Chereads / Please Stay With Me. / Chapter 20 - Penggoda

Chapter 20 - Penggoda

Beberapa wanita risih melihat ada dua orang bodyguard sedang berdiri di depan toilet wanita. Tapi kerisihan itu sirna, saat ia tak sengaja menatap seorang pria sedang duduk di kursi roda. Malah sebaliknya pria itu yang terlihat risih.

Ada seorang wanita yang memakai dress warna merah, sangat ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya, rambutnya sebahu. Dia memberanikan diri mendekati Pragma. Sedangkan beberapa dari gerombalan wanita tadi ada yang masuk ke dalam, serta sebagian dari mereka menyaksikan aksi si wanita dress merah itu.

"Hai Tuan," sapa wanita itu centil tak digubris oleh Pragma.

Wanita itu mengigit bibir bawahnya, sedikit kesal karena pria di depannya terkesan cuek tidak peduli. Maka dengan berani sekali dia mensejajarkan posisinya dengan Pragma. Sampai di mana Pragma dengan kasar mendorongnya, hingga wanita itu terjungkal ke belakang, paha mulusnya terlihat, karena dressnya yang hanya sampai sepahanya.

"Murahan," cibir Pragma. Ke dua bodyguard yang menjaganya tidak berani bergerak, jika Pragma sedang berbicara.

Setelah ada perintah dari Pragma. Baru lah ke duanya bergerak melaksanakan kemauan Tuannya.

"Singkirkan dia," perintah Pragma mengibaskan tangannya.

Wanita itu segera bangkit dari posisinya, dia kembali merangkak pada Pragma. Pergerakannya sungguh lihai, hampir saja dia berhasil mencumbu bibir Pragma. Tapi ke dua bodyguard tersebut lebih dulu menarik ke dua tangannya.

"Kurang ajar kau jalang," bentak Pragma. Beberapa wanita yang berada di sana meringis pelan. Serta suara bentakan Pragma sampai terdengar ke dalam toilet, wanita-wanita yang di dalam sana berbondong-bondong keluar dari sana. Untuk melihat kekacauan.

"Kenapa Tuan, menolak ciuman saya?" tanya wanita itu sekaligus kesal sekali. Baru pertama kali ada pria, yang menolak dia sentuh. Dan dia semakin suka dengan pria itu, rasanya ada tantangan tersendiri untuknya.

"Saya tidak sudi disentuh oleh jalang murahan," jawab Pragma sinis. Memperhatikan penampilan wanita itu dari atas ke bawah, membuat si wanita memekik senang.

"Kenapa Tuan, saya montok kan?" tanyanya lagi menarik turunkan alisnya. Seraya membusungkan ke dua dadanya, membuat ke dua bodyguard yang menahan di sebelah sisi kiri dan kanannya. Menaikkan turunkan jakunnya. Tanda pria tidak setia, tidak bisa menahan nafsunya. Dasar. Pragma sampai berdecih sinis melihatnya.

"Kalau kalian mau. Kalian bisa melahapnya," sarkas Pragma membuat ke dua bodyguard itu merasa malu. Tertangkap basah sedang bernafsu dengan si Jalang murahan.

Wanita itu melebarkan matanya beberapa saat. "Kau gay yah Tuan. Tidak menyukai wanita!" tudingnya.

"Astaga masa dia gay," pekik wanita yang lain. Masih di sana menyaksikan pertunjukan itu.

"Mana mungkin," elak teman-temannya.

"Bagaimana kalau kita bermain bersama Tuan. Untuk membuktikan bahwa Anda, tidaklah gay, menghabiskan satu malam. Mungkin?" tawar seorang wanita lain. Tertarik dengan Pragma.

"Saya tidak sudi," sentak Pragma.

"Saya tegaskan kepada kalian semua! Jangan berani-beraninya Anda menggoda saya, karena saya tidak akan pernah tertarik. Baik pada tubuh kalian, atau apa pun saya tidak tertarik," teriak Pragma menggelegar menghentikan langkah seorang wanita, yang menutupi sebagian wajahnya dengan selendang.

Para wanita di sana terdiam membisu mendengarnya. Melihat urat-urat leher pria yang berteriak itu, tak lain adalah Pragma. Membuat kagum pada sosoknya.

"Aku ingin mempunyai suami seperti Tuan," ungkap salah-satu wanita yang ada di sana.

"Singkirkan semua wanita yang ada di hadapanku ini. Dan kenapa istriku sangat lama di dalam toilet." Pragma menatap tajam ke dua bodyguardnya itu.

"Ada yang tidak beres," ucap Pragma dengan napas yang mulai memburu.

"Apa yang kau lakukan sialan. Pergi kalian dari sini," teriak Pragma menatap tajam satu persatu wanita di sana.

"Ada apa ini Tuan?" tanya Rudolp yang baru saja datang bersama para bodyguard yang lain.

Dia merasakan aura di sekitarnya, tak mengenakkan dari Pragma. Dan alasan dia menyusul Tuannya, karena tak sengaja mendengarkan percakapan seorang wanita yang lewat, jika di depan toilet wanita ada pertunjukkan menarik.

"Kenapa kalian diam saja. Periksa toilet yang dimasuki istriku," bentak Pragma nyalang. Membuatnya semua orang di sana bergegas keluar, serta bodyguard langsung bergerak cepat.

Para bodyguard mulai frustasi tidak menemukan Gelora di dalam toilet.

"Heh Bajingan apa yang kau lakukan, kau mengintipku," amuk seorang wanita saat pintu toilet didobrak begitu saja.

"Maaf Nona," ucap bodyguard itu meringis pelan.

"Tidak ada," lapor semua temannya ketakutan.

"Gawat, ini gawat," timpal yang lain.

"Mana Geloraku?" tanya Pragma menatap satu persatu bodyguard di sana.

"Kenapa kalian diam saja." Pragma menendang salah-satu bodyguard yang berada didekatnya.

"Nyonya tidak ditemukan Tuan," lapor yang lain memberanikan diri.

"Tidak, itu tidak mungkin, cari yang teliti lagi!" suruh Pragma mulai berkeringat dingin.

"Sudah Tuan. Tapi tetap tidak ada," ucapnya lagi.

"Cepat keluar cari Nyonya, posisinya pasti tidak jauh dari sini," suruh Rudolp cepat diangguki yang lainnya.

"Tuan ayo," ajak Rudolp saat melihat Pragma bergerak gelisah di tempatnya. Pria itu menatap ke segala arah dengan perasaan cemas.

"Geloraku," ucap Pragma mulai linglung. Dia mengusap rambutnya kasar, pikiran buruk tiba-tiba datang lagi berseliweran di dalam kepalanya.

"Dia meninggalkan ku lagi." Pragma sudah tak terkontrol. Terlihat seperti orang gila berbicara kepada dirinya sendiri. Hingga Rudolp terpaksa membawanya pergi dari sana. Seiring Pragma yang terus berteriak memanggil nama Gelora, membuat semua orang menatapnya, dengan pandangan berbeda.

"Gelora meninggalkan ku lagi," teriaknya.

"Cepat cari wanitaku," amuk Pragma menjadi-jadi membuat Rudolp kewalahan memasukkannya ke dalam mobil.

Dengan amat terpaksa dia memukul tengkuk Pragma sangat keras. Seiring kesadaran pria itu yang mulai berkurang, lalu kegelapan datang menyambutnya saat matanya tertutup rapat.

"Maafkan saya Tuan," ucap Rudolp merasa bersalah.

***

Taxi berhenti tepat di depan rumah minimalis itu. Seorang wanita terlihat turun dari sana.

"Terima kasih Pak," ucapnya segera membayar ongkos. Setelah itu dia segera bergegas masuk ke dalam rumahnya.

"Akhirnya," gumamnya lega saat sudah berada di dalam rumahnya, menselonjorkan kakinya di atas meja, lalu mengelus pelan perutnya.

"Aku tidak menyangkah bisa lolos dari penjagaan yang ketat itu." Dia mengambil segelas jus jeruk, yang telah ia buat tadi. Meminumnya untuk menghilangkan dahaganya, saat tenggorokannya terasa kering.

"Bagaimana kalau aku menemui suamiku," ucapnya melirik jam yang bergantung di atas dinding. Menunjukkan angka dua. Ini masih siang, jadi ia bisa beristirahat sebentar sembari membersihkan dirinya dulu.

Dua puluh menit telah berlalu, kini wanita itu sedang memperhatikan dirinya di depan cermin. Sembari menaikkan baju hingga setengah dada, memperhatikan perutnya yang masih datar. Dia sudah membersihkan dirinya, tinggal waktunya istirahat lalu menemui suaminya.

"Sampai kapan aku harus merahasiakan kehamilanku. Pasti orang-orang akan segera mengetahuinya," ucapnya seraya mengelus perutnya.

"Bagaimana kalau dia menemukanku?"

"Lalu dia mengetahui, kalau aku sudah memiliki suami?"

"Bahkan aku sedang hamil. Dan ini bukan anaknya, apakah dia akan membunuh anakku?"

Banyak sekali pertanyaan yang berseliweran di dalam pikirannya. Tanpa sadar wanita itu menghela napas berkali-kali. Dia menurunkan bajunya kembali, yang sengaja ia singkap sampai dada.

Mengingat tadi dia berhasil kabur dari Pragma. Yah, wanita itu adalah Gelora, dia berhasil memanfaatkan kesempatan yang ada. Saat kericuhan terjadi di depan toilet tadi, dia berusaha menyelinap masuk ke tengah-tengah beberapa gerombolan wanita keluar dari toilet. Dan Untungnya, ia membawa selendang kecil untuk menutupi kepala dan wajahnya.

To Be Continue.