"Ayah, bagaimana kalau mereka tahu kita berbohong?" ucap Rania khawatir.
Stevano Beatrice menoleh dan tersenyum kecil. "Tidak akan," ujarnya dengan penuh keyakinan.
"Tenanglah Rania. Ayahmu adalah orang yang cerdik. Kalaupun ketahuan, dia pasti bisa mencari alasan agar kau tetap berjodoh dengan Al," sahut sang ibu.
"Apa kalian tidak malu?" ucap sebuah suara yang tiba-tiba masuk kedalam percakapan mereka.
Ketiga insan tadi menoleh ke arah suara dan membulatkan mata mereka. Kini, Alva berada tepat di hadapan mereka bersama Alyssa Beatrice yang sesungguhnya.
***
Flashback
Tingg tongg~
"Haduhh, siapa sih malam-malam begini mengganggu ketenangan orang saja," gerutu Zee sambil berjalan kearah pintu dengan kesal.
Tanpa basa-basi, Zee langsung membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat pria berjas hitam sudah berdiri tepat dihadapannya. Pria itu tersenyum dengan manis sedangkan Zee memasang wajah gugup saat pria itu terus menatap dirinya.
"Alyssa Beatrice?"
Mendengar apa yang diucapkan pria itu jantung Zee seakan ingin berhenti saat itu juga. "M-maaf apa maksud anda," balas Zee cepat karena tak ingin menimbulkan kecurigaan.
Pria itu berdecih. "Ck, Sudahlah. Tidak perlu berpura-pura dihadapan saya. Tujuan saya kesini ingin memberi tawaran yang bagus. Boleh izinkan saya masuk terlebih dahulu?"
Gadis itu menatap pria didepannya dengan tatapan tak yakin. Tapi karena penasaran ia pun mempersilahkan pria itu masuk dengan syarat tidak lebih dari 10 menit. Pria itu kemudian mengangguk dan mereka pun masuk untuk berbicara.
Zee berdiri dihadapan pria itu kemudian melipat tangannya didada. "Cepat katakan," ujar Zee dengan wajah juteknya itu.
"Aku tau siapa sebenarnya kau. Aku juga tau keluargamu. Aku tau kenapa kau melarikan diri dari rumahmu sendiri," ucap pria itu.
Mata Zee membelalak kaget. "Untuk aku kau mencari tahu tentang kehidupanku? Bukankah seharusnya kau sibuk dengan perusahaanmu tuan?"
"Oh. Jadi kau kenal aku?"
"Ck. Tidak mungkin aku tidak mengenalmu," jawab Zee.
"Baguslah kalau begitu. Aku ingin memberikan sebuah penawaran yang bagus Nona. Aku tahu kau sangat ingin membalas dendam dengan ibu tiri dan adik tirimu bukan?"
Zee lagi-lagi terlonjak kaget. "Ekhem. Ya begitulah."
"Menikah denganku dan aku akan membantumu membalaskan dendam mu dan ibumu," ujar pria itu.
"Shit. Penawaran macam apa itu sialan," umpat Zee.
Pria itu tersenyum kecil. "Tenang nona. Aku dan ayahku memiliki perjanjian, jika aku mau menikah dengan kau maka semua tahta ayahku akan jatuh ke tanganku. Sebenarnya bukan tahta yang aku inginkan, tapi aku menginginkan sebuah pusaka kuno yang ia miliki. Jadi aku mengiyakan perintahnya."
"Tapi sayangnya, keluargamu telah membohongi kami," lanjutnya.
Zee menaikkan sebelah alisnya. "Membohongi? Maksud anda?"
"Ya. Mereka memperkenalkan adik tirimu itu dengan identitasmu. Untung nya aku sadar bahwa itu bukan Alyssa Beatrice yang asli."
"Ayah sudah benar-benar teracuni oleh mereka," gumam Zee.
Zee menatap dalam mata pria dihadapannya. "Jadi apa rencanamu? Dan apa yang akan aku dapatkan jika aku menyetujui tawaran ini?" tanya Zee cepat.
"Aku ingin menghancurkan keluargamu dan perusahaanmu. Dan jika kamu bersedia menikah denganku, Aku akan memberikan seperempat saham perusahaan Danendra. Dan tentunya Perusahaan ayahmu akan jatuh ketanganmu," jelas Pria itu.
Zee mendengarkan dengan seksama penjelasan pria dihadapannya sambil berfikir dengan hati-hati. Sebenarnya ia tak setuju kalau pria itu harus mengambil perusahaan ayahnya. Tapi daripada perusahaan itu jatuh ketangan yang salah, lebih baik ia yang mengambil alih perusahaan itu. Toh ia sudah cukup umur untuk mengelola perusahaan itu.
"Lalu, bagaimana dengan tawaranmu yang pertama?"
"Balas dendam dengan kedua orang itu? Tenang saja. Aku akan mengaturnya dengan baik." balas pria itu.
"Baiklah tuan Alva. Aku menyetujui tawaranmu dengan syarat, kita harus tanda tangan diatas materai tentang semua yang kau ucapkan tadi," ujar Zee.
"Kenapa? Kau tidak percaya padaku?"
Zee tertawa meremehkan lalu menjatuhkan pantatnya disofa. "Zaman sekarang bukankah kita harus lebih hati-hati?"
"Oke. Aku akan menyuruh asistenku mempersiapkan suratnya secepat mungkin. Tapi sekarang, kau harus ikut denganku."
Alva kemudian keluar untuk mengambil sesuatu yang akan ia berikan kepada Zee. "Nona Alyssa. Pakailah ini, kita akan memulainya sekarang." ujar Alva sambil menyodorkan sebuah paperbag kepada Zee.
Zee tak banyak bertanya dan langsung masuk kekamarnya untuk segera bersiap. Ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia melakukan ini demi membalaskan dendam ibunya dan menyelamatkan ayahnya. Zee pun mulai berdandan dengan cantiknya kemudian memakai dress yang diberi oleh Alva tadi.
Tak lama kemudian, mereka pun berangkat menuju sebuah restoran mewah dimana keluarga Beatrice sedang berkumpul.
***
"A-alva. Kebetulan sekali kau berada disini." ujar Stevano Beatrice dengan sangat gugup.
Alva kemudian melihat jam yang melingkar ditangannya sambil tersenyum. "Apa kau tidak malu tuan? Kau sudah tertangkap basah tapi kau masih bisa mengeluarkan kata-kata tidak berguna seperti itu."
"Jangan kurang ajar Alva. Saya lebih tua daripada kamu," tegas Stevano Beatrice.
"Ck. Apa anak saya harus menghormati orang yang sudah membohongi saya dan keluarga saya?" sahut Tuan Danendra yang sedang berjalan kearah mereka. Stevano Beatrice beserta Istri dan anaknya pun mulai gugup karena melihat wajah Tuan Danendra.
"Bagaimana Rania? Apa kau merasa menang karena sudah menguasai rumahku?" ujar Alyssa membuka suara
Rania tak menjawab. Mulutnya seperti membisu dan tak bisa berkata apa-apa. Hanya saja, ia menunjukkan ekspresi marahnya kepada Alyssa. Alyssa melipat tangannya kemudian tersenyum menang.
Tiba-tiba, PLAAKKK~
Stevano Beatrice menampar pipi mulus Alyssa dengan keras. Hingga semua orang terkejut melihatnya. Alyssa pun hanya memegangi pipinya kemudian menatap ayahnya dengan tatapan kecewa. Bagaimana bisa Ayahnya lebih membela Rania dibandingkan dirinya. Putri kandungnya sendiri.
Alva dengan cepat memegang pundak Alyssa dan menanyakan keadaan Alyssa. "Berani-beraninya kau berperilaku seperti itu terhadap calon menantuku!" Murka Tuan Danendra yang kini sudah berada tepat di hadapan mereka.
Istri Stevano Beatrice dan anak tirinya seketika mundur beberapa langkah karena ketakutan dengan amarah Tuan Danendra. Stevano Beatrice pun tak menyahuti perkataan Tuan Danendra. Ia terus menatap kearah Alyssa dengan tatapan penuh kemarahan.
"Ayah. Aku kecewa kepadamu," lirih Alyssa kemudian pergi keluar dari restoran mewah itu.
Alva dengan sigap mengejar Alyssa dan membuat kecemburuan dihati Rania. Tuan Danendra yang melihat itu pun percaya bahwa Alva sangat mencintai Alyssa.
"Ck. Aku tak menyangka ternyata kelakuanmu seperti ini. Kau sudah menyakiti hati Calon menantuku dan aku tak akan segan membalasnya. Sebaiknya kau persiapkan dirimu Stevano Beatrice!" ujar tuan Danendra memperingatkan kemudian pergi meninggalkan keluarga Beatrice yang masih mematung.
Diluar restoran, terlihat Alyssa sedang menangis dalam pelukan seorang pria. Siapa lagi kalau bukan Alva yang sedari tadi berusaha menenangkan gadis itu. Alva membiarkan Alyssa menangis sejadi jadinya agar Alyssa sedikit lega. Tuan Danendra dan istrinya yang menyaksikan itu pun tersenyum.
"Alyssa, Lebih baik kau ikut pulang dengan kami ya nak," ujar tuan Danendra dengan lembutnya.
"Iya sayang. Ayo, tak usah sedih lagi," sambung nyonya Danendra.
Alva menggeleng kepada kedua orang tuanya sambil terus mendekap Alyssa. Kedua orang tuanya yang mengerti pun segera mengangguk dan meninggalkan pasangan itu.
"Alyssa, kelak jika kau butuh bantuanku katakanlah. Aku pasti akan membantumu," ujar Alva kemudian mengecup pucuk kepala Alyssa dengan lembutnya.