Dengan cepat Alva langsung berdiri. Tetapi, saat Alva ingin pergi Alyssa langsung menahan tangan Alva. "Boleh aku ikut?" tanya Alyssa dengan wajah memelas.
"Maaf Alyssa, tapi-"
"Bawa saja Alyssa. Dia bisa belajar banyak darimu nak," sela Tuan Danendra.
Alyssa langsung memasang wajah sumringah saat mendengar perkataan Tuan Danendra. "Baiklah Ayah. Ayo sayang," ucap Alva sambil mengulurkan tangannya.
Alyssa yang dipanggil seperti itu pun sedikit terkejut dan tersipu malu. Alva selalu saja membuatnya harus menahan malu didepan kedua orang tuanya. Alyssa pun meraih tangan Alva kemudian tersenyum canggung kepada kedua orang tua Alva. Sedangkan kedua orang tua Alva, tersenyum senang melihat anaknya dan calon menantunya begitu mesra.
"Kami pergi dulu Ayah, Bunda," ujar Alva kemudian berjalan keluar rumah bersama Alyssa dan diikuti oleh Joshua.
"Alyssa, orang tuaku sudah menyuruh untuk menentukan tanggal pernikahan. Apa kau sudah mempersiapkan dirimu?"
Alyssa mengangguk. "Lebih cepat lebih baik bukan," ucapnya kemudian mengulas senyuman kecil dibibir manisnya.
"Baiklah. Aku senang mendengarnya," balas Alva.
***
"Bagaimana, Apa kau berhasil meretas sistem keamanan mereka?"
"Masih dalam proses tuan."
"Cepatlah sebelum mereka sadar dan berbalik menyerang."
"Baik tuan."
***
"Panggilkan semua orang dari divisi keamanan sekarang!" murka Alva.
Alyssa yang melihat kemarahan Alva pun tak berani berkutik dan berusaha tenang agar Alva tak merasa terganggu oleh kehadiran dirinya. Kini, Ia melihat Alva sedang sibuk berkutik dengan komputer dihadapannya. Tanpa sadar, Alyssa mengulas senyuman kecilnya saat memperhatikan wajah Alva.
"Saya membayar kalian bukan hanya untuk bersantai-santai! Apa gunanya kalian saya tempatkan di divisi keamanan kalau begini saja kalian tidak bisa mengatasinya!"
"Maaf Pak. Ini diluar kendali kami."
"Saya tidak mau tahu, segera cari tahu siapa pelakunya. Saya akan mencoba menyerang balik mereka. Lakukan sekarang!"
"Baik pak."
Semua orang dari divisi keamanan pun berlari keluar ruangan untuk melakukan perintah Alva. Joshua sang asisten pun juga langsun ikut duduk dimeja kerjanya untuk membantu Alva. Alyssa yang melihat kejadian ini merasa sangat kagum dengan kinerja Alva. Kini ia yakin, jika ia harus mengelola perusahaan Ayahnya ia tak akan kesulitan jika Alva berada di sampingnya.
Saat sedang fokus, Alva menoleh kearah Alyssa yang sedang menunduk sambil membaca buku. "Alyssa, Apa kau bosan?" tanya Alva.
Alyssa menggeleng. "Tidak."
"Kalau kau bosan, kau boleh melakukan apa saja yang kau mau," ucap Alva.
"Tidak. Aku akan menunggumu sampai kau selesai dengan pekerjaanmu," ujar Alyssa.
Alva yang mendengar perkataan Alyssa pun tersenyum. Ia kemudian mengangkat macbook miliknya kemudian menghampiri Alyssa. "Aku akan menemanimu," ucap Alva.
"Em, apa yang terjadi Al? Apa ini darurat?" tanya Alyssa sambil melihat kearah macbook milik Alva.
"Bisa dibilang begitu. Seseorang ingin meretas data perusahaan. Dan jika itu terjadi, maka perusahaan bisa terancam," jelas Alva.
"Apa kau tau siapa pelakunya?" tanya Alyssa.
"Untuk saat ini belum."
"Sepertinya saya tau Tuan," sahut Joshua.
Alva dan Alyssa serentak menoleh kearah Joshua. "Maaf, tapi aku harus mengatakan bahwa keluarga Nona Alyssa yang melakukannya," ucap Joshua.
Mendengar itu, Alva tak bereaksi apapun. Berbanding terbalik dengan Alyssa yang terkejut saat mengetahui pelakunya adalah Ayahnya sendiri. Alva pun menoleh kearah Alyssa kemudian merangkulnya karena ia tahu gadis di sebelahnya pasti terkejut dengan pernyataan asistennya barusan.
"Apa kau yakin?" tanya Alva.
"Ya Tuan. Awalnya saya tidak dapat memastikan dengan jelas, tetapi setelah saya selidiki identitas si peretas ternyata ia adalah orang Tuan Beatrice."
"Baiklah aku mengerti. Tolong tinggalkan kami berdua," ujar Alva.
Joshua pun mengangguk kemudian menutup macbooknya dan mulai meninggalkan ruangan. Kini hanya tersisa dua insan yang sedang saling menatap. "Aku tidak percaya Ayahku akan senekat ini Al," lirih Alyssa.
"Sudahlah. Lagipula aku bisa mengatasinya," balas Alva.
"Tapi, aku sangat terkejut. Ayahku berubah drastis semenjak ia menikah dengan ibu tiriku," ujar Alyssa.
"Sepertinya aku memang harus merebut perusahaan itu sebelum perusahaan itu hancur Al," lanjut Alyssa.
Alva mengangguk mengerti kemudian menarik Alyssa kedalam pelukannya. "Tenanglah. Jangan terlalu berfikir banyak. Aku pasti akan membantumu," ucap Alva.
***
Hari sudah semakin malam. Alva, Alyssa, beserta sang asisten masih berada di perusahaan untuk terus menyerang balik Stevano Beatrice. Alva dan Joshua terus berdiskusi. Sedangkan Alyssa, ia sedang menonton film untuk menemaninya.
"Al, apa aku boleh berkeliling disekitar perusahaan?" tanya Alyssa.
"Tentu saja. Aku akan memanggil seseorang untuk menemanimu berkeliling," ujar Alva.
"Tak perlu. Aku bisa sendiri. Bye," ujar Alyssa kemudian pergi meninggalkan Alva dan Joshua yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan mereka.
Alyssa kemudian mulai turun dan berkeliling ke setiap lantai diperusahaan ini. Sampai ada satu tempat yang ia kagumi. Diruangan ini terdapat banyak sekali lukisan yang tergantung di dinding. Dan tentunya, lukisan-lukisan itu memiliki desain yang sangat artsy. Waktu terus berlalu, Alyssa mengelilingi ruangan itu dan memandangi satu persatu setiap lukisan yang terpajang disana.
"Bukankah ini indah?"
Suara itu sedikit mengejutkan Alyssa. Suara yang sangat familiar di telinganya. Ia pun berbalik badan dan membulatkan matanya tatkala ia mendapatkan William sedang berdiri dibelakangnya.
"Will?"
"Apa kabar Alyssa?"
"T-tentu saja baik," jawab Alyssa gugup.
"Lama tak berjumpa," ucap William.
"Ya. Sudah 3 tahun berlalu sejak kau meninggalkanku dan pergi ke LA," celetuk Alyssa.
Alyssa kemudian membalikkan badannya membelakangi William dan melipat tangannya didada. Sakit hati yang berusaha ia tahan selama 3 tahun kini kembali terasa lagi. Bahkan ia tak sanggup jika harus bertatapan dengan pria itu sekarang.
William Louise Matthew. Pria bertubuh semampai dengan kulit kuning langsat dan kaki yang jenjang membuat ia terlihat seperti seorang aktor ternama di eropa ini. Ia memiliki rahang tajam dan hidung mancung dan tak lupa lesung pipit yang membuat nya terlihat sangat manis.
Pria itu adalah kekasih Alyssa. Mantan kekasih lebih tepatnya. Mereka sudah menjalin kasih selama kurang lebih 5 tahun, sebelum akhirnya Will meminta putus pada Alyssa karena ingin bersekolah diluar negeri. Selama 3 tahun, Alyssa harus menahan rindu kepada Will karena ia masih mencintai Will. William adalah satu-satunya tempat ia bercerita saat ia belum bertemu oleh Mauren. Dan sekarang, Pria itu malah muncul lagi dihadapannya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
"Aku merindukanmu," lirih William.
Mendengar perkataan Will barusan, tubuh Alyssa bergetar. "Lalu?"
"Tidak. Aku hanya mengungkapkan perasaanku saja," balas William.
"Baiklah. Kalau begitu aku harus pergi," ucap Alyssa kemudian pergi meninggakan William.
Dengan cepat Will menahan tangan Alyssa dan menariknya masuk kedalam pelukannya. Alyssa pun membulatkan matanya karena terkejut dengan perlakuan Will. Alyssa dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Will menjauh dari dirinya. Tapi sayangnya, tenaga Will lebih besar.
"Apa yang kau inginkan lagi? Apa belum cukup meninggalkanku dengan sepihak? Apa belum cukup kau membuatku tersiksa selama 3 tahun?" racau Alyssa.
"Maafkan aku Lisa," lirih William.
Tanpa sadar, air mata Alyssa menetes. Air mata yang sudah ia tahan sedari tadi, Akhirnya jatuh membasahi pipinya. "Lepaskan aku," lirih Alyssa
"Tak akan. Aku merindukanmu Alyssa."
"Lepaskan aku!" jerit Alyssa kemudian mendorong tubuh Will menjauh dengan sekuat tenaga nya.
Alyssa pun berlari meninggalkan Will yang masih mematung di ruangan itu. Alyssa berlari dengan air mata yang terus mengucur dimatanya. Ia mengarah ke toilet terdekat dan mengunci dirinya didalam toilet kemudian menangis sejadi-jadinya.
"Hiks. Aku membencimu Will," gumam Alyssa