yang lumayan besar. Kamar Ryasa di café memang besar karena bunda tidak akan tega membiarkan anaknya tinggal di tempat yang sempit.
"Kak Rey," panggil Ryasa. Ia masih pada tempatnya. Tidak berniat beranjak sedikitpun karena sudah nyaman.
Reyhan menjawab dengan deheman. Laki-laki dengan kemeja denim nya itu sedang mencerna semua materi yang diberikan. Pusing setelah diberikan rumus dan rasanya ingin sekali tidur sampai malam jika saja tidak ada urusan lain.
"Ada yang mengatakan kalau mereka yang tidak memiliki kasih sayang dari ayah tidak akan sukses untuk pasangannya juga. Beberapa malam lalu ada yang mengatakan aku tidak pantas untuk Kak Mahesa. Siang tadi setelah Azka kembali ke rumahnya aku mendengar namaku disebut dan dijuluki gadis gatal. Aku hanya mengobrol dengan mereka. Berteman seadanya. Sepertinya omongan ibu Kak Bintang benar."
Reyhan langsung duduk tegap. Ia sudah akan memejamkan matanya karena mengantuk bukan main jika saja Ryasa tidak bercerita seperti barusan.
"Aku suka berteman dengan siapa saja, tapi kenapa mereka menganggap aku hanya gatal, ya? Cantik juga tidak. Akhir-akhir ini semakin banyak yang mengatakan kalau aku tidak baik untuk Kak Mahesa dan Azka, padahal sudah mengenal lama."
Reyhan berjalan dengan gontai ke tempat adiknya duduk. Menarik pelan tangan adiknya dan menggendongnya. Mendudukkan Ryasa di sofa yang lebih besar agar sama-sama bisa duduk. Ryasa yang diperlakukan seperti itu hanya diam. Sudah biasa. Kakaknya sering sekali menggendongnya karena Reyhan bilang Ryasa ringan sekali.
"Siapa yang membuatmu bisa berada di titik ini?" tanya Reyhan dengan pandangan mata yang meyakinkan. Memori keduanya berputar saat mengingat apa yang mereka berdua perjuangkan.
"Aku dan Kak Rey."
"Kau sendiri, Yas. Kau yang bilang tidak ingin dibantu selagi bisa menjalankannya sendiri. Kakak tahu kau sedang lelah sekarang. Tidak apa-apa. Itu normal. Ryasa kuat."
Reyhan bisa merasakan tubuh adiknya yang bergetar pelan. Lama kelamaan kemeja yang dipakai Reyhan basah di bagian bahu. Pun tangan Reyhan mengusap punggung Ryasa pelan. Menenangkan adiknya dan menyampaikan kalau ia tetap mendukung adiknya apapun yang terjadi.
Banyak omong kosong yang sudah dunia katakan. Mulai dari cinta yang abadi sampai menjadi pemuda yang memiliki saham di mana mana. Semuanya sungguh omong kosong. Dunia itu jahat.
"Memangnya siapa yang mengatakan seperti itu?" tanya Reyhan setelah dirasa tangisan adiknya sudah mereda.
"Tidak tahu. Aku tidak ingin tahu juga."
Reyhan kembali menepuk bahu Ryasa. Menenangkan kembali adiknya yang masih di dalam pelukan.
"Kak Ryas… eh, maafkan aku."
Reyhan menoleh lebih dulu saat mendengar suara Kala yang memanggil Ryasa. Pintu kamar Ryasa memang tidak ditutup sejak tadi karena pendingin ruangan juga tidak menyala.
"Kenapa, Kal?" tanya Reyhan. Ia memberikan tisu pada Ryasa dan berjalan mendekati Kala yang lucu karena jepitan kupu-kupu yang sepertinya baru saja diberikan Satya beberapa menit lalu.
"Ada Kak Mahesa di bawah. Dia bilang mencari Kak Ryasa dan Kak Reyhan. Ada Kak Azka juga dan lainnya. Katanya ada pertemuan tentang jalan-jalan. Memangnya benar?"
Astaga. Reyhan benar-benar melupakan janjinya yang mengatakan akan berkumpul lagi bersama temannya di café adiknya.
"Jalan-jalan? Kita akan jalan-jalan bersama?" tanya Ryasa. Sekarang ia sudah rapi dan sudah memakai make up nya lagi. Tidak baik kalau tidak rapi di depan pelanggan.
"Iya. Aku dan Azka mengusulkan liburan akhir tahun. Ayo turun."
Kala turun lebih dulu. Reyhan menunggu Ryasa yang masih memakai sepatunya.
"Bibirmu pucat. Pakai lip tint nya dulu."
Ryasa langsung melihat ke cermin dan benar saja ia terlihat pucat sekali karena baru saja menangis. Karena kulitnya yang putih jadi semakin terlihat pucat. Setelah semuanya selesai dan memastikan penampilan Ryasa sudah rapi, keduanya turun dan langsung bergabung di meja panjang. Seperti biasa Sean sibuk dengan makanannya. Sean bilang croffle buatan Kala tidak ada tandingannya.
"Kau lupa?" todong Satya saat temannya baru sana duduk di sampingnya. Reyhan hanya menyengir. Ia berencana tidur tadi dan melupakan acara kumpul mereka.
"Kakak-kakak mendapat libur akhir tahun?" tanya Juan. Matanya bulat dan berkedip lucu. Aduh, Juan kalau dikarungkan pasti gemas sekali.
"Aku, Satya, Kak Mahesa, dan Azka dapat. Ryasa?"
Ryasa menoleh. Mengingat tanggal libur akhir tahunnya.
"Tanggal libur kita sama. Kalian juga libur?"
"Libur kami lebih lama," jawab Juan. Ia mendapat kabar kalau kakak-kakak yang sudah berkuliah ini mendapat libur dua pekan, sedangkan ia, Sean, dan Riki mendapat libur sebulan penuh.
"Baiklah. Aku sudah mencari lokasinya. Boleh membicarakan kepada orang tua dulu, khususnya adik-adik gemas ini."
"Tidak gemas. Aku tampan dan sudah dewasa," potong Sean. Tidak suka dibilang gemas dan masih anak-anak karena Sean sudah dewasa. Azka tertawa mendengarnya. Sudah hafal.
"Intinya, sudah ada lokasinya. Pilih saja. Ada kebutuhan yang harus dibagi juga. Sudah siap."
Semuanya hanya terdiam. Tidak tahu harus bicara apa karena usulan Reyhan tiba-tiba sekali dan persiapan Azka cepat sekali. Juan berkedip lucu saat dicolek. Mahesa yang berada di sebelahnya menyuruh Juan untuk mengambil ponsel Azka yang berisi kebutuhan untuk liburan dan tempat yang direkomendasikan. Pada akhirnya yang paling tua juga yang mengurus adik-adiknya.
"Aku akan mempercepat agar tidak ada yang menggerutu." Mahesa menengok ke Sean. Ia sudah kesal karena menunggu lama. Yang lain tertawa pelan.
"Siapa yang memilih pegunungan dan siapa yang memilih pantai, silakan angkat tangan. Suara terbanyak akan dipilih. Setelah itu kita baru akan membagikan siapa saja yang akan membawa kebutuhan liburan dan semuanya akan dibagi rata," ucap Mahesa. Adik-adik lainnya mengangguk mengiyakan.
Setelah semua pemilih telah dihitung berdasarkan pantai atau gunung, Mahesa melihat hasil yang ditulis Kala di kertas. Setelah itu ia melanjutkan pembagian bahan makanan dan minuman. Siapa yang membawa camilan, beras, daging, dan makanan lainnya. Tetap saja, kalau bukan yang paling tua yang mengurus pasti akan lama selesainya.