"Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan, Alexa. Mungkin saja, itu adalah perbuatan dari saingan bisnis papa yang ingin menjelekkan nama baik papa saja," elak Indra.
"Benarkah? Alexa pikir, ini semua berhubungan erat dengan papa dan juga perusahaan Papa! J Contractor, pria bernama Jonathan Ayden, teror pesan singkat di hp Alexa, percobaan pembunuhan terhadap Alexa. Semuanya itu pasti berhubungan erat dengan papa dan juga bisnis yang papa jalankan, bukan?! Tapi papa tidak mau mengatakan yang sebenarnya kepada Alexa! Dan yang papa bisa lakukan hanyalah menutup-nutupi ini semua dari Alexa," ujar Alexa sedikit emosi.
Indra menghela napas panjang, pria itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi untuk membuatnya sedikit rileks.
"Lalu ... apa yang akan kamu lakukan, jika kamu tahu kenyataan yang sebenarnya? Itu tidak akan mengubah apa pun!"
"Kamu juga tidak bisa berbuat apa-apa! Biar papa yang mengurus ini semua dan soal teror itu, papa janji akan membereskannya," janjinya kepada Alexa.
Alexa tersenyum sinis. "Percuma saja Alexa menanyakan hal ini kepada papa," ucapnya sambil berjalan menuju pintu dan keluar dari ruang kerja Indra.
Saat Alexa berjalan melewati ruang utama, gadis itu melihat Daniel yang sedang berdiri di depan pintu. Pria itu sedang berjalan mondar-mandir karena sedang menunggu Alexa.
Alexa berjalan menghampiri Daniel.
"Alexa ... apa telah terjadi sesuatu?" tanya Daniel saat Alexa sudah berada di hadapannya.
Alexa menggeleng cepat. "Tidak ada apa-apa, kok. Ayo kak kita berangkat sekarang," ajaknya.
Daniel dan Alexa langsung masuk ke dalam mobil. Setiap hari Daniel selalu mengantar jemput Alexa, berawal dari sekedar menumpang kini Daniel menjadi terbiasa melakukannya.
Saat berada di dalam mobil, biasanya Alexa begitu cerewet. Tapi hari ini gadis itu menjadi pendiam dan hanya melihat pemandangan luar dari kaca jendela saja. Pikiran Alexa melayang jauh entah kemana.
30 menit kemudian ...
Mobil Daniel sudah sampai di pintu gerbang sekolah, tapi Alexa masih saja terdiam dan melamun.
"Alexa ... kita sudah sampai di sekolah! Kamu tidak mau turun?" tanya Daniel yang seketika membuyarkan lamunan Alexa.
Alexa menoleh ke arah Daniel. "Hah! Apa?" tanyanya linglung.
Daniel menunjuk ke arah gerbang sekolahnya yang hampir ditutup oleh satpam penjaga sekolah. Saat itulah gadis itu mulai terlihat panik dan buru-buru keluar dari mobil Daniel.
Saat hendak keluar dari mobil, ternyata Alexa lupa melepas sabuk pengamannya dan sontak membuat Daniel membantu melepas sabuk pengaman itu.
"Terima kasih, Kak." Alexa kemudian berlari kencang menuju gerbang sekolahnya.
"Aahhh! Jangan ditutup dulu Pak Budi!" Alexa meminta sang satpam tidak menutup gerbang.
Untung saja satpam itu mau memberi kelonggaran kepada Alexa dan membiarkan gadis itu masuk ke dalam sekolah.
Di luar gerbang, Daniel tidak langsung pergi ke kantor setelah memastikan Alexa sudah masuk ke sekolahnya. Pria bertubuh kekar itu segera menghubungi Rian.
"Hallo!"
Terdengar suara Rian saat mengangkat telepon Daniel.
"Rian ... tolong jangan kirim surat kaleng kepada Alexa lagi, sebaiknya kita atur strategi lain untuk menghancurkan perusahaan Indra."
"Baik! Oh iya, tuan. Ada informasi yang harus saya sampaikan kepada tuan."
"Baiklah, kamu sekarang ada di mana? Kita bertemu di jalan saja," tanya Daniel.
"Saya sedang berada di samping taman taman."
"Baiklah, aku kesana sekarang juga!"
Daniel menutup sambungan teleponnya.
20 menit kemudian ...
Daniel sudah sampai di taman kota, mata pria itu terlihat sibuk mencari keberadaan mobil Rian yang diparkir tepat di tepi trotoar samping taman.
Pria itu membunyikan klakson dan memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil Rian. Sontak, Rian langsung keluar dari mobilnya dan segera masuk ke dalam mobil Daniel dengan membawa sebuah amplop berukuran sedang yang berisi dokumen penting.
Rian memberikan sebuah dokumen kepada Daniel. "Ini dokumen dari Arkana," ucap Rian seraya menyodorkan sebuah amplop cokelat kepada Daniel.
Tanpa menunggu lama, Daniel segera mengambil dokumen itu dari tangan Rian, pria itu langsung membukanya dan membaca dokumen-dokumen tersebut.
Dahi Daniel berkerut, alisnya hampir menyatu.
"Apa ini?! Semua catatan menunjukkan kalau Indra melakukan semua bisnisnya secara legal dan tidak bertentangan dengan hukum sama sekali. Kenapa bisa begini?! Indra adalah seorang pembunuh! Dan ia juga merampas perusahaan Papaku!" Daniel sangat emosi, Ia melempar semua dokumen-dokumennya ke dashboard hingga berceceran di dalam mobilnya.
"Tuan Daniel, tenanglah! Ini hanya informasi sementara saja, bukan urusan yang mudah untuk menyelidiki riwayat hidup Indra Prayoga! Kalau Arkana berbuat kesalahan sekecil apa pun itu, maka habislah kita!" Rian mencoba menasihati Daniel seraya memunguti semua kertas yang berserakan di dalam mobil.
"Kenapa bisa begini?! Informasi ini tidak sesuai dengan harapanku!" Daniel membentak Rian dengan kasar seraya memukul setir mobilnya.
Rian hanya terdiam membiarkan Daniel meluapkan emosinya. Daniel terdiam sejenak, pria itu mencoba mengatur napasnya dan mencoba untuk menenangkan diri.
Maafkan Aku, Rian. Aku terlalu emosi tadi," ucap Daniel. "Apakah ada informasi lain tentang kematian papaku?" tanyanya kemudian.
Rian menggeleng cepat. "Sejauh ini belum ada. Tapi ... tadi Arkana menyampaikan 1 informasi tentang awal mula permusuhan antara Indra dengan tuan Jonathan," lapornya kepada Daniel.
Daniel langsung menoleh ke arah Rian, dahinya mengernyit bingung. "Awal mula permusuhan Indra dengan papa?" tanyanya mengulangi perkataan Rian. "Apa itu?" tanyanya lagi seraya menatap Rian dengan tatapan penuh selidik.
Rian menghela napas panjang sebelum mulai bercerita kepada Daniel. "Tuan Jonathan lah yang memulai perseteruan dengan Indra," ucap Rian.
"A–apa maksudmu?" tanya Daniel.
"Ternyata selama ini Tuan Jonathan lah yang menyebabkan istri Indra Prayoga mengalami kecelakaan parah! Saat itu tuan Jonathan sedang mabuk dan menyetir mobil, hingga mobil yang dikendarai tuan Jonathan tidak sengaja menabrak mobil yang ditumpangi oleh istri Indra. Saat itu Istri Indra sedang hamil besar dan karena kecelakaan itulah, istri Indra mengalami pendarahan dan terpaksa melahirkan bayi secara prematur," papar Rian.
"Dan bayi itu adalah Alexa?" tanya Daniel lirih.
Rian mengangguk pelan.
Tubuh Daniel seketika lemas setelah mendengar informasi dari Rian yang membuat pikiran Pria itu semakin bertambah kacau. Daniel terlihat sangat syok, entah apa yang harus ia lakukan saat ini.
"Apakah anda baik-baik saja?" tanya Rian cemas.
Kedua tangan Daniel bertumpu di atas setir mobilnya, lalu ia membenamkan wajahnya di antara kedua tangannya.
"Pergilah ke kantor dulu! Aku ingin menenangkan diri dulu," perintahnya.
Rian mengangguk. "Baik, Tuan."
Rian kemudian keluar dari mobil Daniel dan kembali ke mobilnya, pria itu mengendarai mobilnya dan pergi kantor meninggalkan Daniel sendirian di dalam mobil.
"Aaakkkhh!!" Daniel berteriak sambil memukuli setir mobilnya sampai tangannya merah, air mata menetes dari pelupuk mata Daniel. "Tidak!! Tidak mungkin, papa melakukan hal seperti itu. Tidak!"
***
Sementara itu, di sekolah Alexa ...
"Karena ujian kelulusan tinggal beberapa hari lagi, Ibu harap kalian bisa lebih giat lagi dan untuk kalian yang ingin berkonsultasi tentang program studi baik itu di dalam negeri atau di luar negeri bisa langsung menghubungi Ibu. Nanti ibu akan arahkan kalian agar mendapat bimbingan langsung dari konselor,'' jelas Hana kepada murid-muridnya.
Bel pulang sekolah berbunyi ...
"Baiklah anak-anak, pelajaran sudah berakhir! Ingat pesan ibu baik-baik, belajar yang giat karena ujian kelulusan hanya tinggal beberapa hari saja. Selamat siang," ucap Hana lalu keluar dari kelas.
Alexa menghela napas panjang, gadis itu bergegas merapihkan buku-bukunya ke dalam tas sekolahnya lalu ia berjalan menyusuri lorong sekolahnya menuju ke gerbang sekolah.
Seperti biasanya, Daniel selalu menjemput Alexa tepat waktu. Pria itu tidak mau membuat gadis itu menunggu terlalu lama.
"Kak Daniel sudah lama menunggu Alexa?"
"Tidak, kok! Kak Daniel baru saja tiba," jawabnya. "Kita pulang sekarang?'' tanyanya kemudian.
Alexa mengangguk pelan.
Daniel membukakan pintu mobil untuk Alexa. Tapi saat Alexa hendak masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba ....
"Alexa! Tunggu!" Raka berteriak menghentikan Alexa yang hendak masuk ke dalam mobil Daniel.
Raka berjalan menghampiri Alexa. "Lex .... Ada yang ingin aku bicarakan," ucapnya.
"Bicara tentang apa dulu, nih?" tanya Alexa.
"Kenapa tidak bicara di sini saja?!" saran Daniel
"Lex ... ini masalah penting. Aku mau bicara berdua saja denganmu."
"Oke," ucap Alexa "Kak Daniel dan kalian tunggu di sini sebentar, Alexa mau bicara dulu sama Raka," pintanya kepada Daniel dan kepada para pengawalnya.
Raka dan Alexa berjalan menjauh dari Daniel dan pengawal-pengawalnya. Namun, masih dalam pantauan Daniel.
"Ada apa sih, Raka?" tanya Alexa.
"Lex ... aku sudah menceritakan semua masalahmu kepada papa, tentang impianmu yang ingin menjadi seorang dokter tapi malah mendapat tentangan dari papamu. Terus papa memintaku untuk memberikan surat ini kepadamu," ucap Raka sambil menyerahkan sebuah amplop putih kepada Alexa.
Dahi Alexa mengernyit. "Apa ini?" tanyanya bingung.
"Buka aja," suruh Raka.
Alexa membuka amplop putih, ternyata isinya formulir untuk pengajuan beasiswa kedokteran. Mata Alexa langsung melebar begitu tahu isinya.
"Papa mendapatkan itu dari salah satu temannya yang bekerja sebagai rektor di salah stau Universitas terkemuka di USA. Kamu bisa mengisinya kapan saja dan kalau sudah selesai kamu bisa kirim ke alamat email yang tertera di situ," jelas Raka.
Mata Alexa seketika berbinar, hatinya merasa sangat senang. "Terima kasih, Raka.
"Sama-sama! Aku pulang dulu," pamit Raka sambil berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor sport miliknya.
Alexa kemudian menyembunyikan form itu ke dalam lipatan bukunya dan memasukan kembali ke dalam tas setelah itu ia berjalan menuju ke mobil Daniel.
"Ada apa, Lex? Apa yang anak itu katakan kepadamu?" tanya Daniel penasaran.
"Bukan apa-apa kok, Kak. Ayo kita pulang," ajak Alexa.
Daniel mengangguk, kemudian mereka masuk ke dalam mobil dan pulang ke rumah.
***
Petang hari ...
Setelah pulang dari sekolah, Alexa langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengurung diri. Gadis itu rupanya sedang rajin belajar untuk persiapan ujian kelulusan.
Karena Alexa harus mendapatkan nilai-nilai yang sempurna agar bisa mendapatkan beasiswa. Namun, si saat Alexa tengah belajar, tiba-tiba Minah masuk ke dalam kamar Alexa dengan wajah yang terlihat panik.
"Non Alexa ... anu, Non! Gawat!"
Alexa terlihat bingung. "Gawat? gawat apanya?" tanya Alexa semakin bingung dengan kata-kata Minah.
"Di bawah ada teman non Alexa. Sekarang sedang diinterogasi sama tuan Indra," ucap Minah.
"Teman?? Interogasi?! Siapa yang sedang diinterogasi? Apaan sih, Bik?"
"Aduuh! Non Alexa sebaiknya cepat turun ke bawah. Ayo," ajak Minah seraya menarik tangan Alexa sehingga gadis itu terpaksa mengikuti langkah Minah dari belakang.
Saat Alexa sudah berada di ruang tamu, alangkah terkejutnya Alexa saat melihat Indra sedang menginterogasi seorang pria muda tampan yang mengaku sebagai teman Alexa.
Mata Alex melotot. "RA–RAKA?!! Se–sedang apa kamu di sini?!" Alexa kaget dan menunjuk ke arah Raka.
To be continued.