"Ayah," lirih Alyssa saat melihat Sang Ayah sedang duduk berbincang bersama Tuan Danendra.
Tangis Alyssa seketika pecah. Ia kemudian berlari kearah Ayahnya dan langsung memeluknya dengan erat. Begitu juga yang dilakukan oleh Stevano Beatrice terhadap Alyssa. Pria paruh baya itu membalas pelukan Alyssa tak kalah eratnya. Ia juga menciumi pucuk kepala Alyssa berkali-kali karena sangat merindukan Putrinya.
"Ayah. Akhirnya Ayah kembali," lirih Alyssa dengan isak tangisnya yang tak kunjung berhenti.
"Maafkan Ayah Nak," ucap Stevano Beatrice sambil terus mengusap surai Sang Anak.
"Alyssa pasti memaafkanmu Stev. Dia begitu menyayangimu," ujar Tuan Danendra.
Alyssa kemudian melepas pelukannya dan mengusap air matanya. Wajah gadis itu memerah dipenuhi dengan air mata dan matanya yang sedikit bengkak. "Terimakasih karena kalian sudah menjaga Putriku," ujar Stevano Beatrice.
"Itu sudah tugas kami. Lagipula, Alyssa juga sudah kami anggap sebagai anak sendiri," ujar Tuan Danendra.
"Nak. Ayah ingin berbicara empat mata dengan Ayahmu," ujar Tuan Danendra.
Alyssa yang mengerti langsung bangkit dari tempt duduknya dan pergi menuju ruang baca milik Al. Tanpa basa-basi gadis itu langsung membuka pintu dan masuk. Betapa terkejutnya Alyssa saat melihat William yang tengah berdiri sambil berbincang dengan Al. Seketika Alyssa mematung ditempat sambil terus menatap William yang juga menatapnya. Al yang melihat kecanggungan itu menjadi cemburu dan langsung mendekat kearah Alyssa.
"Ada apa Alyssa?" tanya Al.
"A-anu, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ujar Alyssa dengan gugup.
"Baiklah. Ayo," ucap Al kemudian membawa Alyssa pergi kekamar nya.
"Kenapa Will ada disini?" tanya Alyssa.
"Dia hanya berkunjung. Ada apa Alyssa? Sepertinya kau terlihat cemas," ujar Al.
"Al, maafkan aku karena tidak memberitahumu sebelumnya. William adalah masalaluku. Dan dia juga adalah alasan kenapa aku belum bisa menerimamu sepenuhnya. Maafkan aku Al, aku masih belum bisa melupakannya," lirih Alyssa.
Alva kemudian tersenyum mendengar perkataan Alyssa. Pria itu kemudian mendekat kearah Alyssa kemudian menarik gadis itu kedalam pelukannya. "Aku sudah tahu semuanya Alyssa. Kau masih memiliki waktu untuk membalas perasaanku. Dan juga aku akan membantumu melupakan William," ucap Alva.
Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan menunjukkan William yang memasang wajah datar. Alyssa kemudian mendorong Al menjauh dari dirinya. Al kemudian menoleh dan melihat William yang mulai berjalan kearah mereka.
"Jadi hubungan kalian palsu?" ujar William dengan muka memerah.
"Tidak. Alyssa adalah tunanganku dan akan menjadi Istriku. Apa ada masalah?" balas Alva.
"Kau tidak bisa egois seperti itu Al! Bukankah Alyssa berkata ia masih mencintaiku? Iyakan Alyssa!" ujar William dengan nada yang semakin tinggi.
"Sejak kapan dia berkata seperti itu? Dia hanya berkata belum bisa melupakanmu. Bukan berarti dia masih mencintaimu kan? Lagipula kau yang meninggalkannya. Apa kau tidak malu jika harus menjilat ludah sendiri?" ujar Alva.
"Sudah cukup. Maaf Will, mulai sekarang kita tidak ada hubungan apa-apa. Kan kau yang berkata tidak ingin menjalin hubungan apapun denganku. Jadi sekarang sebaiknya kita bersikap layaknya orang biasa saja ya," ucap Alyssa kemudian mengulas senyumannya.
"Alyssa ini bukan kau kan! Alyssa yang aku kenal sangat mencintaiku dan tidak ingin aku pergi kan?" lirih William.
"Itu dulu Will. Sekarang aku sudah memutuskan untuk menjalani hidupku dengan Al. Pergilah dan cari kehidupan baru. Aku yakin banyak wanita yang menginginkanmu diluar sana," ucap Alyssa.
Gadis itu tetap terlihat tenang walaupun sebenarnya hatinya sangat teriris. Ia berusaha tersenyum dan tidak ingin terlihat lemah dihadapan kedua Pria itu. Alyssa kemudian pergi meninggalkan William dan Alva yang masih berdebat disana.
Alyssa berlari ketaman belakang untuk menenagkan dirinya. Ia duduk dibangku taman kemudian merenung atas apa yang sudah terjadi kepada dirinya. Gadis itu harus melepas orang yang sangat ia cintai beberapa tahun belakangan ini. Sulit rasanya, tapi ia tak ingin jatuh kelubang yang sama.
"Nona. Tuan Besar memanggilmu," ujar Pelayan cantik yang tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Baiklah," balas Alyssa kemudian bangkit dari duduknya dan menghampiri Tuan Danendra.
"Ada apa Ayah?" tanya Alyssa.
"Kemari Nak," panggil Tuan Danendra.
Alyssa kemudian duduk disebelah Tuan Danendra. "Ayahmu sudah menyetujui pernikahan ini Nak. Apakah kamu senang?" tanya Tuan Danendra sambil mengusap surai Alyssa.
Alyssa menatap Sang Ayah dengan rasa tak percaya sambil tersenyum lebar. "Terimakasih Ayah," ujar Alyssa.
"Tentu saja Alyssa. Jika kamu bahagia Ayah juga akan jauh lebih bahagia," balas Stevano Beatrice.
Saat mereka sedang berbincang. William tiba-tiba datang dan muncul dihadapan Stevano Beatrice. "Apa kabar Tuan?"
Stevano Beatrice yang tadinya sedang asyik berbincang dengan Alyssa kini menjadi sedikit terkejut karena melihat kehadiran Will. "William. Sejak kapan kamu kembali ke Eropa Nak?"
"Baru saja Tuan. Kebetulan ini perintah Ayah untuk menyuruhku kembali kesini," ujar William.
"Kalian saling mengenal?" tanya Tuan Danendra.
"Ya tentu saja. William ini adalah-"
Perkataan Stevano Beatrice terputus karena tiba-tiba Alyssa menyenggol lengan Sang Ayah. "William adalah teman satu sekolah Alyssa, Ayah," potong Alyssa cepat.
Tuan Danendra kemudian mengangguk sebagai tanda mengerti. Suasana pun menjadi sedikit canggung dan menjadi hening. Melihat situasi ini William memutuskan untuk pamit dan pergi.
"Sering-seringlah berkunjung kerumah Nak," ujar Tuan Danendra saat William berpamitan.
"Tentu Paman," ucap William.
Pria itu kemudian pergi meninggalkan kediaman Danendra dengan hati kecewa. Ia tak sanggup jika harus melihat Alyssa menikah dengan Alva yang notabenya adalah sepupunya sendiri.
***
"Ayolah Ren, kau tidak bisa membuatku menjadi lebih bingung seperti ini," ujar Alyssa menggerutu kepada Mauren yang mengunjungi dirinya dirumah Keluarga Danendra.
"Alyssa, kau harus ikuti kata hatimu. Jangan sampai kau tersakiti lagi. Aku sudah tidak mampu jika harus melihatmu terus menerus tersakiti seperti ini," ucap Mauren.
"Baiklah baiklah. Aku akan membuka hati untuk Al. Tapi ini hanya untuk Ayah. Karena aku masih trauma atas kejadian kemarin," ucap Alyssa pasrah.
Alyssa kemudian bangkit dari sofa kemudian menjatuhkan dirinya ke ranjang yang berukuran Queen Size itu. Begitu juga Mauren yang mengikuti Alyssa kemudian ikut berbaring disebelah Alyssa.
"Alyssa apapun yang terjadi kau harus kuat. Dan ingat, aku selalu ada untukmu. Jadi jangan pernah berfikir bahwa kau sendirian lagi oke?"
"Iya Maurenn. Kenapa kau menjadi sangat bawel setelah tidak bertemu beberapa minggu ini?"
"Diamlah! Kau tahu, aku sangat kesepian karena kau tidak pernah masuk!" ketus Mauren.
"Yaampunnn, temanku yang satu ini begitu manja ya. Baru saja ditinggal beberapa minggu sudah menjadi seperti ini. Bagaimana kalau kita tidak akan pernah bertemu lagi?"
Mauren kemudian menyenggol lengan Alyssa. "Tidak mungkin kita tidak bertemu lagi. Sedangkan kau hanya mempunyai satu teman yaitu aku!" ujar Mauren dengan PD.
"Oh ya. Apa kau mengikuti kontes nanti?" tanya Alyssa.
"Kontes kecantikan maksudmu? Tentu saja tidak!" ucap Mauren.
"Aku dengar Rania mengikuti kontes itu dan menyogok panitia agar ia menjadi pemenang," lanjut Mauren.
"Hah? Apa kau serius?" tanya Alyssa.
"Tentu saja Alyssa. Mauren tidak pernah salah jika memberi informasi," ucap Mauren dengan penuh keyakinan.
"Dasar wanita licik! Sepertinya aku harus mengikuti kontes itu, dan mengalahkan Gadis jahat itu."