"Tuan ini ada surat untuk Anda."
Stevano Beatrice memutar kursinya menghadap meja dan menatap Pelayan nya yang menjulurkan sevuah surat kearahnya. "Dari siapa?" tanya Pria paruh baya itu.
"N-nona Alyssa Tuan," ucap Si Pelayan dengan gugup.
Dengan cepat, Stevano Beatrice merampas surat itu dan membukanya. Ia membacanya dengan sangat hati-hati. Dan ternyata itu adalah undangan pernikahan Alva dan Alyssa. Stevano Beatrice kemudian menyunggingkan senyumnya den memutar kembali kursinya menatap jendela.
"Ini peluang yang bagus," gumam nya.
Stevano Beatrice kemudian menyalakan seputung rokok dan menghisapnya. "Panggilkan Gilen sekarang," perintah Stevano Beatrice.
"Baik Tuan."
Saat Pelayan itu keluar, Alina yang statusnya adalah Istri Stevano Beatrice masuk kedalam ruangan. "Suamiku, apa kau sudah mendapat undangan dari Alyssa?" tanya Alina basa-basi.
Stevano menoleh sedikit tanpa berbalik badan dan menatap istrinya. "Ada apa? Ini bukan urusanmu," ketus Stevano Beatrice.
"Tentu saja ini urusanku Sayang. Alyssa kan juga Putriku," ujar Alina dengan mulut manisnya itu.
Stevano Beatrice mengeluarkan smirk tajamnya dan memutar kursinya menghadap Alina. "Ck. Sejak kapan kau menganggap dia putrimu?"
Jantung Alina berdebar. "Apa Tua bangka ini sudah mengetahui semuanya," batin Alina.
"Sudahlah Alina. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya berdiam diri karena ingin melihat sejauh apa kau akan bertindak," ujar Stevano Beatrice.
"M-maksudmu apa Sayang? Aku tak mengerti," ujar Alina kemudian mendekat kearah Stevano Beatrice.
"Jangan mendekat! Aku tak sudi bersentuhan dengan seseorang yang sudah menyakiti putriku," bentak Stevano Beatrice.
"A-aku tidak pernah menyakiti Alyssa. Dia yang menyakiti Rania hingga aku harus bertindak keras kepadanya," ucap Alina menukas semua perkataan Stevano Beatrice.
Stevano Beatrice kemudian mematikan putung rokoknya dan tersenyum remeh. "Oh. Pantas saja Rania terus menerus membully Alyssa," ucap Stevano Beatrice memprovokasi Alina.
"Kelakuan mu dan Rania terhadap Alyssa sudah terekam semua dan aku memiliki buktinya. Kau tidak akan bisa mengelak lagi Alina," lanjut Stevano Beatrice.
Alina yang mendengar itu menjadi ketakutan dan marah. Alina kemudian keluar dari ruangan itu dan membantung pintu dengan sangat keras. Stevano Beatrice yang melihat kelakuan Alina hanya bisa tersenyum dan kembali menatap undangan pernikahan Putri kandungnya Alyssa.
"Dalam 24 jam kalau kau tidak membunuh gadis itu maka aku yang akan membunuhmu," ucap seorang wanita dengan penuh amarah.
***
"Alyssa, sebenarnya apa yang terjadi dengan keluarga mu?" tanya Nyonya Danendra.
Alyssa menoleh kearah Nyonya Danendra dan tersenyum kecil. "Tidak terjadi apa-apa Bunda," jawab Alyssa.
"Kau boleh cerita kalau kau mau Nak," ucap Nyonya Danendra.
Kelembutan Nyonya Danendra sangat membuat Alyssa semakin merindukan mendiang Ibu nya. Sudah beberapa tahun semenjak Sang Ibu meninggalkan dirinya, gadis itu bahkan tidak punya teman bercerita maupun menuangkan segala keluh kesahnya. Dan setelah beberapa tahun melalui hari yang sulit tanpa ada seseorang disampingnya, hari ini ia merasa bahwa sosok Ibu nya hadir didalam diri Nyonya Danendra.
"Ibu tiri dan Adik tiriku yang menghancurkan semuanya. Dulu sebelum ada mereka, hidup kami bahagia. Tapi setelah mereka datang, mereka menghancurkan keluarga kami bahkan membunuh Ibuku," lirih Alyssa.
Nyonya Danendra kemudian mendekat kearah Alyssa kemudian merangkul gadis itu. Alyssa pun langsung menyenderkan kepalanya di bahu Nyonya Danendra. Gadis itu menyalurkan semua rasa rindu kepada Ibunya melalui Nyonya Danendra. Karena sudah lama ia tak merasakan kehangatan dari seorang Ibu maupun seorang Ayah.
"Alyssa, kelak kau harus menjadi wanita tangguh. Kau harus berdiri pada dua kaki mu sendiri. Jangan bergantung kepada siapapun kecuali dirimu sendiri," ucap Nyonya Danendra sambil mengelus rambut Alyssa dengan lembutnya.
Alyssa mengangguk dan memeluk Nyonya Danendra. "Terimakasih banyak Bunda. Berkat keluarga ini aku bisa merasakan kehangatan yang sudah tidak lama aku rasakan," ucap Alyssa.
"Itu sudah menjadi tugas kami untuk membahagiakanmu Nak," sahut Tuan Danendra yang tiba-tiba datang dan ikut berkumpul di ruang keluarga bersama kedua wanita itu.
Alyssa pun melepas pelukannya dari Nyonya Danendra dan menyeka air matanya. "Terimakasih Ayah," ujar Alyssa.
"Alyssa, Al mencarimu. Sana temui dia di ruang baca," ujar Tuan Danendra.
"Baik Ayah," ucap Alyssa kemudian beranjak dari sofa dan pergi keruang baca.
Tuan Danendra kemudian menarik tangan Nyonya Danendra menuju kamar. "Zora. Sebaiknya kau menjaga Alyssa dengan extra hati-hati. Pagi ini aku mendapat laporan dari anak buahku, bahwa ada beberapa orang yang mengintai rumah ini. Aku takut mereka mengincar Alyssa," ujar Tuan Danendra dengan sangat pelan.
Nyonya Danendra yang mendengar itu sontak terkejut dan membulatkan matanya. "Siapa yang berani melakukan ini," ucap Nyonya Danendra.
"Aku belum tahu pasti siapa pelakunya. Tapi aku akan memperketat keamanan disekitar rumah ini untuk menjaga Alyssa," ujar Tuan Danendra.
"Tentu saja. Sebaiknya kita berhati-hati. Bahkan orang terdekat pun bisa menjadi musuh," ucap Nyonya Danendra.
"Tapi, aku mulai curiga dengan Ibu Tiri Alyssa," lanjut nya.
Tuan Danendra kemudian menoleah kearah Sang Istri. "Maksud kamu?"
"Tadi, Alyssa cerita mengenai Ibu dan Saudara tirinya. Jadi aku punya feeling bahwa mereka yang mengatur ini semua," jelas Nyonya Danendra.
Tuan Danendra menghela nafas kasar. "Kita tidak boleh menuduh tanpa bukti. Alyssa bukan anak sembarangan. Dia juga termasuk anak konglomerat yang sudah pasti diincar oleh banyak pihak," ujar Tuan Danendra.
"Tapi bukankah itu terlalu beresiko untuk mereka yang mengincar Alyssa? lebih baik kita memperhatikan orang disekeliling Alyssa daripada orang yang bahkan kita tak kenal," ucap Nyonya Danendra.
"Jadi kamu benar-benar menduga bahwa ini ulah Ibu dan Saudara tiri Alyssa?"
"Ya. Mungkin saja Ayahnya juga terlibat dalam hal ini. Karena Alyssa berkata, sejak Ayahnya menikah dengan Ibu tirinya, Ayahnya benar-benar berubah total," jelas Nyonya Danendra.
"Kalau begitu, aku akan menyelidiki nya. Kau tenanglah dan jaga Alyssa sebaik mungkin," ucap Tuan Danendra.
"Tentu."
Tanpa mereka sadari, percakapan mereka sudah terekam oleh kamera kecil yang diselipkan di lampu tidur kamar mereka.
***
"Oh. Jadi mereka sudah sadar?" gumam seorang wanita dengan senyuman liciknya.
"Baiklah baiklah. Sesuai perkataanmu, aku akan mencelakai calon menantu tersayangmu itu Danendra," lanjutnya diikuti tawa jahatnya.
Jegreg~
"Ibu!"
Alina yang terkejut pun langsung mematikan layar tv nya dan langsung berbalik badan kearah Rania. "Ada apa sih? bikin kaget saja!" ujar Alina.
"Aku akan pergi menginap diluar kota selama beberapa hari. Boleh kan Bu?" ucap Rania dengan wajah memohon.
"Kau ini ya selalu menyusahkan Ibu. Sudah tahu Ayahmu sedang marah besar kau malah membuat suasana menjadi semakin rumit!" bentak Alina.
"Ayolah Bu. Sekali ini saja!" rengak Rania.
"Tidak Rania! Kalau kau pergi, maka Ayahmu akan benar-benar kembali pada Alyssa lalu kita akan diusir dan hidup dijalanan lagi. Apa kau mau!" ujar Alina.
"Suruh saja anakmu pergi Alina. Kalau perlu kau juga boleh pergi dari rumah ini."