"A-ayah," ucap Rania gugup saat melihat sang Ayah sudah berdiri didepan pintu dengan wajah sangar nya itu.
"Aku bukan Ayahmu," celetuk Stevano Beatrice kemudian masuk kedalam ruangan dan berjalan melewati Rania yang sedang menatap sendu kearahnya.
"Stevano apa maksudmu!" erang Alina tak terima dengan perkataan Stevano Beatrice barusan.
Stevano menoleh kearah Alina. "Kau tidak tuli kan. Jadi kau pasti paham betul apa yang aku katakan Alina," ucap Stevano Beatrice.
"Kau tidak boleh berbicara seperti itu kepada Rania!" ujar Alina dengan nada yang semakin tinggi.
Stevano Beatrice kemudian tertawa. Pria pruh baya itu kemudian melipat tangan nya di dada dan berjalan kearah Alina. "Alina, Alina. Baru seperti ini saja kau sudah marah kepadaku. Tidak kah kau berpikir apa yang akan aku lakukan jika aku tau perlakuanmu terhadap Putriku Alyssa seperti apa?"
Alina yang tadinya menggebu-gebu kini mengalihkan pandangannya dari tatapan Suaminya Stevano Beatrice. Rania yang mendengar perkataan Ayahnya pun menjadi sedikit ketakutan karena mungkin saja Ayahnya sudah mengetahui semua perbuatannya dan Ibunya terhadap Alyssa.
"Alyssa yang selalu merundungku Ayah. Makanya I-ibu membantuku untuk memarahi Alyssa," bela Rania.
"Aku tidak berbicara kepadamu. Lebih baik kau pergi dasar anak tidak tau diuntung!" Bentak Stevano Beatrice terhadap Rania.
"Ayah aku-"
"Jangan panggil aku Ayah! Aku bukan Ayahmu!"
Kini emosi Stevano Beatrice semakin menggebu-gebu. Ia kemudian mengambil remot tv dan menyalakan tv. Betapa terkejutnya Alina dan Rania saat Stevano Beatrice memperlihatkan perlakuan mereka saat sedang menyiksa Alyssa. Mata Alina dan Rania semakin membulat ketakutan karena perlakuan mereka terhadap Alyssa sudah terbongkar.
"Ibu bagaimana ini?" bisik Rania.
Stevano Beatrice yang ternyata mendengar perkataan Rania terhadap Ibunya pun langsung menoleh kearah Ibu Beranak itu. "Bagaimana apanya? Tentu saja kalian harus meninggalkan rumah ini dalam waktu 24 jam. Kalau tidak lihat aaja apa yang akan aku lakukan kepada kalian," ujar Stevano Beatrice kemudian pergi meninggalkan Alina dan Rania yang masih mematung ditempat.
"SIAL!" umpat Alina sambil mengacak rambutnya frustasi.
"Ibu aku tidak mau hidup dijalanan lagi bu," rengek Rania.
"Diamlah Rania! Ini juga gara-gara kau tidak bisa merebut hati si Tua Bangka itu," ujar Alina.
"Ck. Ibu dan anak sama saja," gumam Gilen Sang Asisten Stevano Beatrice dari luar pintu ruangan.
***
"Lebih baik kau dirumah saja dan menungguku pulang," ujar Al kepada Alyssa yang sedang memandangi sekeliling rumah Al dari balkon kamar miliknya.
"Aku bosan disini. Lebih baik aku ikut kau kerja," ujar Alyssa.
"Tidak Alyssa. Kau dirumah saja. Aku janji aku akan pulang lebih cepat hari ini," tolak Al.
Alyssa menghela nafas kasar. "Ayolah Al, aku butuh refreshing," rengek Alyssa kepada Al.
"Baiklah. Aku akan menyuruh bodyguard untuk menemanimu ke Mall. Tapi ingat jangan sampai kau pisah dari para bodyguard yang sudah aku siapkan untukmu," ujar Al.
Seketika mata Alyssa membulat. "Hah? Tidak! untuk apa memakai Bodyguard Al? Aku bukan anak kecil yang harus dijaga," tolak Alyssa.
"Alyssa andai kau tau bahwa kau sedang dalam bahaya sekarang," batin Al.
"Aku akan menemanimu," ujar Al dengan keputusan finalnya.
Alyssa langsung menoleh kearah Al. "Bukankah kau harus bekerja? Aku tidak apa jika ditemani," ujar Alyssa dengan tatapan bingung.
"Tidak. Aku akan menemanimu kemanapun kau mau," ucap Al sambil memakai jam tangan di pergelangan tangannya.
"Jangan Al. Aku tak ingin merepotkanmu. Lebih baik kau pergi bekerja. Perusahaanmu pasti membutuhkanmu," ujar Alyssa.
Keduanya pun berdebat sampai akhirnya Nyonya Danendra datang dan membuat keduanya terdiam seketika. "Alyssa, Bunda dengar kamu berkuliah di kampus XXX bukan?"
Sebelum menjawab pertanyaan Nyonta Danendra, Alyssa menoleh kearah Al yang juga sedang menatapnya. "Iya Bunda. Apa ada sesuatu?" tanya Alyssa.
"Begini Nak. Bunda akan mengadakan kontes kecantikan disana. Apa kau mau ikut?"
Alyssa tak langsung menjawab pertanyaan Nyonya Danendra. Lagi-lagi ia menoleh kearah Al dengan wajah bingung. "Bunda adalah Direktur disana Alyssa. Kau tidak usah kaget begitu," ujar Al.
Alyssa membulatkan mulutnya berbentuk huruf o kemudian mengangguk sebagai tanda mengerti. "Mm, Maaf Bunda. Bukannya aku tidak mau. Tapi aku tidak terlalu tertarik dengan kontes seperti itu," ucap Alyssa sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Raut wajah Nyonya Danendra seketika berubah dengan raut wajah kecewa. "Sayang sekali Nak. Padahal Bunda tahu kau pasti memiliki potensi besar untuk menang. Bukannya kau bercita-cita menjadi model sejak kecil?"
"Betul. Tapi untuk sekarang, Aku hanya ingin fokus kepada Ayah."
"Baiklah. Kau bisa berpikir lebih matang. Kalau kau berubah pikiran, segera temui Bunda ya Nak," ujar Nyonya Danendra dengan senyuman manisnya.
"Iya Bunda," balas Alyssa yang juga tersenyum.
Nyonya Danendra kemudian keluar dari kamar Alyssa. "Hfftt. Sepertinya aku berubah pikiran Al. Aku ingin tidur saja sekarang," kata Alyssa sambil melemparkan tubuhnya keatas ranjang yang super mewah itu.
"Kalau begitu aku akan kerja. Tapi apa kau janji tidak akan pergi kemana mana tanpa diriku?"
Alyssa mengangguk. "Tentu," jawabnya dengan lesu.
"Baiklah. Sampai jumpa nanti," ujar Al kemudian keluar kamar dan meninggalkan Alyssa dikamar seorang diri.
"Gue harus ngapaainnnnnnnn!" erang Alyssa frustasi.
Gadis itu kemudian berguling kesana kemari karena tak memiliki aktivitas untuk ia kerjakan. Alyssa kemudian menatap sekeliling kamarnya yang begitu mewah dan megah. Seketika ia tersenyum dan merindukan mendiang Ibunya.
"Ibu. Kau akan memiliki Menantu yang sangat baik Bu. Bukan hanya Al, Keluarganya juga sangat baik padaku Bu. Bu aku merindukanmu. Aku berharap kau datang diacara pernikahanku Bu. Aku berjanji akan membalaskan dendammu terhadap mereka Bu. Aku janji," lirih Alyssa.
Tanpa ia sadari, Air mata mulai menetes tanpa henti. Alyssa kemudian menangis tersedu sedu sambil memeluk guling yang ada disebelahnya. Gadis itu menangis hingga tertidur dengan lelapnya.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 waktu setempat. Alyssa terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia kemudian melihat sekelilingnya dan mendapati Al yang tengah membaca buku di sofa dekat ranjangnya. Alyssa kemudian bangkit dari tidurnya karena terkejut dengan kehadiran Al.
Al yang menyadari bahwa Alyssa sudah bangun langsung menutup bukunya dan menghampiri Alyssa. "Apa kau menangis lagi?" tanya Al.
"Tidak," jawab Alyssa kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan Pria dihadapannya itu.
"Tidak mungkin."
"Memang tidak kok!" ketus Alyssa.
"Lalu kenapa matamu bengkak seperti itu? Tidak mungkin ada lebah yang menyengatmu kan?" ujar Al yang semakin menyudutkan Alyssa.
"I-ini aku tadi membantu bibi dibawah untuk mengiris bawang sampai mataku menjadi seperti ini," kata Alyssa berbohong.
"Oh? Aku pikir kau tertidur sejak pagi," ujar Al kemudian berbalik badan membelakangi Alyssa.
"Baiklah baiklah! Aku akan mengaku kalau aku menangis! Itu bukan urusanmu kan!" celetuk Alyssa kesal.
Mendengar perkataan Alyssa, Alva langsung membalikkan badannya dan memegang kedua bahu gadis itu. "Alyssa. Kau ini calon istriku. Sudah pasti itu menjadi urusanku jika kau sampai menangis," ujar Al.
Alyssa tak menggubris perkataan Alva. Pipinya kini memanas karena tersipu malu dengan perkataan Alva. "Hanya sebatas kontrak," gumam Alyssa.
Al menaikkan sebelah alisnya. "Tidak. Aku ingin hubungan kita menjadi nyata."