"Cih, Aku lebih memilih mati daripada aku harus kembali kerumah itu!" Kesal Zee.
Ia merutuki dan memaki perkataan Ayahnya tadi karena dengan seenak jidatnya menyuruhnya kembali dan akan menjodohkannya. Zee berharap bahwa Ayahnya mengatakan bahwa ia merindukan putri nya. Tapi Zee salah besar, Ayahnya menyuruhnya pulang hanya karena akan menjodohkannya dengan keluarga Danendra.
"Haish, Membuatku frustasi saja!"
Gadis itu pun melanjutkan perjalanannya dengan perasaan kesal. Ia memutuskan untuk libur kerja hari ini karena suasana hati yang sedang buruk. Jadi, gadis itu memutuskan untuk berhenti sejenak di coffeshop untuk menenangkan diri.
"Caramel Macchiato 1, Less sugar ya," ucapnya sambil melihat menu yang ada didepannya.
"Baik. Atas nama siapa?"
"Quinzee."
"Ck? Segitu malunya kah kau sampai merubah namamu kakak cantik?"
Deg~ Suara ini sangat familiar ditelinga Zee. Zee kemudian menolahkan kepalanya kearah suara tadi. Dan benar saja, ia mendapati adik tirinya Rania sedang berdiri tepat di sebelahnya. Rania tersenyum licik dan mulai memperhatikan penampilan Zee dari atas sampai bawah.
"Sungguh malang nasib Nona Alyssa kita satu ini," ejek Rania.
"Ups. Maaf, Nona Quinzee maksudnya hahahah," lanjut Rania sembari menertawakan Zee.
Zee tak menggubris perkataan Rania. Ia memilih diam sambil memperhatikan barista bekerja. Untungnya pesanan Zee sudah siap. Jadi ia segera membayar nya lalu keluar meninggalkan coffee shop itu daripada emosinya meledak akibat perkataan adik tirinya.
"Semoga kau bisa bertahan hidup Nona Quinzee!" teriak Rania saat Zee hendak keluar.
Zee hanya mengacungkan jari tengahnya tanpa menoleh sedikit pun. Tanpa ia sadari, Ada sepasang mata yang memperhatikannya sedari tadi. Gadis itu kemudian memilih untuk pulang dan beristirahat karena sudah cukup lelah dengan hari ini.
"Hari yang menyebalkan!"
***
"Aku sudah mengetahui alamat nya, Tuan."
"Baik. Kembali dan lanjutkan pekerjaanmu."
Seorang pria tersenyum licik sambil memandangi foto seorang gadis cantik yang ia pajang di dinding kantornya.
"Tunggu aku sayang," ucapnya dengan nada yang tak bisa diartikan.
***
Malam ini adalah malam dimana Keluarga Beatrice dan keluarga Danendra akan bertemu untuk makan malam bersama. Mereka berkumpul disalah satu restoran mewah yang sudah dipesan secara khusus oleh keluarga Danendra. Semua anggota keluarga Danendra hadir dan sedang menunggu kehadiran keluarga Beatrice.
"Silahkan tuan."
Seorang pelayan cantik membukakan pintu untuk keluarga Beatrice dan mempersilahkan mereka masuk. Dengan senang hati, Keluarga Danendra pun menyambut kedatangan keluarga Beatrice.
"Apa kabar?" Sapa tuan Danendra kepada tuan Beatrice sambil berpelukan.
"Tentu baik. Kau terlihat semakin muda kawan," ucap Tuan Beatrice.
"Ah kau ini. Oh ya, perkenalkan ini istriku dan ini putra kami Alvaro Gavrila Danendra," ujar Tuan Danendra memperkenalkan keluarganya.
Tuan Beatrice tersenyum tatkala melihat Alva. "Alva," ucap Alva memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya kepada tuan Beatrice.
"Ya ya ya. Terakhir aku melihatmu saat di pesta perusahaan bukan?"
Alva tersenyum. "Benar tuan."
"Ah aku sampai lupa. Ini istri dan Putri kami. Alyssa Beatrice," ujar tuan Beatrice.
Alva yang melihat wajah putri tuan Beatrice pun menaikkan alisnya. Apakah ini benar Alyssa? Wajahnya berbeda dengan waktu itu. Alva berkata dalam hati sambil terus memandangi wajah gadis itu. Rania yang dipandangi oleh Alva pun mulai merasa kepedean dan mulai tersenyum malu.
"Em, sepertinya wajahnya sedikit berbeda dengan yang aku temui di pesta perusahaan kemarin ya," ucap Alva sambil tertawa canggung.
Tuan Beatrice dan istrinya pun saling menatap karena ucapan Alva barusan. Rania yang tadinya tersipu malu pun kini terlihat sedikit ketakutan karena ucapan Alva barusan.
"Tidak mungkin. Ini adalah putri kami satu-satunya. Mungkin kamu lupa dengan wajahnya," tukas Tuan Beatrice.
"Ya maybe," balas Alva singkat.
Alva yang merasakan ada keanehan pun meminta izin ketoilet dan langsung menghubungi asisten pribadinya untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku yakin gadis itu bukan gadis yang menabrakku kemarin," gumam Alva.
"Apa mungkin Josh berbohong? Ah tidak mungkin! Aku kenal betul siapa Joshua. Dia tidak pernah salah informasi," lanjutnya.
Karena tidak ingin mengundang kecurigaan dari kedua kelurga itu, Alva pun kembali kedalam ruang makan dan ikut berkumpul kembali bersama mereka. Beberapa jam setelah mereka makan dan berbincang, kini pembicaraan sudah mulai masuk lebih dalam lagi.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya akan menjodohkan putra saya dengan putri anda. Apa putri anda sudah setuju?" tanya Tuan Danendra.
"Tentu saja. Tidak mungkin kami menolak perjodohan ini," jawab Tuan Beatrice.
"Kalau begitu sepertinya pernikahan bisa dilaksanakan dalam waktu dekat ya hahaha," ujar Tuan Danendra diikuti tawa renyah nya itu.
"Maaf Ayah. Aku masih harus mempertimbangkan ini," sela Alva tiba-tiba.
"Ada apa? Bukankan kita sudah berdiskusi kemarin?" tanya Tuan Danendra dengan raut wajah kebingungan.
"Tidak. Hanya saja aku butuh waktu. Maaf Ayah, aku harus pergi. Ada meeting mendadak," ujar Alva kemudian berpamitan kepada Ayahnya dan tak lupa berpamitan kepada keluarga Beatrice yang terlihat kebingungan.
"Harap dimaklumi ya. Anak kami itu memang sangat sibuk," ujar Istri Tuan Danendra.
"Tidak apa. Kami mengerti bahwa dia harus mengelola perusahaan. Menjadi Calon penerus tuan Danendra tidaklah mudah," balas istri Tuan Beatrice dengan wajah palsunya itu.
"Kalau begitu sepertinya kami juga harus pamit tuan Danendra. Sampai berjumpa dilain waktu," ucap Tuan Beatrice sambil bangkit dari tempat duduknya.
Mereka pun bersalaman dan berpelukan sebelum akhirnya Tuan Beatrice meninggakan restoran tersebut. Alva yang melihat tuan Beatrice sudah meninggalkan restoran pun kembali menemui ayahnya.
"Aku tidak akan mau dijodohkan dengan mereka," ujar Alva cepat.
"Anak kurang ajar! Berani-beraninya kau mempermalukan kami!" murka sang Ayah.
"Itu bukan Putri Tuan Beatrice. Makanya aku tidak mau," ujar Alva sambil mengisap putung rokoknya.
"Al sopan sedikit," tegur Bunda kepada Alva.
Alva yang memang sangat menyayangi Bunda nya itu langsung menuruti perkataan Bunda nya. Ia mematikan rokok dan duduk dihadapan kedua orang tuanya. Sebelum kembali berbicara, Alva menghela nafas kasar kemudian menatap mata Ayahnya dengan serius.
"Aku bukannya tidak mau dijodohkan. Tapi, gadis tadi memang bukan keturunan Tuan Beatrice." jelas Alva.
"Bagaimana mungkin itu bukan keturunan keluarga Beatrice? Jelas-jelasnya tuan Beatrice memperkenalkan pada kami bahwa itu putrinya. Tidak mungkin dia berani berbohong denganku!"
"Terserah. Aku hanya memperingatkan. Dan aku tidak akan setuju dijodohkan jika bukan dengan Alyssa Beatrice yang asli. Aku pergi," ujar Alva kemudian meninggalkan kedua orang tuanya yang masih mencerna perkataan Alva barusan.
Kedua pasangan suami istri itu saling menatap. Seolah mereka bertanya apa yang sebenarnya terjadi?. Tuan Danendra pun dengan cepat menyuruh asistennya menyelidiki permasalahan ini dan menyuruh asistennya mencari keberadaan Alyssa Beatrice yang asli sesuai perkataan Putranya tadi.
"Kalau dia terbukti berbohong kepadaku, aku tidak akan segan untuk menghancurkannya, Awas kau Stevano Beatrice!" ucap Tuan Danendra dengan penuh amarah.