"Yaelah gitu aja emosi. Ya udah, besok aku tinggal belajar biar bisa main basket dan bisa ikut dalam seleksi tim."
"Itu sulit Bagas, tidak perlu kamu bermimpi yang tinggi untuk saat ini. Kamu bisa masuk ekstra basket dan bantu-bantu temen-temen itu udah sangat sangat sangat sangat apresiasi terbesar untukmu."
"Iya, iya, calon kapten basket cewek yang nantinya akan populer di seantero kampus," ledek Bagas dengan nada kesal.
"Aamiin ... amin ... doa baik akan segera terkabul," sahut Dinda dengan ramah.
Bagas menatap Dinda penuh ceria. Dia berharap apa yang dilakukan selama ini tidak akan sia-sia dan mungkin sebuah rasa mulai hadir di dalam hati Bagas untuk Dinda. Namun, di sini sepertinya Dinda terlihat cuek, dia menganggap Bagas seperti kawan SMP-nya yang lain, tidak lebih dan tidak kurang.
"Din, nanti sore ada acara nggak?"
"Enggak, ada emang mau apa?"
"Mau nggak jalan-jalan ke taman gitu, misalnya, atau ke toko buku atau kita nonton, kita makan?"